09 Desember 2008

Langkah tepat downgrade produk ala Nokia


Nokia mengumumkan produk E63 yang bentuknya sama dengan E71 namun fiturnya lebih dekat ke E61i. Karena diluncurkan setelah E71 yang mahal dan lengkap itu, produk ini disebut sebagai downgrade dan dipasarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Bagi saya, ini menunjukkan perilaku responsif Nokia.

Sependek ingatan saya, E71 adalah produk ketiga Nokia yang mengadopsi desain QWERTY dan fisik mirip Blackberry. Sebelumnya, vendor dari Finlandia itu sudah membuat seri E61 yang berukuran besar, lalu disempurnakan dengan E61i yang ukurannya tetap besar akan tetapi lebih tipis dan sudah memiliki kamera.

Nokia E71 banyak dipuji sebagai terobosan bagus Nokia dalam menggarap pasar kelas atas. Akan tetapi, harganya yang kelewat mahal dibandingkan rival-rivalnya menurunkan minat konsumen. Apalagi sebagian konsumen yang menyukai desain QWERTY dan fisik E71 justru sudah mendapat kepuasan melalui Blackberry. Data terakhir menunjukkan harga Nokia E71 masih di atas Rp4,5 juta (sebelum dollar gonjang-ganjing).

Saya suka dengan desain E71. Saya juga suka dengan WiFi, sambungan 3,5G yang tertanam, kamera, serta bobotnya yang ringan serta ukurannya yang relatif mungil dibandingkan dengan E61 maupun E61i.

Akan tetapi saya tidak tertarik dengan harganya yang mahal, serta fitur GPS yang tidak bisa dipakai tanpa peta terpasang atau tanpa sambungan Internet tak terbatas untuk akses peta online.

Saya suka kamera pada ponsel. Tetapi resolusi 3 mega piksel bagiku berlebihan. Jadi, penghilangan GPS serta penurunan kualitas kamera seperti pada E63 sangat menarik bagiku. Apalagi, menurut pengumuman, harga jual E63 jauh di bawah E71. Bahkan juga di bawah E61i yang baru (kalau ada atau masih beredar).

***
Saya sebenarnya juga berharap langkah downgrade dilakukan oleh LG untuk produk Communicator KT610. Produk LG itu sebetulnya sudah termasuk Communicator murah, yaitu harga peluncuran sekitar Rp3,5 juta.

Akan tetapi, fitur GPS tidak berguna dan ketiadaan WiFi membuatnya kurang kompetitif. Apalagi potensi jual kembalinya tidak seperti merek Nokia. Kalau LG berhasil downgrade Communicator kemudian menjualnya dengan harga Rp2 jutaan, mungkin akan lebih laris.

Wallahu alam
Sumber gambar: GSMArena

Sakti sama dengan cepat?


Di tengah siang yang kesepian menjelang hari raya Idul Adha, saya sempat menonton pertandingan antara Oscar De La Hoya melawan Manny Pacquiao. Orang Filipina yang berwajah sangat ndeso itu membuktikan bahwa kesaktian jaman sekarang diwakili oleh kecepatan pukulan.

Tinju adalah perkelahian antara dua orang yang tidak saling memiliki masalah. Mereka bisa bersalaman dan ngobrol dengan damai atau santai, tidak punya masalah pribadi, tetapi bersedia berkelahi dan saling pukul sampai berdarah-darah, karena disuruh. Mereka itu pagmatis sekali: Kalau ada yang bersedia membayar dengan nilai tertentu maka mereka siap bertarung.

Oscar Dela La Hoya memiliki wajah yang tampan serta bentuk fisik yang ideal. Wajahnya yang tampak lembut membuatnya disebut sebagai 'Golden Boy'. Cara berbicaranya ketika diwawancara seusai pertandingan juga khas orang mapan. Orang yang sudah matang sebagai pesohor.

Sementara lawannya, Manny si orang Filipina, berwajah sangat ndeso, kayak wajah petani di Grabag sana. Kalau diamat-amati, wajahnya mirip dengan karakter kartun pendekar Betawi yang muncul dari komik karya Man. Dan ndesonya makin lengkap karena kata-katanya ketika diwawancara tidak serunut La Hoya.

Saya melihat pertarungan ini seperti melihat Surya Saputra melawan petani di kampungku. Tetapi begitulah, Manny Pacquiao ternyata berhasil mengalahkan La Hoya dengan cara TKO pada akhir ronde ke-8. Kemenangan yang tak terbantahkan dan tidak kontroversial. Telak.

Manny memiliki tubuh lebih kecil, bobot lebih ringan, jangkauan tangan lebih pendek. Akan tetapi, dia jauh lebih lincah dengan pukulan lebih keras. Sejak ronde pertama, dia sudah mengejutkan dengan keberhasilannya untuk memasukkan pukulan secara efektif ke wajah La Hoya.

Saya masih bisa mengamati dengan baik pukulan La Hoya. Namun setiap kali saya terkejut bagaimana si Manny yang berwajah ndeso itu bisa memasukkan pukulan tepat di muka La Hoya. Benar-benar sangat cepat dari arah yang tak terduga-duga.

Manny ternyata membuktikan bahwa keskatian di arena tinju diwujudkan melalui gerakan tubuh dan pukulan yang sangat sangat cepat.

Dan pertandingan ini sangat bersih. Tidak ada pelanggaran. Tidak ada rangkul-rangkulan, tidak ada pukulan ke arah belakang kepala, tidak ada bantingan dan sikutan, bahkan tidak ada satu pukulan pun yang sempat terlempar pas ketika bel berbunyi. Benar-benar bersih. Saya rasa ini termasuk tinju yang mengagumkan.

Sumber gambar: The Guardian

Mencari cara mengakali baterai netbook


Netbook adalah perangkat komputasi mobil yang enak ditenteng-tenteng. Fungsi dan harganya mirip dengan PDA, namun bentuk, sistem operasi, dan antar mukanya mengadopsi notebook. Ini peranti yang benar-benar mobile. Masalahnya, kalau baterainya hanay tahan 2 jam untuk mengetik, pengguna intensif (heavy user) harus mencari akal untuk mengatasi baterai ini.

Penggunaan baterai pada netbook, khususnya Eee PC yang saya pakai ini, menjadi lebih besar karena banyak periperal yang dipasang secara eksternal melalui USB. Sambungan eksternal itu di antaranya keyboard eksternal, DVD-RW external, modem, serta USB flash. Saya coba-coba, untuk mengetik thok, baterai habis kira-kira dalam dua jam. Ini bisa menyebalkan untuk kegiatan “mobile ngetiking” alias mengetik di dalam perjalanan.

Hal yang saya lakukan untuk menghemat baterai ketika mengetik adalah menurunkan tingkat kecerahan (brisgtness) hingga sekecil mungkin. Asal masih terlihat jelas saja sudah cukup. Lalu saya matikan WiFi, speaker, serta mikropon.

