27 November 2011

Si malang dan si sial (antara beruntung & bersyukur)


Membaca buku Luck Factor mengingatkan saya tentang cerita mengenai orang bernasib sengsara yang saya baca dalam majalah bahasa Jawa, Jaya Baya, sewaktu saya kecil.

Ceritanya kira-kira begini. Ada orang yang nasibnya dikenal malang terus menerus. Miskin dan banyak sial. Suatu ketika Raja ingin membantu orang tersebut, namun dengan cara terselubung.

Sang Raja menghadiahkan sebuah blewah (semacam semangka) yang di dalamnya telah diisi dengan emas dan barang berharga. Bukannya dibawa pulang, buah blewah itu malah dijual di pasar sehingga si orang malang itu tidak jadi menikmati emas yang semula ditujukan untuk dirinya.

Sang Raja pun mencoba cara lain. Kali ini si orang malang itu diberi sebatang bambu. Tentu saja di dalamnya juga diisi dengan emas, uang, dan barang berharga. Bukannya dibawa pulang, dipakai, atau dibuka, bambu itu malah diberikan pada orang lain karena si orang yang malang itu merasa bahwa batang bambu itu terlampau berat.

Kalau tidak salah, ada satu langkah lagi yang ditempuh Sang Raja untuk membantu si orang yang malang itu tanpa terlihat. Tapi lagi-lagi gagal. Lalu sampailah pada kesimpulan bahwa orang itu memang malang. Tidak kuat menerima kekayaan, kebahagiaan dan semacamnya.


***Kesempatan sama, hidup berbeda
Richard Wiseman, seorang psikolog dan pesulap, mencoba membuat eksperiman yang menyangkut keberuntungan. Dia telah membuat berbagai kuesioner lalu mendapatkan dua orang responden yang akan diuji.

Responden pertama diambil dari orang-orang yang mengaku bahwa dirinya dan hidupnya penuh keberuntungan, sedangkan responden kedua diambil dari orang yang merasa bahwa kehidupannya penuh kemalangan.

Dua orang itu diundang ke restoran yang sama dan dipasangi ‘jebakan’ yang sama. Ada uang yang diletakkan di dekat pintu masuk. Lalu ada empat meja yang masing-masing sudah diduduki oleh anggota tim Wiseman. Salah satu meja itu diduduki oleh anggota tim yang merupakan seorang pengusaha sukses, dan tiga lainnya diduduki orang biasa.

Hasilnya ternyata kok mirip cerita rakyat waktu saya kecil dulu. Yang beruntung enak terus, sementara orang yang merasa malang dapat sialnya terus.

Orang yang merasa hidupnya beruntung datang lebih awal dan menemukan ada uang tergeletak di dekat pintu. Dia lalu masuk dan duduk memilih kursi di sebelah pengusaha sukses. Bukannya diam, dia membuka percakapan lalu mengalirlah banyak informasi dan komunikasi yang menyenangkan.

Kesannya tentang acara yang dijalaninya pun serba menyenangkan.

Lain lagi dengan kondisi orang yang malang. Sebelum orang malang itu datang, seseorang yang di luar rencana ternyata melihat ada uang di depan pintu, lalu mengambilnya. Tim Wiseman menaruh kembali uang yang lain di tempat itu. Ketika orang malang itu datang, ternyata dia tidak melihat ada uang di sana. Dia terus saja masuk ke restoran.

Sama dengan orang yang beruntung, dia juga duduk satu meja dengan pengusaha sukses. Alih-alih membuka percakapan dan komunikasi, orang yang malang itu diam dan sibuk dengan dirinya sendiri. Waktu terus berlalu dan tidak ada komunikasi yang terjadi antara dirinya dengan si pengusaha sukses.

Ketika ditanya kesannya tentang acara yang dijalaninya, tidak ada hal menarik yang didapatkan.

