30 September 2009

Mencari buaya & cicak dalam Animal Farm*


Ini cerita tentang para binatang di (bekas) peternakan Pak Jones. Mereka berjuang memerdekakan diri dari tirani Pak Jones yang suka memukul, mengambil telur-telur, menyembelih ternak, serta melakukan perbuatan lain yang bertentangan dan perikebinatangan.

Para binatang di bawah kepemimpinan babi Snowball dan Napoleon berhasil mengambilalih kekuasaan dari Pak Jones. Untuk menegaskan ideologi pembebasan itu, mereka sepakat menetapkan tujuh peraturan.

Dua peraturan utama adalah: semua yang berjalan di atas 2 kaki adalah musuh; semua yang berjalan di atas 4 kaki (sayap dianggap kaki) adalah kawan. Aturan lainnya, semua binatang tidak boleh memakai busana, dilarang tidur di ranjang, dilarang minum alkohol, dilarang membunuh sesama binatang. Terakhir, semua binatang berderajat sama.

Berjalan di atas 2 kaki, memakai busana, tidur di ranjang, minum alkohol, membunuh binatang, serta memperlakukan secara tidak sama adalah ciri Pak Jones yang bertentangan dengan perikebinatangan.
Seiring berjalannya waktu, suasana berubah. Napoleon yang memimpin perjuangan menyingkirkan Snowball dan menuduhnya sebagai penghasut yang melawan cita-cita revolusi binatang.

Setelah Snowball tersingkir, Napoleon menjadi penguasa tunggal dan memerintah sebagai tiran, bahkan lebih sadis dan tidak berperikebinatangan dibandingkan Pak Jones.

Sedikit demi sedikit, satu per satu peraturan yang ditetapkan oleh para binatang itu dilanggar dan dimodifikasi. Napoleon, misalnya, mulai tidur di bekas ranjang Pak Jones dan mengubah peraturan menjadi: semua binatang dilarang tidur di ranjang dengan seprei. Alasannya, ranjang adalah buatan binatang. “Yang buatan manusia adalah sepreinya.”

Aturan lain juga diubah menjadi: semua binatang tidak boleh minum alkohol secara berlebihan, dilarang membunuh sesama binatang tanpa alasan. Kesetaraan sesama binatang diubah menjadi: semua binatang sederajat namun ada binatang yang lebih tinggi derajatnya.

Pada akhirnya, para binatang sadar bahwa perubahan yang diharapkan dari revolusi membebaskan diri dari Pak Jones gagal total. Penyebabnya adalah elite yang semula memimpin perjuangan justru korup, serakah, serta senang memodifikasi peraturan agar menguntungkan diri sendiri.

Pengorbanan Boxer, si kuda yang setiap menghadapi masalah selalu mengatakan: aku akan bekerja lebih keras lagi, menjadi sia-sia. Bahkan dia mati dijual ke tukang jagal ketika tenaganya sudah dianggap tidak berguna. Begitu pula dengan pengorbanan binatang lain untuk menghasilkan telur, susu, dan produk lain.

***Watak kekuasaan
Cerita mengenai peternakan Pak Jones dengan sangat memikat diuraikan oleh George Orwell, sastrawan besar Inggris, dalam bukunya Animal Farm. Novel yang pertama kali diterbitkan pada 1945 itu semula ditolak oleh para penerbit yang dihubungi. Ada yang bersedia menerbitkan karya Orwell itu namun memasukkannya dalam cerita dongeng.

Lama kelamaan orang mengerti bahwa yang ditulis Orwell bukanlah dongeng binatang biasa. Dia menulis sebuah satire politik yang menggambarkan bagaimana sebuah upaya mewujudkan cita-cita revolusioner yang mengagungkan persamaan dan kebebasan bisa berubah menjadi tiran kejam dan justru bertentang dengan cita-cita ideologisnya sendiri.

Melalui cerita itu, Orwell yang lahir di Bengali, India, pada 1903, sebenarnya berusaha menggambarkan bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi di Uni Soviet ketika itu (terutama di bawah Stalin) dengan caranya yang unik.

Siapa pun yang membaca Animal Farm pasti mengakui betapa pintar dan jelinya Orwell mengidentifikasi watak kekuasaan yang cenderung korup dan menjadi tiran. Dia mengingatkan bagaimana penumpukan kekuasaan tanpa penyeimbang dan tanpa kontrol dalam diri Napoleon menjadi pangkal bencana.

Sayangnya, cerita Orwell dalam Animal Farm hanya membahas hewan-hewan ternak seperti babi, sapi, kuda, keledai, ayam, unggas, burung. Tidak ada kisah tentang para reptil. Padahal, di sebuah "peternakan lain" sedang ada cerita yang meluas tentang pertengkaran antara buaya dengan cicak.