Saya sudah mencoba mencari baterai eksternal. Ternyata harganya mahal. Baterai cadangan untuk Eee PC generasi pertama dijual dengan harga Rp675.000 sampai Rp750.000 per buah.

Cara terakhir yang saya coba lakukan adalah memudahkan sambungan ke colokan listrik sefleksibel mungkin. Charger Eee PC itu modelnya mirip dengan charger ponsel, yaitu njendhol di depan. Jadi kalau digantungkan ke colokan, beban terberat ada di lubang colokan listrik. Ini mengurangi fleksibilitas, apalagi panjang kabelnya hanya 2 meter.

Nah, saya mencoba mencari kabel yang bisa menghubungkan ujung depan yang besar dari charger itu ke colokan listrik yang jaraknya agak jauh.

Bagian depan colokan charger bisa dibuka dan muncullan colokan pipih. Nah, saya muter-muter di Mangga Dua dan sekitarnya mencari kabel yang bisa menghubungkan colokan pipih dua ke colokan listrik biasa, ternyata tidak ada. Kayaknya ini tidak menjadi standar atau bahkan tidak dianggap masalah oleh oleh Listrik Arus Kuat jadi tidak dibuat penghubung yang berkabel.

Akhirnya saya terpaksa membuat sendiri sambungan ini. Saya beli gulungan kabel yang ujungnya ada colokan dan ukuran kabelnya kecil agar ringan. Lalu bagian belakangnya saya akali dengan gabungan dari dua jenis konektor yang bisa dibeli di tukang listrik dengan harga Rp3.000. Jadi deh tambahan kabel seharga Rp20.000 yang membuat saya bisa jalan-jalan hingga 5 meter dari colokan listrik.

Saya berharap sebagian masalah daya tahan baterai ini bisa teratasi. Lebih tepatnya, teratasi dengan murah dan ringan.

Memanfaatkan Auto Text pada Blackberry

Blackberry memiliki fitur Auto Text yang unik nan menarik dan tidak ada pada ponsel lain. Fitur ini dapat diakses melalui Options (gambar kunci Inggris)--> AutoText.

Fungsi AutoText bawaan yang paling banyak berguna adalah sebagai korektor kalau kita melakukan kesalahan ketik. AutoText menjadi semacam kamus disesuaikan dengan jenis bahasa yang tersedia atau yang dipilih.

Akan tetapi, Auto Text juga berguna untuk memudahkan pengetikan hal unik yang panjang. Kombinasi huruf unik yang diset by default pada AutoText itu di antaranya:

LT (diikuti spasi) akan otomatis berubah menjadi jam.

LD (diikuti spasi) akan otomatis menunjukkan har/tanggal

mypin (diikuti pasi) menunjukkan nomor PIN. Kalau ada orang mengajak chatting melalui Blackberry Messenger dan bertanya mengenai PIN, kita tinggal jawab dengan mengetik mypin (diikuti spasi).

myver (diikuti spasi) untuk menunjukkan versi peranti lunak yang dipakai

***
Dengan pengesetan khusus kita bisa masukkan singkatan atau kata-kata baru dalam AutoText.
Misalnya, kita bisa mengeset singkatan khusus untuk otomatis diubah menjadi alamat rumah, alamat kantor, alamat email, signature email, tanda terima kasih, dan sebagainya.

Masuk ke Option-Auto text—new. Masukkan singkatan dan kepanjangannya.

Saya, memasukkan 'sw' agar otomatis diubah menjadi signature email yang berbunyi 'Setyardi Widodo, alamat email ini, nomor telepon itu, blog ono, dikirim jam sekian tanggal segitu..'

Saya mengeset kata 'thx' agar otomatis diubah menjadi 'terima kasih, matur nuwun, hatur nuhun, dsb...'

Dengan berbagai penyetelan yang dilakukan sendiri, pengetikan kata-kata yang sering kita pakai (pada badan berita atau pada email) bisa lebih cepat dan mudah.

Selamat memanfaatkan AutoText.

01 Desember 2008

Papan ketik tambahan untuk Eee PC



Salah satu hal yang sangat tidak saya sukai dari Eee PC generasi pertama versi lowest end 2GB ini adalah papan ketiknya yang tidak nyaman. Tombol spasi sangat menyebalkan dan ukuran tombol yang lebih kecil dibandingkan ukuran keyboard normal mengurangi kecepatan dan refleks dalam mengetik.

Saya mendapat ide untuk memecahkan masalah ini dengan membeli papan ketik eksternal atau papan ketik tambahan. Ide ini muncul ketika berjalan-jalan ke BEC (Bandung Electronics Centre) beberapa hari yang lalu. Saya sempat mencoba dan memegang papan ketik yang terpangkas (maksudnya tidak ada tombol khusus angka pada sisi kanan).

Sayangnya, saat itu saya tidak membawa unit Eee PC yang akan saya pasangkan. Sayangnya lagi, pada dus papan ketik seharga Rp70.000 itu hanya tertulis mendukung berbagai jenis program Windows. Penjualnya pun tidak bisa memastikan bahwa barang itu kompatibel dengan Eee PC yang menggunakan Linux Xandros. Maka saya batal membeli.

Pulang dari Bandung saya naik travel dan terlalu pagi sampai di Jakarta. Akhirnya saya mampir ke Ratu Plaza, salah satu pusat belanja produk TI di jakarta yang sudah sekitar setengah tahun tidak saya kunjungi.

Di situ saya menemukan sebuah papan ketik USB yang kecil nan tipis. Pada bungkusnya tertulis merek Komic made in China. Tulisan yang lebih penting adalah âNotebook Keyboardâ. Artinya barang ini memiliki ukuran rata-rata notebook mainstream dan kemungkinan besar kompatibel dengan sebagian besar notebook.

Apalagi tidak ada tulisan bahwa barang ini mendukung Windows. Asusmsi saya, papan ketik ini hampir pasti mendukung Linux Xandros.

Kebetulan barang ini dijual di toko yang tidak memungkinkan untuk mencoba barang. Jadi setelah membeli, ada waktu satu pekan untuk komplain jika ada masalah. Saya membeli papan ketik ini seharga Rp89.000.

***
Sampai rumah saya segera mencoba papan ketik ini. Alhamdulillah, sangat nyaman. Semua tombolnya berfungsi dengan baik kecuali short cut di baris sebelah kanan atas.

Mengetik dengan papan ketik eksternal ini terasa enak sekali. Sensasi aneh yang selama ini saya rasakan ketika mengetik menggunakan Eee PC hilang sama sekali dan berganti menjadi sensasi nyaman seolah mengetik menggunakan desktop di meja kerja di kantor.

Mungkin posisi keyboard yang bisa digeser-geser, layar yang agak jauh dan berdiri sendiri, ukuran keyboard 100%, ketukan yang terasa saat memencet keyboard, posisi mouse, dan sebagainya ikut mendukung munculnya sensasi nyaman seperti mengetik di desktop.