***Prinsip keberuntungan
Wiseman menyimpulkan bahwa Martin dan Brenda, dua orang relawan yang ikut dalam eksperimen itu, mendapat kesempatan yang sama namun menjalani hidup yang berbeda.
Kira-kira, Martin si merasa beruntung, memiliki beberapa sifat yang kadarnya lebih besar daripada Brenda, si malang, dalam hal:

1. Bercakap-cakap dengan orang asing yang baru dikenal. Buktinya dia ngobrol dengan orang asing yang duduk di dekatnya di dalam restoran atau café itu.

2. Kecenderungan untuk khawatir dan merasa gelisah tentang hidup. Rileks menghadapi hidup itulah yang memungkinkan orang bisa menemukan uang di jalan dan melihat hal-hal yang tidak dilihat oleh orang yang cenderung ‘tegang’ menjalani hidup seperti Brenda.

3. Keterbukaan terbuka mencoba pengalaman baru.

Ada bermacam pengamatan dan percobaan yang diungkapkan Wiseman dalam mengenali ciri-ciri orang yang beruntung. Dia meringkasnya dalam 12 subprinsip yang tergabung dalam empat prinsip besar. Tiga subprinsip di atas merupakan bagian dari empat prinsip besar. Prinsip dan subprinsip keberuntungan menurut Wiseman sebagai berikut:

A. Memaksimalkan kesempatan keberuntungan
1. Orang yang beruntung menjaga jaringan keberuntungan yang kuat
2. Orang beruntung menjalani hidup lebih santai
3. Orang yang beruntung terbuka terhadap pengalaman baru

B. Mendengarkan prinsip keberuntungan
4. Orang yang beruntung mendengarkan insting dan perasaan mereka
5. Orang yang beruntung mengambil langkah untuk meningkatkan intuisi mereka

C. Harapan kemujuran
6. Orang beruntung berharap kemujuran mereka berlanjut pada masa mendatang.
7. Orang beruntung berusaha meraih sasaran mereka, bahkan ketika kemungkinannya tampak kecil.
8. Orang beruntung berharap interaksi mereka dengan orang lain akan berhasil dan menguntungkan.

D. Ubah kemalangan menjadi kemujuran
9. Orang beruntung melihat sisi positif dari kemalangan mereka.
10. Orang yang beruntung yakin kemalangan apa pun dalam hidup mereka, dalam jangka panjang, akan menjadi kebaikan.
11. Orang yang beruntung tidak lama-lama meratapi kemalangan mereka.
12. Orang yang beruntung mengambil langkah membangun untuk mencegah datangnya kemalangan pada masa mendatang.


***Bersyukur
Nah, dalam prinsip D (nomor 9-12), saya melihat yang dimaksud dengan orang beruntung dalam banyak hal adalah orang yang pandai bersyukur. Intinya, mereka menyadari bahwa ada hal lebih buruk yang bisa jadi menimpa mereka. Untungnya mereka kok cuma mendapat kemalangan segitu. Coba kalau tertimpa kemalangan yang lebih besar. Dari sanalah muncul perasaan merasa beruntung alias bersyukur itu.

Wiseman mencoba membuktikan itu dengan mewawancarai banyak orang dan membandingkan respons berbeda antara orang yang merasa beruntung dengan merasa sial atas suatu peristiwa yang mirip.

***Rileks
Pengarang buku ini juga mengungkapkan temuan menarik mengenai orang yang lebih rileks menghadapi hidup. Beberapa relawan ditanya mengenai jumlah foto yang dimuat dalam sebuah koran. Semua orang sibuk menghitung foto, dan tidak satupun yang menemukan bahwa di salah satu halaman termuat tulisan besar bahwa jumlah foto ada 43 buah. Juga, tidak ada yang menemukan tulisan yang bisa membuat mereka mendapatkan hadiah 100 pounsterling jika berhasil menemukannya.

Semua orang fokus pada sesuatu yang diperintahkan otak, kurang rileks, sehingga tidak melihat ada peluang lain yang lebih menguntungkan. Wiseman yang tukang sulap memperkuat dugaannya ini dengan permainan kartu yang memang khas tukang sulap.

Buku ini memang menarik. Kalau mau beli, harga normalnya Rp48 ribu. Kalau di pameran buku atau toko buku diskon harganya tentu lebih murah. Wallahu a’lam.