28 November 2011

Rahwana sebagai pahlawan kebaikan


Rahuvana Tattwa adalah kisah mengenai pertentangan Rama dengan Rahwana, namun dengan pendekatan yang berbeda dibandingkan apa yang dipahami masyarakat pada umumnya mengenai kisah Ramayana. Rahuvana Tattwa artinya kisah sejati tentang Rahwana.

Rahwana selama ini dikenal sebagai tokoh raksasa yang menculik Sinta dari suaminya, Rama. Rahwana dikenal memiliki 10 wajah (dasamuka) dan digambarkan sebagai tokoh jahat yang menebar kerusakan. Anehnya, dalam perang Rahwana didukung oleh semua kerabat dan punggawanya kecuali Wibisana.

Adapun Rama selalu digambarkan sebagai tokoh baik, teraniaya, mengembara menembus hutan. Dia didukung oleh pasukan kera di bawah kepemimpinan Sugriwa ---yang merebut kuasa dari kakaknya, Subali.

Agus Sunyoto, pengarang Rahuvana Tattwa, menyajikan pendekatan yang berbeda. Menurut dia, kisah Ramayana yang populer beredar, yang berpangkal dari karya Walmiki, merupakan karya yang terlalu mengagungkan pemenang, yakni Rama dan sekutunya.

Agus mencoba memahami cerita dari sisi Rahwana. Dia digambarkan sebagai tokoh pribumi (suku Dravida) yang berjuang melawan Rama yang berasal dari bangsa Arya.

Rahwana berasal dari keturunan Dewi Raksa (sehingga disebut Raksasa). Adapun Rama berasal dari keturunan Mannu (sehingga disebut Mannussa). Rahwana adalah tokoh yang mendapat dukungan kuat dari seluruh kerabat, bangsa, dan pasukannya, berbeda dengan Rama yang hanya didukung oleh adiknya, Laksmana, serta para kera. Bagaimana mungkin raja lalim justru mendapat dukungan begitu kuat sementara raja yang baik justru minim dukungan keluarga?

Rahwana memperlakukan Sinta selalu dengan baik dan lembut, dalam versi cerita mana pun, karena dia berasal dari kebudayaan matrilineal. Adapun Rama justru memperlakukan Sinta dengan dingin (menolaknya setelah pembebasan seusai perang, mengizinkannya membakar diri, kemudian mengucilkannya sehingga Sinta memilih agar ditelan bumi dalam gempa) karena Rama berasal dari budaya yang terlalu mengagungkan lelaki.

Dalam konteks itu pula pertentangan antara Sarpanaka (adik Rahwana) yang menyatakan tertarik kepada Rama dan Laksmana dipahami, namun menimbulkan salah paham bagi pengikut budaya patriark.

Rahuvana digambarkan sebagai penyembah Siwa, sedangkan Rama merupakan penyembah Wisnu (dalam cerita biasanya Rama memang digambarkan sebagai titisan Wisnu). Saya tidak begitu mengerti perbedaan di antara keduanya, namun cerita memang mengisahkan pertentangan di antara mereka.

Rahuvana berasal dari negeri dengan banyak bangunan megah (yang dibakar dalam kerusuhan yang dibuat oleh Hanuman dengan dukungan Bibisana), sedangkan Rama berkelana di hutan dengan dukungan kelompok Sugriwa yang tinggal di gua-gua.

Buku ini juga mempertanyakan sikap Rama yang selama ini dianggap tokoh baik dan ksatria, kok membokong Subali ketika Subali justru dicurangi oleh adiknya, Sugriwa.

***
Agus Sunyoto adalah orang Indonesia, namun cerita ini tampak dikemas dengan penguasaan bahasa Sansekerta yang baik. Banyak nama disertai arti bahasanya. Misalnya, Rahuvana artinya kendaraan (dewa) Rahu, Indrajit artinya penakluk Indra, Danaswara artinya tuan dari orang kaya (dalam wayang jawa disebut Danaraja), dan seterusnya.

Cerita ini juga dikemas dengan semua tokohnya berupa manusia, hanya berbeda wangsa. Misalnya wangsa raksasa, wangsa wanara (dalam cerita biasa disebut kera), wangsa gandarwa, dan sebagainya. Tidak ada kera, demon, burung, seperti dalam cerita Ramayana pada umumnya.

Cerita menjadi lebih masuk akal karena melibatkan intrik politik seperti yang ditempuh Wibisana dalam upaya menggulingkan kakaknya, Sugriwa dalam merebut kuasa dari Subali. Juga menarik mengamati bagaimana gaya membual para tokoh Kiskindha yang berasal dari wangsa wanara.

Meski begitu, secara umum cerita ini masih seperti cerita wayang pada umumnya. Ada dewa-dewa yang campur aduk kuasanya dengan manusia hebat, ada orang-orang sakti, ada supata alias kutukan, serta ada berbagai keajaiban.

Bagi saya yang tidak mengerti geograsi dan demografi India, cerita Rahuvana Tattwa ini amatlah menarik. Buku setebal 744 halaman terbitan LKiS yang dijual amat murah di pameran, Rp15 ribu, ini benar-benar menawarkan sudut pandang baru yang tidak linier.

1 komentar:

chaoshirt mengatakan...

sangat menarik, menggelitik... banyak pertanyaan kritis tentang Rahwana dan Rama yang seolah mendapat kawan sepemikiran setelah membaca buku ini...