Alkisah, suatu pagi buaya yang suka minum kopi marah-marah. Dia kaget mendapati gelas kopinya diacak-acak cicak yang memang suka menyelinap di malam hari. Buaya menuduh cicak bukan hanya ingin meracuni kopinya, tetapi juga menyadap pembicaraan dengan memasang sesuatu pada gelas dan kopinya.

Sebenarnya, cicak dan buaya sama-sama reptil dengan bentuk tubuh yang mirip. Sama-sama memiliki ekor, empat kaki, berjalan merayap. Buaya yang mewarisi kekuatan purba zaman Dinosaurus bisa berbobot setengah ton, sedangkan cicak adalah binatang yang masih muda menurut evolusi Darwin dan beratnya hanya kurang dari 1 ons.

Kendati sama-sama reptil, kita memang sulit menemukan kisah kerja sama antara buaya dengan cicak baik dalam cerita dongeng (fabel) maupun kisah ilmiah flora dan fauna. Sejarah evolusi dan habitat keduanya memang sama sekali berlainan.

Ah, seandainya Orwell masih hidup, mungkin kita bisa bertanya bagaimana kiranya akhir kisah cicak dan buaya itu.

*)Tulisan ini dimuat di Bisnis Indonesia edisi 26 September 2009

15 September 2009

Blogging cara Sun

Ketika Jonathan Schwartz mengambilalih posisi CEO di Sun Microsystems yang sedang bermasalah, dia memutuskan setiap karyawan bisa memiliki blog. Departemen legal dan humasnya sangat cemas, sebab setiap orang di perusahaan itu seolah-olah dapat mengeluarkan siaran pers.

Tetapi dalam tiga tahun para blogger Sun tidak menimbulkan masalah, kendati pedoman yang ditetapkan sangat sederhana: “Jangan berbuat bodoh.” “Tuliskan sesuatu yang memang Anda fahami.” “Susunlah secara menarik.”

Schwartz telah melakukan blogging bertahun-tahun. Dia tidak blogging untuk kehumasan atau untuk mengesankan customer, atau bahkan untuk mengelus egonya sendiri. Blogging adalah cara berkomunikasi yang efektif, lebih personal, dan lebih transparan dengan karyawan dibandingkan dengan mengirimkan e-mail.

“Saya ingin karyawan memahami mengapa para eksekutif Sun berpikir seperti ini, mengapa kita mengatakan sesuatu,” katanya.

Schwartz berpikir bahwa semua orang di Sun perlu blogging, dan dia aktif mendorong lebih banyak karyawan melakukannya. “Kami akan memotori transparansi. Ini adalah mekanisme yang paling efektif untuk mempercepat perubahan di Sun. Transparansi memungkinkan semuanya bergerak lebih cepat, mendorong keterandalan, dan memacu dialog antara Sun dan komunitas yang kami layani.”

Tidak semua orang merasa nyaman dengan dinamika baru ini. “Blogging menopang laju dan transparansi dalam keputusan kami dan membantu mengatasi batasan antara kondisi di Sun dan kondisi di pasar. Dan pada gilirannya akan membawa lebih banyak orang ke dalam ekosistem Sun.”

*) Dikutip secara bebas dari buku wikinomics karya Don Tapscott & Anthony D. Williams

14 September 2009

Krakatau, wikinomics, dan nasionalisme


Akhir Agustus adalah ulang tahun bagi letusan Krakatau. Tepat 126 tahun yang silam, gunung itu meletus dahsyat. Dengan korban jiwa lebih dari 36.000 orang, letusan itu merupakan letusan gunung dengan jumlah korban terbanyak sepanjang sejarah.

Enam mil kubik partikel berbobot ribuan ton dilontarkan ke udara hingga ketinggian 30 mil. Partikel debu halus itu bahkan sampai ke langit New York empat bulan setelah letusan atau pada Desember 1883. Letusan Krakatau yang menghancurkan dirinya sendiri di Selat Sunda beserta 165 desa di sekitarnya itu menimbulkan tsunami yang menjalar ke seluruh dunia dan menghasilkan gelombang pasang hingga 15 hari setelahnya.

Letusan –sebagian ahli lebih suka menyebut ledakan--yang dimulai pada Minggu, 26 Agustus 1883 dan mencapai puncaknya pada Senin pagi, 27 Agustus 1883 itu, menurut Simon Winchester dalam bukunya Krakatau, hanyalah letusan terdahsyat kelima dunia.

Letusan terdahsyat nomor satu yang tercatat sejarah terjadi di Gunung Toba pada 74.000 tahun lalu yang menghasilkan Danau Toba dan Pulau Samosir. Letusan terdahsyat nomor dua ditempati Gunung Tambora pada 1815, namun tidak banyak dokumen sejarah yang merekamnya. Nomor tiga ditempati Gunung Taupo di Selandia Baru, dan posisi keempat diduduki Gunung Novarupa, Alaska. Posisi kelima barulah ditempati Krakatau. Krakatau juga cuma satu dari 87 gunung api aktif yang terdapat di Indonesia dan Filipina ---21 di antara gunung itu berada di Jawa. Meski begitu, bencana Krakatau tercatat sebagai letusan gunung api dengan korban terbanyak sepanjang sejarah.

