16 Juni 2010

Belajar dari Sang Penakluk


Genghis Khan adalah salah satu penakluk terbesar dunia. Kekuasaan yang dihimpunnya membentang dari Samudra Pasifik hingga Laut Kaspia. Ini setara dengan empat kali lipat pencapaian Iskandar Agung, serta dua kali lipat wilayah kekaisaran Romawi. Anak dan cucu Genghis Khan berhasil melebarkan kekuasaannya hingga menjangkau daratan yang lebih jauh.

Genghis, kadang ditulis sebagai Jenghis atau Chingis, sewaktu muda diberi nama Temujin. Ayah Genghis, seorang pemimpin klan bernama Yusigei, terkesan dengan panglima pasukan musuh bernama Temujin. Maka anaknya yang kelak menjadi pendiri kekaisaran besar itu diberi nama Temujin.

Yusigei tewas ketika Genghis masih sangat muda. Keluarganya disingkirkan oleh rival-rival ayahnya yang sebenarnya berasal dari klan yang sama. Karena ditinggal ayahnya dan disingkirkan oleh pemuka klan, ibunya yang bernama Hoelin mengambil peran besar dalam kehidupan Ghengis.

Ghenghis mengenang ibunya dengan penghormatan yang tinggi. Ibunya terus berperan besar dalam kehidupan Genghis bahkan ketika dia telah menjadi seorang khan. Peran ibunya menonjol terutama dalam konflik-konflik keluarga.

Ketika masih remaja, Genghis bertengkar dengan saudara tirinya. Karena lepas kendali, dia membunuh saudara tirinya, Begter. Ibunya marah besar dalam kejadian ini. Nasihat ibunya dalam kejadian ini terus dikenangnya. Genghis muda belajar banyak dari kasus ini.

Dalam keadaan tersisih dan disingkirkan, Genghis berupaya menghimpun kembali kejayaan ayahnya yang pernah menjadi pemimpin klan. Langkahnya jelas tidak mudah.

John Man berusaha mengidentifikasi kelebihan yang dimiliki Genghis sehingga bisa meraih pencapaian yang luar biasa.

Dia berupaya merumuskan konteks apa yang membentuk Genghis Khan, dan apa yang ingin diubahnya, apa yang ingin dicapainya, perangkat apa yang digunakannya, kharisma dan hakikat daya tariknya, karakter dan sumber kepribadiannya, apa yang berhasil diraihnya, bagaimana moralitasnya, serta bagaimana menilai kelebihannya.

Buku ini memberikan perhatian besar terhadap masa muda, masa pembentukan Genghis. Dia adalah anak tertua dalam keluarga yang ditinggal oleh seorang ayah. Hal ini membentuk karakternya sebagai orang yang harus memikul tanggung jawab besar dalam keluarga.

Menyadari potensi dan posisinya, Genghis berupaya menjalin kembali aliansi dengan para bekas sahabat ayahnya dari klan lain. Salah satunya yang sangat berperan dalam meningkatkan kemampuan dan nilai tawar Genghis adalah Toghril.

Suatu ketika Genghis muda mengalami masalah karena istrinya, Borte, diculik oleh klan Merkit. Dia meminta bantuan Toghril untuk merebut kembali istrinya melalui operasi militer. Operasi itu sukses, namun berjalan lama. Yang lebih repot, hal itu menyisakan masalah terkait siapakah ayah dari anak tertua Borte yang diberi nama Jochi. Adik-adik Jochi sering menghinanya sebagai anak jadah atau anak Merkit.

Ini sempat menimbulkan konflik keluarga. Di sanalah terlihat peran Borte, Hoelin, dan Jochi begitu menonjol. John Man menggarisbawahi bagaimana langkah Genghis dalam mengatasi konflik keluarga.

Buku ini memberikan uraian menarik mengenai nilai-nilai yang dipegang teguh oleh Genghis seperti kesetiaan. Lawan dan kawannya tahu persis sikap Genghis dalam menghargai kesetiaan ini. Hal ini terlihat dari cara dia menghukum mati Jamukha, salah seorang sahabatnya di kala muda.

Menyadari keterbatasan kemampuan timnya dalam mengelola negara yang besar dan luas, Genghis pun mempekerjakan ahli-ahli dari China serta kawasan barat yang ditaklukkannya. John Man menyebutnya sebagai kemampuan untuk ‘mempekerjakan yang terbaik’.

John Man menutup buku ini dengan menguaraikan 18 kompetensi pribadi dan kompetisi sosial yang ada dalam diri Genghis Khan. (Setyardi Widodo)

*) Bisnis Indonesia edisi Minggu, 13 Juni 2010