Dan soal sensasi ini jelas merupakan hal penting bagi orang yang sehari-hari bergulat dengan teks di komputer. Kenyamanan dalam mengetik atau mengedit menjadi hal yang ikut menentukan ketahanan duduk dan kualitas pekerjaan bagi seseorang yang telah bertahun-tahun bergulat dengan teks dan suasana tertentu.

Menemukan keyboard eksternal sebagi solusi pengetikan ini benar-benar karunia bagiku. Bobotnya yang kurang dari 300 gram membuatnya enak untuk dibawa-bawa ke mana saja.

Harganya yang murah juga membuat kita tidak merasa perlu memperlakukannya secara istimewa. Bisa diperlakukan 'agak sembarangan' saja.

***
Sebenarnya sejak enam tahun yang lalu saya sudah akrab dengan papan ketik eksteranl. Saya pernah mencoba papan ketik eksteral yang terhubung melalui port khusus pada PDA, pernah memiliki papan ketik eksternal dengan bluetooth, maupun papan ketik yang terhubung dengan infra merah.

Sampai sekarang saya masih menyimpan dan kadang-kadang menggunakan papan ketik eksternal dengan inframerah. Papan ketik itu dapat dilipat menjadi seukuran PDA sehingga gampang dibawa. Secara berkala saya menggunakannya untuk mengetik di PDA Ipaq 4350 yang masih saya pertahankan.

Akan tetapi, papan ketik PDA umumnya harganya mahal. Papan ketik inframerah Palm saya beli sekian tahun lalu dengan harga sekitar Rp750.000. Papan ketik Bluetooth harganya sekitar Rp1 juta. Bahkan yang merek China sekali pun harganya masih di atas Rp600.000.

Koneksi yang tidak mantap (sangat tergantung posisi) dan penempatan layar PDA yang agak sulit untuk mencapai kondisi ideal cukup mengganggu optimalisasi papan ketik eksternal. Kesulitan semaaam itu tidak saya temui pada papan ketik eksternal untuk Eee PC.

Layar Eee PC bisa tetap tegak dengan ideal tanpa gangguan. Ukuran layarnya yang 7 inci masih cukup nyaman asalkan kita set ukuran huruf sekitar 16.

Kelemahan yang ada pada merek Komic ini adalah suaranya yang terasa berisik (saya mengetik jam 11 malam di rumah yang sangat sepi). Selain itu, ujung-ujungnya yang tajam terasa berbahaya dan bisa berpotensi melukai atau menggores bagian kulit pengguna jika tidak hati-hati. Mengetik dengan keyboard eskternal harus dilakukan di meja, tidak mungkin dilakukan di pangkuan.

Kelebihannya yang belum saya tulis di atas masih banyak. Kecepatan mengetik meningkat tajam. Kenyamanan luar biasa. Rasa capek sangat berkurang. Pengetikan juga terhindar dari rasa panas pada netbook Eee PC.

Papan ketik tambahan ini benar-benar menegaskan fungsi Eee PC sebagai pengganti peran PDA sebagai perangkat komputasi bergerak.

Saya belum menguji pengaruhnya terhadap daya tahan baterai pada Eee PC. Pasti ada pengaruhnya. Saya kira salah satu masalah yang harus segera dipecahkan adalah memiliki baterai cadangan untuk Eee PC agar tidak terlalu cemas ketika harus mengetik di perjalanan atau di tempat yang asing.

Saya mengetik tulisan ini juga menggunakan papan ketik eksternal tersebut.

***
Saya kira harga papan ketik yang murah ini tidak lepas dari hadirnya teknologi USB sebagai konektor universal. Standar USB mampu menghububngkan banyak sekali perangkat masukan dengan murah. Papan ketik, mouse, serta DVD-ROM external merupakan sebagian alat yang saya miliki sebagai pasangan Eee PC yang dihubungkan melalui USB.

Saya sering membayangkan agar ponsel (seperti Blackberry) yang sudah memiliki sambungan micro/mini USB agar mengoptimalkan sambungan itu untuk sarana masukan. Jadi, USB pada Blackberry mestinya bukan hanya untuk sambungan Desktop manager atau charger, melainkan bisa digunakan utnuk keyboard external dan lain-lain.

Jika para pembuat ponsel bisa mengembangkan USB sebagaimana pembuat komputer memanfaatkan USB, alangkah banyaknya manfaat dan penghematan yang bisa dinikmati pengguna.

Semoga makin banyak kemudahan yang bisa kita nikmati yang pada ujungnya mampu meningkatkan dayaguna perangkat sekaligus meningkatkan produktivitas pemakai. Semoga

27 November 2008

Mesin waktu itu bernama Facebook

Serbuan virtual dari masa lalu. Begitulah saya menyebut masuknya masa lalu dalam kehidupan masa kini melalui Facebook. Dan serbuan semacam ini bisa bertubi-tubi. Semakin banyak masa lalu kita berurusan dengan orang-orang yang melek Internet, semakin deras pula serbuan itu akan muncul.

Facebook benar-benar menjadi semacam ‘mesin waktu’ bagiku saat ini. Hal-hal yang sudah berbelas tahun lenyap dari agenda, bahkan tidak pernah muncul dalam pikiran, tiba-tiba hadir di hadapan. Hadir dengan format yang sama dengan bentuknya sekian tahun yang lalu.

Serbuan ini belum berakhir. Baru dimulai. Dan tampaknya tak akan berakhir sampai menemukan keseimbangan baru.

Sebenarnya, serbuan semacam itu bukan hanya muncul melalui Facebook melainkan juga melalui mailing list, pesan instant (YM, Gtalk) dan sebagainya. Akan tetapi, kekuatan mesin buatan Mark Zuckerberg dalam menghadirkan masa lalu memang luar biasa, jauh melampaui channel lainnya.

Jadi, bagaimana kita harus mengelola ‘mesin waktu’ itu? Ada saran?

13 November 2008

Sifat pamer dan menyatunya komputer dengan buku


Di Jakarta Convention Center sedang digelar pameran komputer Indocomtech dan pameran buku Book Fair 2008. Ada beberapa hal yang menarik di sana, di antaranya masalah “pamer”, fungsi komputer, serta manfaat buku.

***
Dalam filosofi Jawa pada umumnya, kata pamer (show off) memiliki kesan yang negatif. Orang Jawa dilarang pamer apalagi sampai adigang adigung adiguna.
Akan tetapi pamer-an buku dan komputer justru banyak dicari orang. Hal yang sama agaknya juga terjadi pada pamer-an otomotif, pamer-an property, dan sebagainya.

Sifat pamer dari para produsen dan pedagang dimanfaatkan oleh konsumen untuk mendapatkan harga yang murah. Saling pamer dalam satu arena meningkatkan persaingan dan menekan harga.

Upaya pamer, menonjolkan diri yang membuat orang berbondong-bondong melihat dan mencermati, juga dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh produsen dan pedagang untuk meraih konsumen sebanyak-banyaknya, menjual sebanyak mungkin.