Letusan Krakatau memiliki dampak sangat luas. Winchester dengan sangat baik menjelaskan bagaimana penelitian mengenai letusan ini menjadi cikal bakal dari perdebatan ilmiah sangat panjang yang terus terjadi hingga sekarang seperti mengenai pemanasan global, efek gas rumah kaca, hujan asam, dan interdependensi ekologis. Di balik ledakannya, Krakatau --yang kemudian dilanjutkan oleh Anak Krakatau--menyumbangkan banyak hal penting bagi ilmu pengetahuan.

Dua puluh sembilan tahun sebelum letusan Krakatau, seorang ilmuwan Inggris Alfred Russel Wallace memulai sebuah ekspedisi yang mengesankan ke Indonesia yang waktu itu masih bernama Hindia Belanda.

Ketika kembali ke London tiga tahun kemudian, Wallace membawa tidak kurang 125.660 spesimen tanaman dan hewan yang diatur seksama. Spesimen itu terdiri atas 310 mamalia, 100 reptil, 83.000 kumbang, 13.000 serangga lain, 8.000 burung, 13.000 kupu-kupu, serta 7.500 kerang.

Hasil kerja Wallace ini menjadi salah satu ilham penting bagi Charles Darwin dalam melahirkan teori evolusi. Bahkan sebagian ilmuwan percaya bahwa tempat lahirnya sains evolusi sebenarnya bukanlah Galapagos, melainkan Pulau Ternate yang menjadi basis penelitian Wallace.

***Adopsi wikinomics
Letusan Krakatau dan hasil kerja Wallace adalah sedikit dari banyak bukti betapa Indonesia memiliki sumber daya alamiah yang sangat kaya. Negeri ini memiliki sangat banyak objek ilmiah yang pengaruhnya signifikan dirasakan oleh dunia, khususnya dalam mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.

Indonesia memiliki banyak 'simpanan misteri dan pengetahuan' yang tidak dimiliki belahan dunia yang lain. Lalu, bagaimanakah mengoptimalkan sumber daya alam yang sangat berlimpah itu untuk kesejahteraan bersama manusia di dunia? Ini pertanyaan yang terkesan klise. Akan tetapi kita dapat memilih pendekatan yang tidak klise untuk menjawabnya.

Saya teringat dengan prinsip dan cerita yang dipaparkan oleh Don Tapscott dan Anthony D. Wlliams dalam buku wikinomics (ditulis dengan huruf w kecil). Prinsip utama dalam perekonomian model baru itu terdiri dari empat hal: keterbukaan, peering, berbagi, dan bertindak global.

Prinsip wikinomics umumnya berlaku untuk industri teknologi informasi, lebih khusus lagi peranti lunak, seperti dalam pengembangan open source Linux. Namun tidak terbatas dalam hal-hal semacam itu. Bagi saya, wikinomics adalah semacam knowledge management yang diperluas --dengan penekanan pada knowledge circulation--dan ditambah dengan rumus ekonomi pendukung.

Salah satu contoh implementasi prinsip itu dalam sektor riil adalah apa yang terjadi pada Goldcorp, sebuah perusahaan pertambangan emas yang berpusat di Toronto, Kanada. Perusahaan itu memiliki tambang emas berusia 50 tahun di Red Lake, Ontario.

Pada 1999, para geolog perusahaan itu menemukan bahwa mereka memiliki cadangan emas 30 kali lipat dari yang ditambang saat itu, namun tidak tahu bagaimana menemukan emas di area pertambangan yang begitu luas.

CEO Goldcorp, Rob McEwen, mendapat ilham dari perkembangan Linux. Jika geolog internal perusahaan tidak bisa menemukan lokasi emas secara presisi mengapa tidak meminta bantuan kepada seluruh dunia?

Maka McEwen membuka dokumen geologi perusahaan sejak tahun 1948 dan membiarkan komunitas geologi global untuk mempelajari serta menawarkan cara pemecahan masalah dengan imbalan US$575.000 bagi peserta yang memberikan estimasi terbaik. Hasilnya sungguh mengejutkan. Goldcorp mendapatkan input bukan hanya dari para geolog dunia, melainkan juga mahasiswa, konsultan, matematikawan, hingga ahli militer.

Para peserta berhasil mengidentifikasi 110 target tambang di Red Lake, 50% di antaranya belum pernah teridentifikasin oleh Goldcorp. McEwen memperkirakan proses kolaborasi global ini memangkas waktu eksplorasi sekitar 2 tahun--3 tahun.

