13 Oktober 2008

Antara travel dan bus

Sopir bus yang melayani orang kecil umumnya lebih ‘berkuasa’ dibandingkan dengan sopir travel yang melayani orang-orang mapan. Ini mengikuti 'hukum kekekalan kekuasaan'.

***
Jumat malam dan Senin pagi saya naik travel dari Jakarta ke Bandung dan sebaliknya. Naik travel ini merupakan pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir. Selama tiga bulan terakhir itu saya lebih sering membawa mobil atau naik bus, tidak naik travel.

Ketika menembus tol dalam kota di tengah jalan yang padat dengan mengambil jalur kanan saya seperti mengalami déjà vu. Perasaan saya ketika itu persis seperti perasaan pada Februari 2008 ketika Sekar dirawat di RS Advent Bandung karena demam berdarah.

Ketika itu setiap hari selama sepekan saya pulang-balik Jakarta-Bandung. Pulang kantor naik travel terakhir ke Bandung, lalu paginya kembali ke Jakarta naik travel juga. Beruntung bahwa posisi RS Advent itu di jalan Cipaganti sehingga saya bisa naik dan turun travel dari depan kantor sampai depan rumah sakit.

***
Dalam perjalanan itu saya mengamati bahwa kekuasaan sopir travel agaknya tidak sebesar kekuasaan sopir bus. Sopir travel harus melayani orang-orang mapan yang masing-masing punya keinginan untuk berhenti/ turun pada posisi yang berbeda-beda.

Adapun sopir bus umumnya punya kekuasaan yang relatif besar. Penumpang tidak bisa sembarangan mengajukan permintaan kepada sopir bus. Mereka juga seringkali melanggar aturan merokok tanpa ada yang bisa mengingatkan.

Kekuasaan barangkali mirip dengan energi. Pola distribusi dan penumpukan kekuasaan itu agaknya mengikuti ‘hukum kekekalan kekuasaan’.

Kekuasaan banyak mengumpul pada diri sopir bus sehingga kekuasaan penumpang mengecil. Sebaliknya, pada travel, kekuasaan terdistribusi kepada para penumpang sehingga otoritas sopir mengecil.

Wallahu a’lam

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Ada beberapa kemungkinan Do:
a. Mau ada media baru ditempat kerja yang sekarang ya?
b. Kamu naek jabatan kah?
c. Gimana kabarnya LJH dan AB?

hehehehe

Setyardi Widodo mengatakan...

terima kasih kang Rommy. maksudnya kemungkinan itu bagaimana ya? terjadi satu di antara tiga itu? atau terjadi ke-tiga-tiga-nya? bukankah yang nomor tiga itu pertanyaan bukan kemungkinan? atau jangan-jangan pertanyaan mengenai kemungkinan?

nuhun ah...