
Tadi malam saya mengalami hal yang mengerikan sebagai pengendara mobil. Salah satu roda mobil saya terlepas ketika mobil sedang berjalan di Tol Jagorawi di tengah malam yang gelap gulita.
Saya pulang dari kantor sekitar jam 21.15. Jalanan, termasuk tol dalam kota, relatif lancer. Sampai di Tol Jagorawi (sekitar km 9 atau 10, menjelang pintu tol Cibubur), saya merasakan sesuatu yang aneh pada ban.
Ada suara keras (wuk-wuk-wuk) dan goyang-goyang seperti ban kempes. Saya dan Hendra (teman kantor yang rumahnya di Cibinong yang kebetulan pulang bersama) segera turun. Kami periksa roda dan kaki-kaki. Tidak tampak gejala yang aneh. Ban tidak kempes, tidak ada tanda-tanda besi yang patah. Kami tidak memeriksa mur roda, karena tidak ada pemikiran ke arah itu. Saya coba goyang-goyangkan roda, tidak menemukan hal yang aneh. Tampaknya posisinya kokoh. Suasana gelap, kami hanya mengandalkan lampu dari kendaraan yang lewat.
Kami coba naik kembali, lalu mobil saya jalankan sekitar 10 meter. Muncul suara yang aneh-aneh dari sisi kiri bawah. Kami pun turun kembali. Saya menduga ada bagian dari kaki-kaki mobil yang mungkin patah.
Lalu saya naik ke mobil, menjalankan kendaraan barang 10 meter, Hendra mengawasi dari luar, melihat apa yang kira-kira salah dengan mobil ini. Tidak menemukan apa-apa.
Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan saja pelan-pelan ke arah rumah yang masih 16 km atau 17km di depan sana. Posisi Hendra saya minta pindah dari kiri depan ke kanan belakang karena tampaknya masalah ada pada sisi kiri mobil.
Sebuah mobil derek mendekat, tetapi petugasnya tidak turun. Mereka membayangi kami dari belakang.
Saya jalan pelan-pelan melalui bahu jalan (jalur darurat) sekitar setengah kilometer. Tidak lagi muncul suara-suara aneh. Saya berharap mudah-mudahan semuanya aman. Mobil derek masih terus mengikuti kami.
Saya pikir kalau jalan terus di bahu jalan, bisa ditilang polisi dan disuruh keluar di pintu tol Cibubur. Repot betul. Jadi saya coba ambil ke kanan, masuk ke lajur paling kiri. Berjalan dengan kecepatan 30km per jam-40km per jam, merayap di belakang truk-truk.
Tiba-tiba, muncul suara sangat keras dari salah satu bagian mobil. Disusul dengan posisi mobil yang agak miring ke kiri, serta deritan keras hasil gesekan antara logam dengan aspal. Saya rem sebisanya dan kami pun menepi, persis di depan proyek pembangunan tempat istirahat menjelang pintu tol Cibubur.
Begitu keluar dari mobil saya merasakan bau menyengat karet terbakar. Lalu tampak di belakang sana, sekitar 50 meter di belakang mobilku, seorang petugas dari mobil derek sedang mengamankan sebuah roda yang tergeletak antara jalur darurat dengan lajur paling kiri.
Saya periksa roda, masya Allah, roda kiri belakang saya sudah lepas.
***
Kami tentu saja bersyukur bahwa kami tidak mengalami cedera karena masalah ini. Roda juga tidak meluncur ke tengah jalan yang bisa menyebabkan kecelakaan beruntun bagi kendaraan yang menabraknya. Alhamdulillah, terima kasih Yaa Allah.
Saya sempat bingung bagaimana cara memasang satu roda ini tanpa mur. Lalu saya ingat iklan sebuah produk susu. Tiap roda sebenarnya memiliki 4 mur-sekrup. Hilang 4 berarti masih ada 12 mur untuk 4 roda. Jadi, kami ambil satu mur dari masing-masing roda yang tersisa, lalu kami pasang pada roda yang lepas. Alhamdulillah. Masalah untuk sementara teratasi dan saya bisa pulang sampai rumah dengan selamat.
Paginya mobil saya bawa ke bengkel. Pasang 4 mur baru. Ternyata bemper belakang rusak karena terpukul roda yang lepas, pipa rem juga rusak karena benturan. Ada karet di bagian kaki-kaki yang juga rusak karena bergesekan dengan aspal.
Semuanya habis biaya Rp180.000. Porsi mahal ternyata adalah spooring (setting ulang posisi kaki-kaki) yang menghabiskan lebih dari setengah biaya itu.
***
Problem pada roda kanan belakang ini sebenarnya bisa dilacak sejak mudik Lebaran. Ketika pulang dari mudik, ban belakang sempat kempes di Cielunyi dan saya ganti di tol. Saya pasang sendiri ban serep yang sudah agak gundul karena ban aslinya benar-benar rusak tidak bisa dipakai lagi.
Beberapa hari kemudian saya beli ban bekas yang tidak gundul. Nah sejak pengalaman mengganti ban di tol itu, lalu membeli ban bekas, saya seperti terobsesi untuk mencoba mengganti ban sendiri lagi. Saya merasa teknik saya mengganti ban ketika itu ada yang keliru. Saya ingin mempraktikan teknik baru yang lebih baik dalam mengganti ban.
Setelah sekian lama keinginan itu mendesak, ditambah kekhawatiran akan ban gundul yang masih terpasang, maka kemarin pagi saya beranikan diri mengganti ban sendiri di rumah.