Pertanyaannya, dapatkan Indonesia Inc memanfaatkan sumber daya global di mana pun berada untuk membantu optimalisasi sumber daya alam dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi seperti Goldcorp memanfaatkan otak-otak encer di luar perusahaan?
Bukankah Krakatau (dan Anak Krakatau) serta keanekaragaman hayati seperti yang ditemukan Wallace dapat diperlakukan seperti tambang milik Goldcorp yang jelas-jelas mengandung potensi luar biasa namun menunggu penggarapan secara tepat?

Jawabannya, secara teoritis, tentu bisa. Indonesia bisa mengundang sumber daya luar negeri baik berupa otak maupun dana untuk bersama-sama mengoptimalkan objek penelitian ilmiah sehingga lebih bermakna bagi perkembangan perikehidupan umat manusia. Bukankah ini semacam pembalikan dari kisah brain drain alias larinya otak-otak cerdas ke luar negeri?

***Litbang dunia
Ada satu bab sangat menarik dalam wikinomics yang mengulas Ideagora. Ini semacam pasar ide yang memungkinkan gagasan,penemuan, dan keahlian ilmiah diakses, dipertukarkan, dan dimanfaatkan secara bersama.

Dalam dunia yang penuh persaingan dan teknologi yang melaju pesat, perusahaan-perusahaan besar (dan juga negara sebagai analoginya) seringkali tidak dapat semata-mata mengandalkan divisi penelitian dan pngembangan internal. Mereka perlu mempertimbangkan orang-orang berbakat terbaik yang ada di luar perusahaan. Apalagi perusahaan juga seringkali tidak bisa mempertahankan orang-orang terbaik untuk tidak pergi.

Jadi, sebagian perusahaan cerdas memanfaatkan Dunia sebagai divisi litbangnya dengan memberdayakan pasar ide yang disebut Ideagora itu.

"Sesuatu di luar institusi Anda tahu bagaimana menjawab pertanyaan spesifik Anda, memecahkan problem spesifik Anda, atau memanfaatkan peluang lebih baik dari Anda. Anda perlu menemukan mereka, dan mencari jalan untuk berkolaborasi secara produktif bersama mereka," ujar A. G. Lafley, CEO P&G yang menggambarkan pokok pikiran pasar ide Ideagora.

Saya seolah-olah membaca pernyataan ini sebagai: Sesuatu di luar negara Anda tahu bagaimana menjawab pertanyaan spesifik rakyat Anda, memecahkan problem spesifik negara Anda, atau memanfaatkan peluang lebih baik dari birokrat Anda. Anda perlu menemukan mereka, dan mencari jalan untuk berkolaborasi dengan produktif bersama mereka.

Di tengah gegap gempita perayaan hari ulang tahun kemerdekaan, pemikiran ini tampak sangat tidak nasionalis. Akan tetapi, sebagaimana orang harus realistis melihat brain drain sebagai brain circulation yang tidak bisa dilawan melainkan dimanfaatkan, saya memandang ini adalah jalan realistis yang perlu ditempuh di tengah berbagai keterbatasan dalam negeri.

Meski begitu, Tapscoot dan William mengingatkan bahwa dalam pendekatan sharing semacam ini, entitas yang menginginkan sumbangan pemikiran dari luar harus bersedia berbagi secara terbuka sembari tetap melindungi properti intelektual intinya. "Jangan pernah melepaskan kendali sepenuhnya terhadap nasib perusahaan."

Juga, jangan sampai meniru kisah YouTube--sang icon wikonomics--yang begitu populer, digunakan sangat banyak orang, berjasa besar bagi perkembangan pengetahuan, namun hingga saat terakhir diakuisisi oleh Google masih dalam keadaan merugi. Wallahu alam.

Mendambakan sistem informasi mudik terintegrasi

Antrean lalu lintas mirip dengan antrean pembeli di depan loket swalayan. Tim Harford dalam Undercover Economist memberi penjelasan menarik tentang antrean semacam itu. Dia memulai dengan mengajukan pertanyaan: Antrean mana yang paling cepat di antara semua antrean di toko swalayan besar yang sibuk?

Menurut Harford, seandainya ada loket tertentu yang mudah dikenali sebagai loket yang paling cepat, para pengunjung akan berebut ke sana, dan loket itu tidak lagi menjadi loket yang paling cepat. Jadi, dalam kasus semacam ini, tidak ada gunanya memilih. Berdiri dalam antrean yang mana pun hasilnya akan sama.

Akan tetapi, jika semua orang menganggap berdiri di mana pun sama, akan muncul pola-pola tertentu yang dapat dieksploitasi oleh ahli belanja. Misalnya, antrean di dekat pintu masuk lebih pendek daripada antrean yang jauh dari pintu masuk.

Lalu, jika banyak pengunjung juga kemudian mengenali pola ini, mereka tidak akan pasrah dan tak berdiri acak lagi. Mereka akan memilih antrean yang paling pendek itu, dan sesaat kemudian antrean itu akan berubah menjadi antrean yang panjang.

