31 Mei 2009

Jatah umur dan teori tentang menunggu

Momentum ulang tahun mengingatkan saya mengenai jatah umur. Selalu ada teman yang dengan bijak menyatakan bahwa saat ulang tahun adalah saat di mana pengurangan usia kita justru diperingati. Momentum makin dekat dengan kematian tidak selayaknya dirayakan.

Dengan matematika sederhana tentu saja kita semua setuju bahwa berjalannya waktu yang ditandai dengan bertambahnya umur mendekatkan kita pada waktu ajal. Akan tetapi, pikiran saya terusik mengenai asumsi bahwa waktu ajal yang dijadikan acuan itu fixed. Bukankah ada hadits yang menyatakan bahwa silaturahim memanjangkan umur?

Yang juga menggelitik saya adalah tulisan Nassim Nicholas Thaleb mengenai menunggu dalam bukunya Black Swan.

“Makin lama Anda menunggu, makin lama pula Anda diharapkan menunggu. Misalkan Anda mengirimkan sepucuk surat kepada seorang pengarang terkenal. Anda tahu bahwa dia sibuk dan mungkin baru dua pekan ke depan dapat menjawab pesan Anda. Jika tiga pekan ke depan kotak pos Anda masih kosong, jangan berharap surat balasan akan datang besok. Sebaiknya Anda berharap surat itu akan datang kira-kira tiga pekan lagi. Jika tiga bulan kemudian surat balasan itu tidak datang, Anda harus menunggu satu tahun lagi. Tiap hari akan membawa Anda makin dekat kematian, namun makin jauh dari menerima surat balasan.”

Ini pernyataan lainnya yang lebih menarik. “Di sebuah negara maju, seorang bayi yang baru lahir diperkirakan meninggal 79 tahun kemudian. Ketika merayakan ulang tahunnya yang ke-79, harapan hidupnya, berdasarkan asumsi kesehatannya normal, adalah 10 tahun (bukan nol tahun). Pada usia 90 tahun, dia diharapkan hidup 4,7 tahun lagi (bukan minus 11 tahun). Pada usia 100 tahun, dia diharapkan hidup 2,5 tahun lagi (bukan minus 21 tahun).”

Jadi, harapan hidupnya memang berkurang, akan tetapi acuan batas kehidupannya juga bergerak, sesuai dengan pergerakan usianya.

Nah, kalau banyak ajang silaturahim (termasuk silaturahim virtual pada saat ulang tahun), tidakkah ini juga bisa dimaknai bahwa ada kemungkinan batas acuan kehidupan ikut bergerak ke depan kendati sisa harapan hidupnya berkurang? Atau bahkan ada kondisi tertentu yang membuat angka harapan hidup juga meningkat seriing berjalannya waktu, misalnya karena hidupnya semakin sehat??

Wallahu alam.

Tidak ada komentar: