28 Desember 2012

Bersepeda Kurang Aman?


Mengapa bersepeda di jalan raya cenderung kurang aman? Karena, dalam berbagai aspek, sepeda sangat berbeda dengan rata-rata kendaraan lain. Ukuran sepeda jauh lebih kecil daripada ukuran rata-rata kendaraan seperti motor dan apalagi mobil atau bahkan bus dan truk.

Kecepatan rata-ratanya juga jauh lebih rendah dibandingkan laju rata-rata kendaraan lain yang dominan di jalan raya.

Akselerasinya pun kalah jauh. Untuk menggenjot dari berhenti menuju kecepatan 20km per jam pada sepeda perlu waktu lebih lama daripada hal serupa pada motor dan mobil. Di sisi lain, kepakeman remnya juga kalah.

Pada dasarnya, berkendara paling aman itu bila kita sama atau mirip dengan rata-rata kendaraan lain baik dalam hal ukuran, kecepatan, akselerasi, maupun pengereman.

Foto sepeda diambil dari sausedo dot net

Wiyasa dan Ganapati


Mahabharata adalah sebuah cerita besar. Di Jawa kebanyakan orang mengertinya sebagai cerita wayang. Mahabharata dikarang oleh Resi Wiyasa atau Begawan Wiyasa atau Vyasa.

Dalam cerita mengenai asal-usul pembukuan Mahabharata, C. Rajagopalachari menyatakan bahwa Resi Wiyasa meminta kepada seseorang bernama Ganapati untuk menjadi juru tulisnya.

Ganapati mengajukan syarat: Wiyasa harus mendiktekan cerita tanpa jeda. Sebab, pena Ganapati tak boleh berhenti.

Nah, bubungan antara Wiyasa dan Ganapati ini menggelitikku. Ganapati bisa menjadi sebuah kiasan mengenai medium yang tak boleh berhenti beredar, tak bisa berhenti turbit. Ini bisa seperti media massa, atau katakanlah koran.

Jadi, hubungan Wiyasa-Ganapati ini bisa mirip hubungan antara penulis cerita bersambung (cembung) dengan pengelola koran. Penulis cerbung gak boleh berhenti berkisah karena tiap hari harus terbit ceritanya.

Memang ada juga sih media yang minta penulis menyelesaikan cerita lengkapnya dulu baru dimuat secara bersambung. Akan tetapi, untuk kasus cerbung yang belasan atau likuran tahun baru tamat, misalnya cerita Api di Bukit Menoreh, tentu pola seperti Wiyasa dan Ganapati lah yang berlaku. Wallahu a’lam.

Gambar wayang Gatotkaca diambil dari IndoArtNet

Antrean dan Kecepatan

Anak sulungku biasanya sangat senang kalau kami berada paling depan dalam antrean kendaraan. Dia mungkin merasa ayahnya, atau kendaraan ayahnya, adalah yang paling hebat karena berada paling depan dalam iring-iringan.


Namun, benarkah paling depan dalam antrean itu paling hebat karena paling cepat?
Saya justru berpikir lain.

Berada paling depan dalam antrean/iring-iringan bukan berarti yang tercepat. Bisa jadi malah yangg paling lambat. Buktinya, semua kendaraan lain bisa menguntit di belakang kita. Bisa jadi kitalah sumber kelambatan atau iring-iringan itu. Kalau saja kita bisa lebih cepat, iring-iringan mungkin tak perlu terjadi. Jalanan lebih lancar. Mungkin ini akan terasa banget ketika kita mengemudikan kendaraan besar yang lambat seperti truk atau traktor. Semua kendaraan lain yang lebih cepat akan nempel di belakang kita. Kalau bisa nyalip dia akan menyalip. Kalau tidak bisa nyalip maka dia akan menjadi ”pengiring” kita.

Sebaliknya, berada paling belakang dalam antrean/iring-iringan kendaraan bukan berarti yang paling lambat. Bisa jadi malah yang tercepat karena terbukti bisa menyusul kendaraan-kendaraan yang di depan.

***
Antrean ada di mana-mana, bukan hanya soal kendaraan. Ada antrean karier, antrean jabatan, antrean kelulusan dan sebagainya. Kalau antrean kendaraan terjadi karena keterbatasan jalan, maka antrean lain juga terjadi karena keterbatasan sumber daya yang bersedia antuk mengakomodasi harapan.

Nah, berada di manakah kita dalam antrean sisi-sisi kehidupan itu? Paling depan atau paling belakang? Paling lambat atau paling cepat?

Foto dikutip dari Solopos

10 Desember 2012

Pembatasan kendaraan berdasar nomor genap ganjil

Yang kupahami, aturan pembatasan berdasar nomor genap-ganjil itu kan masih kerangka. Praktiknya perlu detail soal jam, jalan mana, serta hari apa.

Sama dengan 3 in 1, bukan berarti mobil yang tidak berpenumpang 3 orang tidak boleh masuk Jakarta. Aturan 3 in 1 kan ada jamnya, ada lokasinya, dan ada harinya. Begitu juga car free day.

Kita masih perlu melihat bagaimana detail aturan nomor genap ganjil itu.

Antara kereta dan bus

Kereta adalah sosialisme, mobil adalah kapitalisme.

Kereta harus didesain secara holistik antara kendaraan, jalan, terminal, tempat parkir, bengkel, sampai jadwal perjalanannya. Adapun mobil bisa didesain terpisah-pisah. Masing-masing bagian dengan kecenderungan dan keterbatasan sendiri.

Kereta mengatasi macet, mobil bikin macet.
Kereta berbagi, mobil berebut.