Harford memberi saran dalam kasus semacam ini: berdiri saja di antrean mana pun lalu jangan cemaskan apapun yang terjadi. Orang-orang yang gesit dan berpengalaman akan sedikit lebih cepat dalam menentukan antrean paling lancar. Tetapi, selisih waktunya tidak akan terlalu banyak.

Pilihan rute jalan mirip dengan pilihan antrean di toko swalayan. Jika orang bisa mengenali rute lalu lintas mana yang paling lancar maka dia akan memilih rute itu. Akan tetapi jika sangat banyak orang tahu informasi yang sama dan memilih rute itu, maka rute tersebut tidak lagi menjadi jalur yang lancar. Apalagi jika jumlah orang yang memilih rute itu melebihi kapasitas jalan yang ditempuh.

Dalam kasus antrean di pasar swalayan, yang dipertaruhkan hanya beberapa menit. Dalam pilihan rute ke tempat kerja oleh kebanyakan warga Jakarta dan sekitarnya, waktu yang dipertaruhkan mungkin 1 jam atau 2 jam.

Akan tetapi, bagi para pemudik yang meninggalkan Jakarta dengan tujuan ratusan kilometer ke arah timur atau barat, rute dan waktu yang keliru bisa berarti terjebak macet belasan jam.

Pada puncak arus mudik tahun lalu, misalnya, jarak Bandung-Ciamis yang normalnya dapat ditempah dalam waktu 3 jam-4 jam harus ditempuh hingga 12 jam atau bahkan 16 jam. Belasan jam dihabiskan dalam antrean yang menyedihkan.

***Kesabaran pemudik
Mudik adalah aktivitas kolosal yang melibatkan jutaan orang. Departemen Perhubungan memperkirakan jumlah pemudik tahun ini 27 juta orang.

Manusia sebanyak itu ingin berpindah bersama-sama dalam jangka waktu satu pekan, berjejal dalam ribuan kendaraan. Bahkan, puncak arus mudik terjadi dalam 2--3 hari tertentu. Selama masa itu mungkin 30% dari seluruh jumlah pemudik meninggalkan kota besar secara bersamaan.

Cara sederhana untuk mengatasi hal ini adalah dengan meningkatkan kapasitas jalan sehingga lebih besar dari volume kendaraan saat puncak arus mudik maupun arus balik. Tetapi perlu biaya puluhan triliun atau ratusan triliun rupiah untuk meningkatkan kapasitas jalan yang hanya terpakai sesaat.

Opsi lain adalah membuat kebijakan komprehensif yang mendorong agar proses mudik tidak memuncak pada dua atau tiga hari tertentu, melainkan tersebar dalam jangka lama.

Jika hal ini tak dapat dilakukan optimal, semua terpaksa kembali kepada kearifan para pemudik yang pasti sudah menyiapkan kesabaran segudang.

***Tawakal saja
Dalam segala keterbatasan, yang paling diperlukan pemudik adalah sistem informasi yang akurat dan realtime. Bayangkan jika kita memiliki sistem informasi lalu lintas yang terintegrasi, berupa model matematis yang memperhitungkan kapasitas tiap-tiap ruas jalan, digabungkan dengan data dan prediksi mengenai volume kendaraan yang akan melintas.

Bentuk idealnya adalah simulasi dalam bentuk peta yang memberikan informasi real time kondisi semua ruas jalan utama dan dapat diakses publik. Simulasi diharapkan juga dapat menyediakan informasi mengenai kondisi yang belum terjadi, misalnya prediksi kondisi pada hari tertentu atau prediksi kondisi 10 jam mendatang, serta memberikan informasi real time mengenai berapa panjangnya kemacetan.

Lebih baik lagi bila model ini bersifat dinamis, menerima umpan balik data-data terbaru secara terus menerus, misalnya data kecelakaan yang menyebabkan pengurangan kapasitas jalan dalam kurun waktu tertentu.

Akan tetapi, membangun model matematis, apalagi yang mampu memprediksi potensi kemacetan, sama sulitnya dengan membuat model matematis untuk melihat tren harga saham. Di sana ada kehendak, sentimen, kepentingan, dan hasrat manusia dalam jumlah banyak yang menjadi variabel yang sulit diperhitungkan.

Mungkin untuk saat ini kita bisa cukup puas dengan informasi dari para penyiar radio, sesama pemudik, video streaming titik-titik tertentu, serta informasi kasar mengenai prediksi pola mudik.

Dalam kondisi serba terbatas ini, saran awal Tim Harford barangkali sangat berguna: pilih rute yang mana saja dan jangan cemaskan apa pun. Tawakal saja. Wallahu alam.