Maka bertemulah sifat-sifat yang sama sekali ‘tidak Jawa’ itu dalam satu pameran yang ternyata mampu menggerakkan perekonomian.

***
Hal menarik lainnya adalah computer dan buku yang semakin menyatu. Komputer merupakan alat untuk menunjang pekerjaan, meningkatkan perikedidupan. Komputer, beserta semua perangkat pendukungnya, dapat digunakan sebagai alat hiburan, alat kerja, alat belajar, dan seterusnya.

Pameran komputer beserta aksesorinya itu menunjukkan bagaimana barang-barang tersebut bisa lebih optimal dalam menunjang perikehidupan penggunanya.

Buku juga merupakan hal yang sangat penting, sebagai sarana belajar, yang juga berujung pada perbaikan diri, meningkatkan kualitas hidup.

Di masa mendatang fungsi buku (fisik) akan banyak digantikan oleh konten (dalam bentuk buku elektronik, email, situs web, blog dan sebagainya). Akan tetapi, di Jakarta ini, buku dan komputer belum benar-benar menyatu. Pamerannya sudah menyatu, tetapi konten dalam buku belum

***
Tidak banyak hal mengesankan dari pameran komputer dan buku kali ini. Setelah muter-muter di sana sekitar satu jam, saya hanya membeli satu buku terbitan lawas yang dijual murah, Oliver Twist karya Charles Dickens.

07 November 2008

Hujan dan Jepang


Jakarta sudah masuk musim hujan. Artinya, hampir setiap hari terjadi hujan. Seringkali sangat deras. Seperti Senin lalu, sewaktu saya turun dari travel dalam perjalanan Bandung-Jakarta, hujan mengguyur sangat deras.

Dalam keadaan seperti itu hampir dipastikan banyak air meluap di pinggir jalan. Bagi pejalan kaki, kendati membawa payung atau jas hujan, harus siap kebasahan di bagian sepatu dan sekitarnya.

Senin itu saya agak beruntung karena membawa payung. Meskipun sepatu, kaki, dan bagian luar tas basah kuyup, alhamdulillah baju dan badan bagian atas tetap kering.

Sewaktu saya memasuki sebuah gedung dalam keadaan sepatu basah dan membawa payung yang juga basah, seorang petugas mencegat dan memberikan tas plastik panjang sebagai wadah payung. Ini dia lakukan untuk mencegah menyebarnya air dari payung itu ke lantai-lantai gedung yang saya lewati.

Bagi saya, ada orang memberikan plastik untuk wadah payung dan mencegah basah adalah peritiwa istimewa di Jakarta.

***
Juni tahun lalu saya berkesempatan berkunjung ke Jepang selama dua pekan. Itu adalah saat musim hujan. Karena kami sehari-hari berkunjung ke banyak tempat, sebagian besar mengunakan angkutan umum yaitu kereta, maka setiap hari kami harus membawa payung.

Ada beberapa hal menarik dalam soal perpayungan di Jepang ini. Pertama, banyak payung terbuat dari plastik tembus pandang. Payung-payung semacam ini dijual dengan harga 400 yen-500 yen (sekitar Rp35.000). Sampai sekarang saya masih menyimpan payung dari plastik hasil kunjungan ke Jepang itu. Di Indonesia, saya menemukan payung semacam ini hanya satu kali, yaitu ketika XL berkempanye mengenai Bening. Selanjutnya tidak menjadi tren.

Hal lainnya yang juga menarik di Jepang adalah payung lipat. Mereka membuat desain payung yang dapat dilipat hingga sangat kecil. Harga payung semacam ini agak lebih mahal dibandingan dengan payung plastik yang umumnya panjang-panjang itu. Enaknya, payung kecil bisa masuk dengan sangat mudah ke dalam tas.

Hal ketiga yang paling menarik di Jepang adalah dukungan dari para pengelola gedung terhadap para pemakai payung. Di hampir semua gedung perkantoran tersedia tempat khusus untuk meletakkan payung. Jadi, orang yang kehujanan dan membawa payung basah tinggal meletakkan payung itu di tempat khusus parkir payung alias penitipan payung. Bentuknya beragam dari sekadar bulatan seperti tempat sampah, sampai yang teratur seperti dalam gambar.

***
Nah, Jakarta sekarang sudah masuk musim hujan. Banyak orang bawa payung. Banyak gedung yang perlu melindungi dirinya dari kebasahan payung-payung itu. Kapan kita meniru kreasi Jepang yang bagus dan praktis itu?

Ket: Foto dari firesomeonetoday.com

03 November 2008

RIM perlu buat Blackberry low end

Indonesia mengalami booming Blackberry sebagaimana pernah mengalami booming Nokia Communicator. Pertama-tama, Blackberry saat ini dianggap sebagai perangkat bergengsi tinggi, melebihi Communicator. Ada rumors para pejabat dan mitra pejabat belakangan lebih suka Blackberry karena lebih aman dari sadapan.

Kedua, Blackberry mampu menghadirkan mobile Internet yang sesungguhnya, yang dulu diimpikan orang untuk terwujud melalui 3G. Ternyata layanan itu bisa hadir kendati tanpa 3G. Hadirnya ya melalui Blackberry ini.

Seiring dengan perkembangan itu, ada dua pertanyaan besar saya sekarang. Pertama, bagaimana daya dukung RIM terhadap potensi booming perangkat ini? Kedua, bagaimana strategi RIM dalam menggarap segmen pasar yang lebih bawah sebagaimana para produsen ponsel telah melakukannya.

Soal daya dukung ini saya lihat memang Indonesia masih kecil dibandingkan dengan keseluruhan pasar dunia. Akan tetapi, melihat perkembangannya, Indonesia akan menjadi salah satu pasar terbesar. Mungkin saat ini pasarnya sudah lebih besar daripada Singapura. Ditambah lagi, pertumbuhan di segmen ritel (BIS) juga tampak pesat banget. Saya belum melihat RIM memiliki kemampuan produksi dan distribusi sebagaimana Nokia di masa lalu dalam mengantisuipasi lonajakn permintaan. Yang jelas, saya mempertanyakan kemampuan RIM dalam mendukung hal ini.

Berikutnya, soal harga. Gengsi memang untuk barang yang harganya tinggi. Akan tetapi, harga jual di Indonesia ini mahal sekali. Di AS saja, Bold dipasarkan dengan harga di bawah US$300 per unit melalui sistem bundle, dan ditujukan untuk segmen korporasi. Di Indonesia, Bold dijual dengan harga di atas US$800 per unit, dan ditujukan untuk segmen ritel, kadang dengan ikatan berlangganan satu tahun.

Mahal sekali. Di AS saja mereka ‘takut’ menjual Bold dengan harga terlalu jauh di atas iPhone 3G. Produk lain seperti Curve dan Huron juga dijual rata-rata dengan harga di atasa US$500 per unit. Sangat mahal bagi kebanyakan orang Indonesia.

Mengapa RIM tidak membuat produk low end saja? Mengapa tidak seperi produsen ponsel lain yang mengurangi fitur untuk bisa menyasar segmen yang lebih bawah? Kenapa tidak dibuat Blackberry versi murah dengan fitur terbatas? Apakah mereka ingin seperi Apple yang membuat produk sangat terbatas untuk segmen yang memang terbatas?

Ataukah ini terkait dengan daya dukung produksi RIM yang tidak terlalu besar? Mereka tidak sanggup membuat produk yang terlalu banyak, terlalu murah? Atau mereka membiarkan saja harga tinggi untuk produk baru dan memaksa orang yang berkantong cekak menggunakan Blackberry model lama yang harganya sudah turun? (Sudah turun pun masih mahal lho)

Atau mereka menunggu datangnya pesaing signifikan yang mampu memaksa perusahaan Kanada itu menurunkan harga handsetnya? Entahlah, yang jelas saya sangat mengharapkan RIM menyediakan handset murah dengan fitur seadanya saja (pakai kamera seadanya atau tidak ada kamera sekalian, tidak ada GPS, layar tidak harus berwarna, dan pengurangan lain untuk menekan harga dengan fungsi utama tetap berjalan).

Calon pembunuh warnet itu bernama Blackberry?


Telepon seluler yang kian murah dan merakyat terbukti telah ‘membunuh’ warung telekomunikasi atau wartel. Apakah Blackberry dan layanan mobile Internet lainnya akan membunuh warnet?

Warnet sebagai layanan yang lokasinya tetap, memang memiliki kemiripan dengan wartel. Wartel booming ketika ada keterbatasan telepon saluran tetap, sementara telepon seluler masih sangat mahal.

Warnet juga booming ketika kebanyakan orang sulit mendapatkan akses Internet yang murah baik karena keterbatasan perangkat maupun ketersambungan.

Ancaman dari keduanya hampir sama, yaitu dari layanan telekomunikasi bergerak. Saat ini harga telepon seluler sangat terjangkau, banyak yang di bawah Rp500.000 dengan tariff yang juga sangat terjangkau. Hal itu terjadi setelah sekitar lebih satu dekade sejak pertama kali seluler diperkenalkan di Indonesia.

Belakangan, layanan Internet melalui perangkat bergerak meningkat pesat. Salah satu pemicunya adalah sistem layanan Blackberry yang volume aksesnya tidak dibatasi (unlimited) sehingga orang bisa memanfaatkan hampir semua kegunaan Internet yang biasa dilakukan melalui PC.

Pengguna bisa mengakses dan mengirim e-mail, chatting, akses jejaring sosial, browsing, dan sebagainya melalui perangkat komunikasi bergeraknya. Dengan demikian, untuk saat ini, layanan Blackberry lah yang bisa dianggap paling representatif mewakili fungsi Internet bergerak.

Perkembangan Blackberry yang sangat pesat (ditandai dengan lakunya Bold XL hingga 1.500 unit dalam waktu satu bulan), dengan tarif sangat murah.(harian bisa Rp5.000 unlimited, sama dengan ke warnet satu atau dua jam) bisa menjadi indikator sendiri.
Tarif berlangganan Blackberry yang tersedia di pasaran saat ini bervariasi mulai dari Rp180 (Telkomsel, masa aktif 30 hari), Rp175.000 dan Rp160.000 (Indosat, masa aktif 30 hari), Rp50.000 (Indosat, masa aktif 7 hari), hingga Rp5.000 (XL, masa aktif 1 hari).

Adapun jumlah pengguna Blackberry saat ini berkisar 60.000 nomor, beberapa puluh kali lipat dibandingkan jumlah warnet.
Di masa mendatang sangat mungkin bermunculan vendor lain yang dapat menyediakan perangkat dan layanan serupa.

***
Akan tetapi, untuk menjadi ‘pembunuh’ warnet, Blackberry dan layanan Internet bergerak lain harus memenuhi sejumlah syarat.

Menurut Irwin Day, Ketua Umum Asosiasi Warnet Indonesia, harga Blackberry masih jauh untuk menjadi warnet killer. “Tidak semua pekerjaan bisa di Blackberry. yang sudah terjadi adalah ponsel murah dan pulsa murah menjadi wartel killer.

Irwin mengakui dunia sedang menuju ke penggunaan ponsel pintar dan serbaguna. “Tapi saya kok masih nggak yakin kalau Blackberry akan mendorong perubahan besar atau menjadi warnet killer application dalam waktu dekat. Karena mereka yang menggunakan Blackberry pada dasarnya memang bukan pengguna warnet,” tambahnya.

Ahli Internet Onno W. Purbo yang dikenal sebagai Bapak Warnet dan pelopor RT/RW Net, juga mengemukakan pandangan senada. “Ya enggak lah, hari ini berapa orang sih yang bisa beli Blackberry yang harganya Rp4 juta-Rp7 juta itu,” ujarnya retoris.

Menurut Onno, kalau harga Blackberry Rp200.000-Rp300.000 seperti ponsel saat ini maka layanan itu dapat mematikan warnet. “Sama lah kira-kira kaya ponsel mematikan wartel hari ini. Cuma, kan butuh waktu belasan tahun sebelum harga ponsel bisa turun sampai serendah itu,” tambahnya.

Irwin dan Onno masih optimistis terdap masa depan warnet. Akan tetapi, si calon pembunuh sudah lahir. Barangkali hanya soal waktu untuk memungkinkan layanan Blackberry serta Internet bergerak lainnya booming dan menghasilkan harga yang murah.

Warnet kembali mendapat tantangan dan harus menyediakan layanan beragam yang sulit diakses dari perangkat komunikasi bergerak.

Wallahu a’lam
Keterangan: Gambar diambil dari geardiary.com

31 Oktober 2008

Antara Facebook & Pucang Tunggal (4)

Saya yakin dalam waktu 5 tahun atau 10 tahun mendatang, semua orang akan saling terhubung melalui Facebook (atau aplikasi jejaring sosial lain), sama seperti kita pakai e-mail sekarang ini. Kita akan kembali berkontak dengan semua teman lama, asalkan mereka bisa terhubung ke Internet. Kelebihan facebook adalah: bisa ditanyai.

***
Facebook memang luar biasa. Saat-saat pertama saya mengenalnya, saya hanya berusaha mengontak orang-orang terdekat yang benar-benar kenal. Teman lama, teman sekantor, nara sumber, contohnya. Pokoknya teman-teman yang secara fisik memang kenal.

Dari sana pun sudah terasa banyak sekali manfaatnya. Saya bisa tahu data-data personal yang sebelumnya tidak saya tahu tentang masing-masing orang itu, misalnya tanggal lahir, foto-foto keluarga, dan sebagainya.

Semakin lama, manfatanya semakin banyak. Kita bisa mengontak orang yang hanya kita kenal melalui televisi atau koran. Yang paling mengasyikkan adalah menemukan orang-orang yang sudah lama belum bertemu. Kemudian kita bisa berkontak lewat wall, kirim pesan seperti chatting, melihat profilnya secara lengkap (tergantung seberapa detil dia menulis di sana), membaca Note (semacam blog) di sana, dan sebagainya.

Memang benar bahwa selama ini kita juga bisa bertemu kembali dengan teman lama melalui telepon, SMS, atau e-mail. Tetapi kita tidak mungkin bertanya ke operator telepon, misalnya Telkomsel, eh nomor telepon teman saya bernama xyz itu berapa?
Kita juga tidak bisa bertanya ke server Yahoo atau Gmail, email saya si abc itu apa ya? Kita harus tahu e-mailnya dulu, baru berkontak.

Nah, di Facebook, lain cerita.
Kita bisa bertanya teman saya bernama eyd itu sudah gabung dengan Facebook atau belum? Kalau sudah, langsung bisa add/invite sebagai teman. Setelah approve, kita bisa lihat profil lengkap dan info terbaru, serta tentu saja bisa berkomunikasi dengannya.

Itulah hebatnya. Jejaring sosial semacam Facebook bisa ditanyai. Dan itulah sebabnya orang-orang malah jadi antusias untuk menggunakan nama asli. Kalau kita mendaftar Facebook tanpa nama asli, orang lain yang mencari nama asli kita, misalnya teman sekolah, tidak ada bisa menemukan kita. Hilanglah peluang untuk berkontak (opportunity loss).

***
Jejaring sosial memang tidak hanya Facebook. Masih ada Friendster dll. Masih butuh waktu untuk mencari mana di antara jejaring itu yang bertahan melalui seleksi alam. Atau mungkin nantinya akan muncul antarmuka yang bisa menghubungkan berbagai jejaring dalam satu wadah tunggal, atau minimal wadah yang saling terhubung.

Kecanduan Facebook juga membuat kita terobsesi untuk menambah terus jumlah teman, entah kenal fisik atau tidak. Kadang kita ingin add orang ternama sebagai teman kita, padahal orang tersebut tidak mengenal kita secara pribadi. Dia accept saja.

Sebaliknya, kadang ada orang yang tidak kita kenal ingin memasukkan kita sebagai temannya. Ya, kita berprasangka baik saja, sebagaimana kita juga sering minta orang ternama sebagai teman.

Kalau jumlah teman sudah terlaklu banyak (Mbak Fira, misalnya, yang baru-baru ini sudah tembus 5.000) maka sudah tidak jelas lagi itu teman beneran atau bukan. Kita juga pusing kalau refresh pengen melihat aktivitas teman-teman dekat lagi pada ngapain (pada menu status). Terlalu banyak yang muncul, kebanyakan bukan yang prioritas, jadi makin bikin pusing, hehe.

Walau bagaimana pun, ayo, mari bergabung ke Facebook
Wallahu a’lam.

27 Oktober 2008

Pohon dan ulang tahun Sekar


Saya menanam tiga pohon buah untuk menandai ulang tahun ke-4 Sekar

Anakku Sekar Nabila Inspirana tepat berusia 4 tahun pada 25 Oktober 2008. Si cantik itu kini sudah sekolah TK A, sudah mengenal sebagian besar huruf, mengerti angka 0-9, bisa naik sepeda roda 4, mengerti apa makna pakaian yang matching, bisa memakai dan melepas pakaian sederhana. Sekar rajin sikat gigi, dan bahkan sekarang sudah berani mandi sendiri. Dia juga tidak pernah ngompol lagi (kecuali dalam kasus khusus seperti habis perjalanan panjang).

Ulang tahun ke-4 ini agak istimewa dibandingkan ulang tahun sebelumnya. Sekarang Sekar sudah sangat mudah diberi pengertian, diingatkan untuk ini dan itu yang dikaitkan dengan mengatakan, “kan sekarang sudah empat tahun”. Sesuatu yang belum bisa dilakukan di masa-masa yang lalu.

***
Saya sudah beberapa pekan (atau bulan?) belakangan ini ingin sekali menanam pohon buah-buahan di halaman belakang rumah Gunungputri. Halaman belakang yang luasnya lebih dari 50 meter persegi itu nyaris kosong melompong. Sepertiganya sudah saya pasangi kon-blok, dua pert tiganya hanya berisi rumput jepang, sebuah pohon palm, serta jemuran yang jumlahnya tak seberapa.

Kondisi ini kontras sekali dengan halaman depan yang hanya sekitar 10 meter persegi namun penuh dengan tanan buah serta bunga.

***
Lalu bertemulah dua momentum itu. Ulang tahun sekar dan keinginan untuk menanam pohon. Kebetulan di dekat rumah kami di Bandung ada banyak penjual tanaman, termasuk Toko Trubus yang ada di Giant, Jl Djundjunan.

Pas ulang tahun itu kami membeli tiga pohon buah yaitu rambutan, nangka, serta durian. Kami membeli di Toko Trubus itu dengan harga masing-masing Rp25.000. Saya membelinya di Bandung, lalu membawanya ke kantor di Jakarta, dan menanamnya di halaman belakang rumah di Gunungputri.

Tinggi pohon nangka dan durian dalam keadaan belum ditanam hampir sama dengan tinggi Sekar anakku. Adapun tinggi durian dalam keadaan ditanam juga nyaris sama dengan tinggi Sekar.

Sebenarnya, membandingkan tingginya anakku dengan ketinggian pohon dalam lima tahun ke depan tentu saja tidak relevan, apalagi dalam 10 tahun ke depan. Pohon bisa mencapai ketinggian 10 meter atau 15 meter, sementara manusia tidak akan lebih tinggi dari 2 meter. Tapi tidak apa.

***
Bagi orang jaman dulu alias jadul, menanam pohon di saat-saat istimewa mungkin merupakan kebiasaan. Ini bisa menjadi semacam penanda di kala kalender belum banyak digunakan dan sebagian besar orang tidak pandai membaca.

Di dalam agama juga ada banyak pernyataan yang menunjukkan keutamaan menanam pohon, apalagi pohon buah-buahan.
Diriwayatkan, ada seorang laki-laki bertemu Abu Darda' yang sedang menanam pohon. Kemudian, laki-laki itu bertanya kepada Abu Darda', ''Hai Abu Darda', mengapa engkau tanam pohon ini, padahal engkau sudah sangat tua, sedangkan pohon ini tidak akan berbuah kecuali sekian tahun lamanya.'' Abu Darda' menjawab, ''Bukankah aku akan memetik pahalanya di samping untuk makanan orang lain?''

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad menyebut cerita seorang sahabat Rasulullah SAW, ''Saya mendengar Rasulullah SAW membisikkan pada telingaku ini, 'Siapa menanam sebuah pohon kemudian dengan tekun memeliharanya dan mengurusnya hingga berbuah, maka sesungguhnya baginya pada tiap-tiap sesuatu yang dimakan dari buahnya merupakan sedekah di sisi Allah SWT'.'' (HR Ahmad).

Nabi Muhammad SAW memesankan kepada para sahabatnya, dalam peperangan janganlah kalian membunuh wanita, anak-anak, dan jangan menebang/merusak tanaman (pohon).

Wallahu alam.
Selamat ulang tahun Sekar Nabila Inspirana.

23 Oktober 2008

Lepasnya roda mobil kami



Tadi malam saya mengalami hal yang mengerikan sebagai pengendara mobil. Salah satu roda mobil saya terlepas ketika mobil sedang berjalan di Tol Jagorawi di tengah malam yang gelap gulita.

Saya pulang dari kantor sekitar jam 21.15. Jalanan, termasuk tol dalam kota, relatif lancer. Sampai di Tol Jagorawi (sekitar km 9 atau 10, menjelang pintu tol Cibubur), saya merasakan sesuatu yang aneh pada ban.

Ada suara keras (wuk-wuk-wuk) dan goyang-goyang seperti ban kempes. Saya dan Hendra (teman kantor yang rumahnya di Cibinong yang kebetulan pulang bersama) segera turun. Kami periksa roda dan kaki-kaki. Tidak tampak gejala yang aneh. Ban tidak kempes, tidak ada tanda-tanda besi yang patah. Kami tidak memeriksa mur roda, karena tidak ada pemikiran ke arah itu. Saya coba goyang-goyangkan roda, tidak menemukan hal yang aneh. Tampaknya posisinya kokoh. Suasana gelap, kami hanya mengandalkan lampu dari kendaraan yang lewat.

Kami coba naik kembali, lalu mobil saya jalankan sekitar 10 meter. Muncul suara yang aneh-aneh dari sisi kiri bawah. Kami pun turun kembali. Saya menduga ada bagian dari kaki-kaki mobil yang mungkin patah.

Lalu saya naik ke mobil, menjalankan kendaraan barang 10 meter, Hendra mengawasi dari luar, melihat apa yang kira-kira salah dengan mobil ini. Tidak menemukan apa-apa.

Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan saja pelan-pelan ke arah rumah yang masih 16 km atau 17km di depan sana. Posisi Hendra saya minta pindah dari kiri depan ke kanan belakang karena tampaknya masalah ada pada sisi kiri mobil.

Sebuah mobil derek mendekat, tetapi petugasnya tidak turun. Mereka membayangi kami dari belakang.

Saya jalan pelan-pelan melalui bahu jalan (jalur darurat) sekitar setengah kilometer. Tidak lagi muncul suara-suara aneh. Saya berharap mudah-mudahan semuanya aman. Mobil derek masih terus mengikuti kami.

Saya pikir kalau jalan terus di bahu jalan, bisa ditilang polisi dan disuruh keluar di pintu tol Cibubur. Repot betul. Jadi saya coba ambil ke kanan, masuk ke lajur paling kiri. Berjalan dengan kecepatan 30km per jam-40km per jam, merayap di belakang truk-truk.

Tiba-tiba, muncul suara sangat keras dari salah satu bagian mobil. Disusul dengan posisi mobil yang agak miring ke kiri, serta deritan keras hasil gesekan antara logam dengan aspal. Saya rem sebisanya dan kami pun menepi, persis di depan proyek pembangunan tempat istirahat menjelang pintu tol Cibubur.

Begitu keluar dari mobil saya merasakan bau menyengat karet terbakar. Lalu tampak di belakang sana, sekitar 50 meter di belakang mobilku, seorang petugas dari mobil derek sedang mengamankan sebuah roda yang tergeletak antara jalur darurat dengan lajur paling kiri.

Saya periksa roda, masya Allah, roda kiri belakang saya sudah lepas.

***
Kami tentu saja bersyukur bahwa kami tidak mengalami cedera karena masalah ini. Roda juga tidak meluncur ke tengah jalan yang bisa menyebabkan kecelakaan beruntun bagi kendaraan yang menabraknya. Alhamdulillah, terima kasih Yaa Allah.

Saya sempat bingung bagaimana cara memasang satu roda ini tanpa mur. Lalu saya ingat iklan sebuah produk susu. Tiap roda sebenarnya memiliki 4 mur-sekrup. Hilang 4 berarti masih ada 12 mur untuk 4 roda. Jadi, kami ambil satu mur dari masing-masing roda yang tersisa, lalu kami pasang pada roda yang lepas. Alhamdulillah. Masalah untuk sementara teratasi dan saya bisa pulang sampai rumah dengan selamat.

Paginya mobil saya bawa ke bengkel. Pasang 4 mur baru. Ternyata bemper belakang rusak karena terpukul roda yang lepas, pipa rem juga rusak karena benturan. Ada karet di bagian kaki-kaki yang juga rusak karena bergesekan dengan aspal.

Semuanya habis biaya Rp180.000. Porsi mahal ternyata adalah spooring (setting ulang posisi kaki-kaki) yang menghabiskan lebih dari setengah biaya itu.

***
Problem pada roda kanan belakang ini sebenarnya bisa dilacak sejak mudik Lebaran. Ketika pulang dari mudik, ban belakang sempat kempes di Cielunyi dan saya ganti di tol. Saya pasang sendiri ban serep yang sudah agak gundul karena ban aslinya benar-benar rusak tidak bisa dipakai lagi.

Beberapa hari kemudian saya beli ban bekas yang tidak gundul. Nah sejak pengalaman mengganti ban di tol itu, lalu membeli ban bekas, saya seperti terobsesi untuk mencoba mengganti ban sendiri lagi. Saya merasa teknik saya mengganti ban ketika itu ada yang keliru. Saya ingin mempraktikan teknik baru yang lebih baik dalam mengganti ban.

Setelah sekian lama keinginan itu mendesak, ditambah kekhawatiran akan ban gundul yang masih terpasang, maka kemarin pagi saya beranikan diri mengganti ban sendiri di rumah.

Kesalahan terbesar saya adalah tidak memasang mur dengan benar-benar kuat. Saya merasa sudah cukup kuat untuk mengikat roda sekaligus tidak terlalu sulit untuk sewaktu-waktu dibuka kembali. Saya memilih posisi tengah-tengah ini.

Dan begitulah hasilnya.

***
Sebenarnya secara teoritik saya sudah tahu cukup banyak soal mengganti ban. Saya baca bahwa uliran mur minimal tujuh kali. Saya juga pernah mendengar cerita seorang teman kantor bahwa ponakannya membawa mobil dan rodanya lepas. Seorang teman lain menimpali bahwa roda lepas itu pasti ada gejalanya.

Saya sudah ingat itu semua ketika mengganti roda. Semua teori itu benar-benar sudah nglothok dan saya fahami luar kepala. Tetapi ketika mengalami, saya tidak menduga bahwa persoalan bunyi-bunyi dan segala gejala itu berasal dari mur yang kendor, mur yang kurang kuat dipasangnya.

Jadi, pengetahuan teoritis itu saja ternyata tidak cukup. Perlu pengalaman riil atau melihat sendiri untuk tahu apa yang dimaksud dengan gejala-gejala dari sebuah kerusakan teknis pada mobil.

