27 Januari 2009

Kenyataan dan harapan

Hidup adalah kenyataan. Tapi untuk menjalaninya, orang butuh harapan. Konon, hidup tidak asyik kalau tidak ada harapan. Dan, pesan Tuhan, manusia tidak boleh putus harapan.

Lalu, mengapa ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan? Mengapa manusia harus mengalami hal-hal yang tidak sesuai dengan harapannya? Mengapa kita diizinkan, bahkan disuruh, punya harapan, akan tetapi harus juga siap untuk kecewa?

Ini adalah pertanyaan tua. Sudah muncul sejak manusia ada. Dan sudah berpuluh, beribu, berjuta orang pandai berusaha menjawabnya. Tetapi, setiap orang toh tetap juga butuh penjelasan yang berdasarkan pengalamannya sendiri. Jadi, saya pikir, tidak apa saya berbagi mengenai hal-hal yang sudah banyak dikupas oleh para ahli agama, para filosof, para penulis cerita, para orang tua, maupun para manusia biasa.

***
Benarkah kenyataan itu selalu lebih baik daripada harapan?

Kenyataan (atau takdir atau apa yang terjadi) memang selalu lebih baik daripada harapan. Kalau pun sekilas tampak sebaliknya, itu hanya karena perbedaan sudut pandang saja.

Kenyataan itu dibangun oleh sangat banyak variable riil, sedangkan harapan diuntai dengan sedikit variable yang seringkali tidak riil atau bahkan tidak masuk akal.
Misalnya, kenyataan bahwa kita bertemu seorang kawan lama di sebuah toko, itu dibangun oleh banyak peristiwa sebelumnya. Bisa jadi sangat banyak peristiwa sebelumnya seperti kebutuhan untuk ke toko, pemilihan waktu belanja, kendaraan yang digunakan, toko yang dipilih, dan sebagainya. Harapan, biasanya tidak mempertimbangkan begitu banyak hal detil.

Dengan demikian, kenyataan memang suatu yang masuk akal. Suatu hal yang selalu bisa dirunut kronologinya maupun sebab akibatnya. Itu sebabnya kenyataan bisa dijelaskan secara ilmiah melalui teori-teori ilmu eksakta maupun non eksakta. Kenyataan itu masuk akal, sedangkan harapan seringkali berdasarkan impian yang muluk-muluk, menafikan berbagai realitas, serta mengandalkan imajinasi yang tidak dibatasi hukum alam.

Kesimpulan sementara, kenyataan itu suatu hal yang terbaik untuk seluruh alam semesta. Adapun harapan, mungkin saja terbaik untuk satu atau beberapa elemen saja, misalnya terbaik untuk yang berharap saja, tetapi bukan terbaik untuk seluruh elemen alam semesta.

Wallahu alam.

1 komentar:

Setyardi Widodo mengatakan...

Copy paste dari Facebook

Indra Mulyadi at 2:58pm January 27
Harapan itu harus ada untuk motivasi, sedangkan kenyataan adalah teqdir yang mau nggak mau kita terima, namanya juga kenyataan.

Kesit Sususilowati at 9:30pm January 27
oh... begitu sulit aku merenungkannya...

Heru Nugroho at 11:32am January 28
Ada yg bilang, harapan vs realitas merupakan visualisasi dari macro cosmos vs micro cosmos. Gaya dan energi kedua belah pihak tetep harus eksis, kita cuma perlu melakukan harmonisasi diantara kedua-nya...

Indra Mulyadi at 12:25pm January 28
ringkasnya bisa dianggap begini aja kali ... harapan = rencana, kenyataan = keputusan. Kita hanya bisa berencana, keputusan tetap sama yang maha esa.

Roni Yunianto at 12:34pm January 28
selalu ada niat dalam harapan, dan pada akhirnya selalu ada hikmah dalam kenyataan =)

Eries 'Ires' Adlin at 5:49pm January 28
Rolling Stones bilang, You can't always get what you want tuh

Estananto Estananto at 12:01am January 29
seandainya semua orang jadi Raja Midas, nggak terbayang pasti semua mati karena jadi emas...