*) Versi lebih ringkas dimuat Bisnis Indonesia edisi 8 September 2009

06 September 2009

Pentingnya menengok, menunduk, & berlari


Sakit punggung & terapi Avasin

Rabu pagi sebelum gempa Tasikmalaya, ada sesuatu yang terjadi pada salah satu sisi punggung ini. Saya tidak tahu persis kejadiannya, tetapi dugaan terkuat ada sesuatu yang salah ketika saya mengambil kain (handuk atau baju) dari gantungan yang agak tinggi. Ini ternyata berdampak cukup serius selama tiga hari berikutnya. Untuk memudahkan komunikasi, saya selalu menyebutnya sebagai kecethit/keseleo punggung—sesuatu yang ternyata memiliki konotasi berbeda dan bisa membuat miskomunikasi.

Rabu malamnya saya susah sekali tidur karena punggung terasa sakit. Sepanjang hari Kamis rasa sakit kian menyengat sehingga saya bahkan susah berdiri tegak. Kalau berdiri dan berjalan, biar agak nyaman, bahu harus diangkat dan punggung agak membungkuk (orang Jawa menyebutnya nyekungkung). Leher mulai sulit ketika menengok kiri, kanan, maupun menunduk.

Repotnya, sepanjang Kamis itu aktivitas saya banyak. Harus datang ke berbagai lokasi naik kendaraan umum. Ketika pagi naik angkot yang ngebut dan zig zag itu punggung dan dada sakit bukan main. Lalu rasa sakit sudah makin melebar, ketika bangun dari sujud dada juga sakit. Malamnya saya harus naik travel ke Bandung. Kamis malam makin tidak bisa tidur.

Jumat pagi hingga jam 14 harus ke Buahbatu karena ada urusan yang tidak bisa diwakilkan atau dijadwal ulang. Sepanjang jalan ya itu tadi, nyekungkung dan meringis. Repot banget kalau menyeberang jalan. Mana saya juga tidak bisa lari karena dada terasa sakit untuk berlari.


***
Pulang dari Buahbatu, istri saya mengajak mampir ke Avasin Medical Center di Cijerah. Saya datang ke sana lalu dipijat. Mungkin istilah yang paling dekat adalah semacam ditotok, ditekan dengan alat. Tekanan/pijatan/totokan diberikan pada banyak titik di punggung, bahu kanan-kiri, sisi leher kanan kiri, serta sisi kepala kanan dan kiri. Alhamdulillah langsung bisa menoleh kembali kendati belum sempurna. Lalu pusat sakit yang berada di punggung sebelah kiri, semacam otot bahu dekat tulang centhong, ditekan-tekan dan terakhir disuntik.

Alhamdulillah setelah itu kondisinya jauh lebih baik. Saya pulang tanpa harus jalan nyekungkung. Malamnya bisa tidur nyenyak. Paginya lebih nyeyak lagi. Tadinya posisi terlentang itu menimbulkan siksaan dan perasaan tak berdaya karena sulit bangun dan sulit menggerakkan leher, sekarang terlentang jadi posisi paling nyaman. Alhamdulillah.

Hikmah:
* Ternyata banyak kerusakan fatal yang terjadi karena ketidaksengajaan yang sepele. Contohnya kecethit atau kebakaran. Sebaliknya, jarang sekali ada perbaikan signifikan –terutama menyangkut fisik—yang bisa terjadi karena ketidaksengajaan yang sepele.

* Terasa bentuk betapa pentingnya bisa menengok kiri kanan, apalagi menunduk dan berlari. Kalau orang bikin robot humanoid kok belum bisa menengok dan menunduk, berarti karya itu masih jauh dari memuaskan. Apalagi kalau belum bisa berlari, masih jauh banget.

*** Avasin
Berikut ini informasi mengenai Avasin saya kutip dari brosurnya.
Yayasan Ibnu Ruman, Avasin Medical Center. Jl H Anwar No32, Cijerah, Bandung 40212. Telepon 022-70796041. Praktik Senin-Sabtu jam 07.00-22.00

Pada awalnya terapi Avasin disebut sebagai Awaasin Alkai yang berasal dari Bahasa Arab: awaasin dan alkai. Awaasin berarti seperangkat instrumen (asal kata ausun: instrumen, bentuk jamaknya: awaasin). Adapun alkai sudah dikenal berabad-abad lamanya sejak zaman Mesir Kuno dan Babilonia. Metode ini dikenal sebagai alkai lama.

Pada abad XVI, para ilmuwan muslim termasuk Ahmad Ibnu Ruman menyempurnakan metode pengobatan alkai lama, yakni menggantikan api untuk pemanas instrumen dengan bat-obatan. Inilah yang kemudian dikenal dengan nama Awaasin Alkai. Jejak alkai lama yang asih dipakai kedokteran modern hingga kini adalah metode kauterisasi.

Di Indonesia, metode Awaasin Alkai pertama dikembangkan oleh Ma’had Ath-Thib al Islami di bawah Yayasan Asy-Syifaa (1959-1966). Pada 1987, Ma’had Ath-Thib dihidupkan kembali di bawah Yayasan Ibnu Ruman.