Kesalahan terbesar saya adalah tidak memasang mur dengan benar-benar kuat. Saya merasa sudah cukup kuat untuk mengikat roda sekaligus tidak terlalu sulit untuk sewaktu-waktu dibuka kembali. Saya memilih posisi tengah-tengah ini.
Dan begitulah hasilnya.
***
Sebenarnya secara teoritik saya sudah tahu cukup banyak soal mengganti ban. Saya baca bahwa uliran mur minimal tujuh kali. Saya juga pernah mendengar cerita seorang teman kantor bahwa ponakannya membawa mobil dan rodanya lepas. Seorang teman lain menimpali bahwa roda lepas itu pasti ada gejalanya.
Saya sudah ingat itu semua ketika mengganti roda. Semua teori itu benar-benar sudah nglothok dan saya fahami luar kepala. Tetapi ketika mengalami, saya tidak menduga bahwa persoalan bunyi-bunyi dan segala gejala itu berasal dari mur yang kendor, mur yang kurang kuat dipasangnya.
Jadi, pengetahuan teoritis itu saja ternyata tidak cukup. Perlu pengalaman riil atau melihat sendiri untuk tahu apa yang dimaksud dengan gejala-gejala dari sebuah kerusakan teknis pada mobil.
Dalam hal ini saya kembali bersyukur. Gusti Allah mengajarkan pengalaman yang sangat berharga ini kepada saya tanpa harus membuat saya (dan orang lain) celaka. Bandingkan dengan berita yang kita dengar sepanjang masa mudik, ada begitu banyak kecelakaan yang terjadi, fatal dan menyebabkan banyak nyawa meninggal, karena masalah ban dan roda ini. Alhamdulillah, terima kasih, yaa Allah.
***
Roda lepas ini sebenarnya bukan pengalaman gawat pertama saya berurusan dengan mobil. Pada Juni lalu, mobil yang sama ini mengalami putus timing belt di Tol Jagorawi km 16-km 17 di tengah malam.
Saat itu mobil melaju sekitar 70km per jam-80km per jam di lajur tengah. Tiba-tiba t-belt putus, mesin langsung mati dan semua system hidrolik, termasuk rem, tidak berfungsi. Jadi pedal rem sama sekali tidak bisa diinjak. Saya hanya mengandalkan rem tangan dan pasrah saja atas apa yang terjadi. Alhamdulillah semua baik-baik saja, saya berhasil menepi dengan aman. Putusnya t-belt ini sama sekali tidak terduga mengingat pemakaian baru sekitar 12.000 km, jauh di bawah standar usia t-belt yang rata-rata 40.000 km.
Bulan Agustus, masih merupakan dampak dari putusnya t-belt, mobil sempat mogok di Purwokerto malam-malam ketika saya pulang dari rumah sakit hanya bersama Sekar. Alhamdulillah, akhirnya masih bisa sampai rumah kakak dengan sangat pelan-pelan, gigi satu. Ternyata ada masalah dnegan kompresi dan mesin harus turun setengah.
Tahun lalu, sewaktu mengendarai mobil kakak (Mitsubishi Kuda) dari rumah sakit di Purworejo saya juga mengalami putus t-belt.
Empat tahun yang lalu, ketika ikut mudik kakak, ada masalah juga dengan kaki-kaki. Ada satu bagian kaki-kaki mobil yang tiba-tiba patah sehingga mobil langsung belok kanan tanpa bisa dicegah, dan menabrak motor. Untung tidak ada cidera yang serius. Lokasinya di daerah pedesaan sekitar Subang di jalur alternatif yang kecil ke arah Wado.
***
Mobilku ini memang sudah tua, hampir 9 tahun, dengan intensitas penggunaan sangat tinggi. Dalam keadaan normal, setiap pekan rata-rata saya memacunya 700 km (400 km untuk pulang pergi ke kantor 5 kali, serta 300 km untuk oulang pergi ke Bandung). Spedometernya sudah menunjukkan angka lebih dari 400.000 km, berarti sudah setara dengan 10 kali keliling bumi melalui Katulistiwa.
Kinerjanya sangat baik untuk harga yang sangat murah itu. Bagaimana pun, mengendarai mobil ini jauh lebih aman dan nyaman dibandingkan ke kantor naik motor. Naik mobil sendiri juga lebih menenangkan dibandingkan naik bus. Kalau naik bus setiap pulang saya selalu was-was masih ada bus ke Cibinong atau tidak malam ini karena pulang kantor hamper selalu mepet atau bahkan sesudah jadwal bus terakhir.
***
Setelah menjalani beberapa peristiwa gawat seputar mobil, ditambah dengan berbagai macam kerusakan yang tampaknya sepele di sana-sana, saya merasa sebaiknya para pengendara (atau pemilik) mobil mengetahui soal-soal teknis minimal dalam pengelolaan kendaraan.
Orang harus tahu hal-hal terpenting yang terkait dengabn mesin, roda, kaki-kaki, lampu, serta hal-hal dasar lainnya. Dan pengetahuan itu mestinya juga diberikan ketika seseorang baru belajar nyetir. Harus ada panduan baku mengenai soal-soal teknis semacam itu.
Majalah dan tabloid bidang otomotif mestinya berada pada garda terdepan dalam memberikan pendidikan soal-soal teknis penting itu, bukan hanya menonjolkan keuntungan dan kehebatan produk baru yang menjadi seperti iklan dan menggenjot sifat konsumtif.
Wallahu a’lam.