Setyardi 'Kelik' Widodo at 3:06pm January 29
@pak indra, setuju
@mbak uci, masak sih?
@mas roni, wah bagus tuh kata mutiaranya
@uda sutan, nyanyiin donk
@mas nano, kayaknya lebih menarik jadi raja migas, hehe

Nain Schoen at 4:08pm January 29
Mas, kalau dihitung berapa persen sih harapan yang terwujud selama kita melakukan kegiatan berharap pada masa hidup awak?

Setyardi 'Kelik' Widodo at 5:36pm January 29
@nain, menghitungnya mau berdasarkan unit (jumlah harapan) atau berdasarkan nilai dari harapan-harapan itu? hehehe

Yadi Nurhayadi at 1:55pm January 30
Capek jg Lik mikirin kenyataan versus harapan. Kehidupan dgn segala isinya ini kan permainan Tuhan, yg kata-Nya ada hikmahnya. Tuhan menciptakan kita spy kita mengabdi kpd-Nya, ya kita terima saja. Mau protes bagaimana?
Banyak premis yg tdk bisa terbantahkan bhw hidup ini memang senda gurau belaka. Ayatnya ada hadis sahihnya juga ada. Bahkan di hadis itu nilai dunia sangat rendah. Tapi di antaranya menurut logikaku sbb. Pertama, kt tdk pernah minta diciptakan, toh Tuhan tetap menciptakan kt dgn mengemban amanat yg berat. Kedua, Tuhan membuat aturan agar kt mengabdi pd-Nya, tp Tuhan jg melengkapi kt dgn hawa nafsu, penyakit, kekurangan jasmani, binatang jahat, racun dsb. Semuanya banyak menghambat kita dalam mengabdi pada-Nya, sehingga sangat sedikit yg mampu total mengabdi. Ketiga, Tuhan menciptakan syurga dan neraka. Karena sangat sedikit yang mampu total mengabdi pada-Nya, sudah tentu sebagian besar manusia akan masuk neraka. Logikanya begitu. Bersambung...

Setyardi 'Kelik' Widodo at 2:08pm January 30
Yad, tepat sekali pandanganmu itu. Jadi, kita sudah terlanjur dijebloskan ke dunia dan tidak punya banyak pilihan lagi.

Yadi Nurhayadi at 2:12pm January 30
Pikiran kerdil manusia akan mempertanyakan, "Lho, jika begitu apa benar Tuhan menciptakan kita sekedar untuk senda gurau-Nya?" Dari berbagai premis dan logikaku, aku berkata, "Ya!" Tapi karena aku sudah tahu tujuanku diciptakan, serta banyaknya hal yang akan meracuni pengabdianku kepada Tuhan, dan aku juga tidak mau masuk neraka, ya aku pasrah saja utk selalu mengabdi pada-Nya. Minimal selalu membina komunikasi dengan-Nya di dalam hati. Mau gimana lagi, sudah mentok, gak bs protes. Itu pendapatku.
Bandingkan dengan jika kita membuat robot. Tentu kita membuatnya untuk tetap teratur bekerja sesuai maunya kita. Tapi Tuhan tidak begitu menciptakan kita.
Tuhan itu serba Maha. Trilyunan koneksi sebab akibat diciptakan-Nya menjadi permasalahan dan kenyataan-kenyataan kita. Semuanya bisa menjadi logis, bahkan hukum alam bisa kita hitung. Tapi menghitung seluruhnya kita tidak akan sanggup. Dia memang Maha Berencana, dan dengan sifat Mahatahu-Nya Dia pun tentu tahu bagaimana kita nanti.

Setyardi 'Kelik' Widodo at 2:15pm January 30
Setuju setuju setuju, pol

Elah Djamilah at 7:57am February 9
nuhun artikelnya, yg penting kita jagan sll memepertanyakan "kenapa dulu tidak begini dan begitu" seperti seorangbyg tidak mau menerima