Pada tahun 2000, dokter-dokter yang tergabung dalam IDAVI (Ikatan Dokter Avasinolog Indonesia) memperkaya dan memodifikasi metode pengobatan Awaasin Alkai dan menamakan metode pengobatan itu menjadi Terapi Avasin. Ahlinya disebut Avasinolog.

Terapi Avasin merupakan metode pengobatan Awaasin Alkai yang dimodifikasi dalam mengisi ruang kosong metode pengobatan biomedik modern. Terapi Avasin bukan merupakan metode pengobatan alternatif.

Banyak teori dasar biomedik yang menguatkan efektifitas metode Terapi Avasin sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengobatan tanpa harus melakukan langkah invasi (non-invasive medical care) dengan efek samping sangat minimal.

Terapi Avasin hanya diterapkan oleh dokter yang telah memiliki lisensi sebagai Avasinolog sehingga ketepatan diagnosis dan terapi dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks kedokteran biomedik.

Keadaan apa yang dapat diobati terapi Avasin? Terapi Avasin dapat digunakan sebagai penunjang dari disiplin kedokteran lain ataupun secara mandiri melakukan pengobatan.

Inilah penyakit yang dapat diatasi dengan terapi Avasin:
-gangguan nyeri seperti: nyeri kepala, nyeri sendir, nyeri otot, nyeri tendon, dll
-ganggun fungsional sistem organ (degenerative desease) seperti darah tinggi, kencing manis, kegemukan, asma, stroke, lemah syahwat, dsb.
-gangguan infeksi seperti commond cold, myosis, tendenitis, TBC, kejang demam, sinusitis, dsb
-gangguan neoplasma: tumor

selain therapeutik dan rehabilitatif, terapi avasin juga dapat digunakan sebagai metode preventif dan promotif seperti
-meningkatkan kebugaran
-menahan atau memperlambat proses penuaan
-meningkatkan kesuburan
-meningkatkan kecerdasan anak
-pencegahan stroke dan serangan jantung

Adakah efek samping?
Tidak ada efek samping yang berbahaya. Efek samping yang mungkin terjadi adalah apabila terjadi kesalahan tindakan namun dapat diatasi dan diantisipasi kembali. Di samping itu, seorang Avasinolog sebelum memberikan terapi harus mahir dan melewati masa ujian pendidikan.

Terapi Avasin tidak menimbulkan ketagihan, namun beberapa pasien merasakan adanya rasa` enak pada tubuh setelah tindakan alkai sehingga timbul keinginan untuk di-kai kembali. Apabila terapi Avasin dihentikan tidak terjadi reaksi yang merugikan pada tubuh.

Lamanya terapi tergantung npada jenis gangguan yang diderita.

Jaringan
Jakarta dan sekitarnya:
Klinik Mampang Medika Jl Tegalparang Utara no18, telp: 021-70632867.
Jl Gabus Raya No 203, Perumnas 2 Kalimalang, Bekasi Barat, telp 021-70574555
Bogor: Jl Wuwung 2 nO.18 Perumnas Bantar Jati, Bogor, telp 0251-331416

Bandung:
Jl H Anwar No32, Cijerah, Bandung, 022-7079041
Apotek Asy-Syifaa II Metro Margahayu Raya, telp 0811-220-843
Apotek Proafiat Jl Terusan Jakarta no.108, telp 022-7200533
Jl Melong Asih I No2, 022-6019548
Apotek Zasa Jl Cijagra Raya No 1, telp 022-7316018

01 September 2009

Menghentikan siklus Langan & Lintang

Orang baik yang siap menolong dengan upaya sporadis seperti para relawan dan sponsor BIUS itu selalu ada. Akan tetapi, pasti lebih utama jika ada kebijakan yang cerdas dari negara yang baik agar cerita pilu Langan dan Lintang tidak terulang-ulang dengan tokoh yang berganti-ganti.

***
Chris Langan adalah seorang pria dengan IQ 195, lebih tinggi daripada IQ Einstein yang sebesar 150. Akan tetapi, cerita tentang Langan adalah cerita ketidakberuntungan. Orang dengan IQ setinggi itu, tidak tercatat sebagai manusia berprestasi di dunia, bahkan akhirnya berprofesi sebagai tukang pukul dan penjaga sebuah peternakan kuda.

Langan bukan tidak mencoba untuk sukses. Dia gagal mendapatkan kesempatan dan tidak berhasil meraih dukungan yang diperlukan.

Dia berasal dari keluarga broken home yang miskin. Ketika kuliah tingkat kedua, beasiswanya dihentikan karena soal sepele: ibunya lupa mengisi formulir yang diperlukan. Langan mencoba bernegosiasi dengan pihak kampus tapi ditolak, dia drop out.

Tahun berikutnya dia mencoba kuliah di kampus lain sambil bekerja. Langan mencoba memindahkan jam kuliahnya agar bisa mendapat angkutan ke kampus dengan mudah karena dia punya kendala kendaraan. Langan kembali gagal. Begitulah, yang dia peroleh adalah akumulasi “kegagalan” atau “kesialan”.

Cerita mengenai Chris Langan dapat kita simak pada buku Outliers karya Malcolm Gladwell. Menurut Gladwell, Langan tidak cukup memililiki kecerdasan praktis. Dia tidak berhasil mengatasi masalah-masalah praktis yang lazimnya dapat dipecahkan bahkan oleh orang-orang yang kecerdasan analitisnya di bawah dia.

Sebenarnya dia butuh dukungan sebagaimana yang diperlukan orang-orang lain untuk sukses. Dia tak sanggup menghadapi keruwetan hidupnya itu sendirian. Gladwell mengaitkan kasus Langan ini dengan dukungan yang diberikan orang tua terhadap anak-anaknya.

Gladwell mengidentifikasi bahwa ada orang miskin umumnya bukan hanya lemah dalam memberikan dukungan dana, namun juga dukungan moral untuk melakukan negosiasi dengan lingkungan serta orang-orang yang berwenang. Contoh orang yang memiliki wewenang adalah guru di sekolah.

***Barrier to entry
Indonesia punya banyak sekali anak cerdas yang berpotensi untuk mengalami nasib menyedihkan seperti Langan. Dalam cerita Laskar Pelangi karya Andrea Hirata kita bisa menyaksikan betapa pilunya nasib Lintang, anak cerdas yang memiliki semangat belajar luar biasa tinggi, harus tersisih karena keterbatasan biaya.

Cerita Laskar Pelangi sudah difilmkan dan sangat populer. Bahkan pemainnya dijadikan ikon dalam iklan Depdiknas tentang perlunya sekolah. Ini mestinya mampu menggugah semua pihak untuk bertindak lebih sistematis dalam mengatasi biaya pendidikan.

Dalam kasus Langan, negara memberikan kesempatan yang sangat luas agar orang miskin dapat kesempatan sekolah setinggi mungkin. Sayangnya, keluarga dan orang terdekat tidak mampu mendukung. Dalam kasus Lintang, anak pintar gagal mendapatkan dukungan negara maupun dukungan lingkungan terdekat.

Agustus dan September, masa daftar ulang di kampus-kampus unggulan seperti saat ini, menjadi ujian adakah Langan dan Lintang lain yang harus terjatuh karena kemiskinan dan kurangnya dukungan lingkungan.

Kita tahu bahwa biaya kuliah di Indonesia saat ini, termasuk di kampus-kampus milik negara, sudah melambung tinggi. Ada jalur-jalur khusus yang disediakan hanya bagi mereka yang berkantong tebal.
Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) mewajibkan kampus negara menyisihkan sedikitnya 20% kursi bagi mahasiswa kurang mampu. Selalu ada klaim dari para penyelenggara kampus untuk menyediakan sekian persen kursinya bagi siswa yang tidak mampu.

Akan tetapi, sebelum mencapai tahap untuk memperoleh beasiswa, toh para siswa itu harus berpikir puluhan kali bagaimana datang ke pusat-pusat pengetahuan dengan bekal dana sangat minim. Tidak mudah bagi orang perdesaan memberanikan diri ke kampus sekadar mengandalkan beasiswa yang masih harus diusahakan.

Adalah menjadi tugas negara dan para pemilik sumber daya untuk benar-benar menghilangkan kecemasan dari anak-anak pintar yang kurang mampu. Perlu upaya serius agar barrier to entry pusat-pusat pengetahuan itu sepenuhnya hilang.

Apa yang dilakukan oleh sejumlah alumni ITB dengan menggalang Beasiswa ITB untuk Semua (BIUS) layak ditiru. Bukan hanya menggalang dana, tim ini mengerahkan para relawan untuk menemukan anak-anak berprestasi, memastikan mereka ikut tes, membiayai perjalanan mereka.

Tim juga memberi bimbingan ‘kecerdasan praktis’ ketika mereka diterima agar tidak mengalami gegar budaya ketika menghadapi dunia yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Jadi, anak-anak potensial itu benar-benar diharapkan worry free.

Tetapi, bukankah lebih afdol jika negara benar-benar mampu menghapuskan barrier to entry yang didasarkan pemilahan kaya dan miskin di pusat-pusat pengetahuan itu?

Orang baik yang siap menolong dengan upaya sporadis seperti para relawan dan sponsor BIUS itu selalu ada. Akan tetapi, pasti lebih utama jika ada kebijakan yang cerdas dari negara yang baik agar cerita pilu Langan dan Lintang tidak terulang-ulang dengan tokoh yang berganti-ganti.

Tulisan ini dimuat di Bisnis Indonesia edisi 1 September 2009, hal m6