Dalam hal ini saya kembali bersyukur. Gusti Allah mengajarkan pengalaman yang sangat berharga ini kepada saya tanpa harus membuat saya (dan orang lain) celaka. Bandingkan dengan berita yang kita dengar sepanjang masa mudik, ada begitu banyak kecelakaan yang terjadi, fatal dan menyebabkan banyak nyawa meninggal, karena masalah ban dan roda ini. Alhamdulillah, terima kasih, yaa Allah.

***
Roda lepas ini sebenarnya bukan pengalaman gawat pertama saya berurusan dengan mobil. Pada Juni lalu, mobil yang sama ini mengalami putus timing belt di Tol Jagorawi km 16-km 17 di tengah malam.

Saat itu mobil melaju sekitar 70km per jam-80km per jam di lajur tengah. Tiba-tiba t-belt putus, mesin langsung mati dan semua system hidrolik, termasuk rem, tidak berfungsi. Jadi pedal rem sama sekali tidak bisa diinjak. Saya hanya mengandalkan rem tangan dan pasrah saja atas apa yang terjadi. Alhamdulillah semua baik-baik saja, saya berhasil menepi dengan aman. Putusnya t-belt ini sama sekali tidak terduga mengingat pemakaian baru sekitar 12.000 km, jauh di bawah standar usia t-belt yang rata-rata 40.000 km.

Bulan Agustus, masih merupakan dampak dari putusnya t-belt, mobil sempat mogok di Purwokerto malam-malam ketika saya pulang dari rumah sakit hanya bersama Sekar. Alhamdulillah, akhirnya masih bisa sampai rumah kakak dengan sangat pelan-pelan, gigi satu. Ternyata ada masalah dnegan kompresi dan mesin harus turun setengah.

Tahun lalu, sewaktu mengendarai mobil kakak (Mitsubishi Kuda) dari rumah sakit di Purworejo saya juga mengalami putus t-belt.

Empat tahun yang lalu, ketika ikut mudik kakak, ada masalah juga dengan kaki-kaki. Ada satu bagian kaki-kaki mobil yang tiba-tiba patah sehingga mobil langsung belok kanan tanpa bisa dicegah, dan menabrak motor. Untung tidak ada cidera yang serius. Lokasinya di daerah pedesaan sekitar Subang di jalur alternatif yang kecil ke arah Wado.

***
Mobilku ini memang sudah tua, hampir 9 tahun, dengan intensitas penggunaan sangat tinggi. Dalam keadaan normal, setiap pekan rata-rata saya memacunya 700 km (400 km untuk pulang pergi ke kantor 5 kali, serta 300 km untuk oulang pergi ke Bandung). Spedometernya sudah menunjukkan angka lebih dari 400.000 km, berarti sudah setara dengan 10 kali keliling bumi melalui Katulistiwa.

Kinerjanya sangat baik untuk harga yang sangat murah itu. Bagaimana pun, mengendarai mobil ini jauh lebih aman dan nyaman dibandingkan ke kantor naik motor. Naik mobil sendiri juga lebih menenangkan dibandingkan naik bus. Kalau naik bus setiap pulang saya selalu was-was masih ada bus ke Cibinong atau tidak malam ini karena pulang kantor hamper selalu mepet atau bahkan sesudah jadwal bus terakhir.

***
Setelah menjalani beberapa peristiwa gawat seputar mobil, ditambah dengan berbagai macam kerusakan yang tampaknya sepele di sana-sana, saya merasa sebaiknya para pengendara (atau pemilik) mobil mengetahui soal-soal teknis minimal dalam pengelolaan kendaraan.

Orang harus tahu hal-hal terpenting yang terkait dengabn mesin, roda, kaki-kaki, lampu, serta hal-hal dasar lainnya. Dan pengetahuan itu mestinya juga diberikan ketika seseorang baru belajar nyetir. Harus ada panduan baku mengenai soal-soal teknis semacam itu.

Majalah dan tabloid bidang otomotif mestinya berada pada garda terdepan dalam memberikan pendidikan soal-soal teknis penting itu, bukan hanya menonjolkan keuntungan dan kehebatan produk baru yang menjadi seperti iklan dan menggenjot sifat konsumtif.

Wallahu a’lam.

15 Oktober 2008

Laskar Pelangi & masa depan Andrea Hirata


Sebelum mengenal Laskar Pelangi saya sudah mengenal beberapa istilah/frase/kalimat yang menggunakan kata laskar. Pertama tentu saja Laskar Pajang (serta Laskar Banyubiru, Laskar Menoreh, dsb dalam cerita silat karangan SH Mintardja). Kemudian muncul Laskar Jihad yang sangat popular ketika kerusuhan Maluku. Belakangan ada pula Laskar FPI, dan Las-kar-bit (las karbit saingannya las listrik, hehe)

Saya menonton film Laskar Pelangi pada Sabtu malam lalu di BTC Bandung. Tadinya mau nonton siang/sore, ternyata tiket siang itu sudah habis.

Ini sebuah kisah yang inspiratif, bernilai, membangun, mengharukan, mengajarkan hal-hal yang berguna. Ada pertentangan tetapi tidak ada tokoh antagonis. Bagiku, ini sangat menarik. Ternyata dunia (dan cerita), bisa tetap menarik kendati tanpa ada tokoh yang benar-benar antagonis dan layak dibenci.

Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di dusun yang jauh dari peradaban kota, kemudian mendapat kesempatan untuk mendapat pendidikan terbaik di negeri ini, serta melihat-lihat pusat peradaban dunia dan menikmati produk-produk paling modern, saya bersyukur ada orang yang berhasil mendokumentasikan perjuangannya melalui Laskar Pelangi. Ada banyak “Laskar Pelangi” lain di negeri ini yang tidak terdokumentasi dengan baik, dan akibatnya tidak memiliki efek bola salju seperti kisah anak-anak Balitong itu.

***
Namun demikian, ada beberapa kritik kecil atas film itu.
Kritik utamaku adalah dipilihnya pemain-pemain yang sudah terlanjur terlalu dikenal publik dengan citra tertentu. Dalam hal ini misalnya adalah Rieke Diah Pitaloka (Oneng) sebagai ibu Ikal, serta Tora Sudiro (sebagai salah satu guru di SD PN). Mereka sudah terlalu dikenal di TV sebagai komedian dsb. Mereka sudah punya citra sendiri yang berbeda dnegan citra dalam Laskar Pelangi.

Beruntung saya kurang mengenal Cut Mini, Slamet Rahardjo, dan beberapa pemain lainnya sehingga citra mereka tidak menggangguku dalam memahami cerita.

Kalau tidak salah, ending cerita itu juga berbeda dengan yang ada di buku.

Sejujurnya saya juga ingin tahu bagaimana pandangan anggota Laskar Pelangi (selain Ikal dan Lintang) mengenai film itu. Ada seberapa besar modifikasinya dari kisah nyata (film dan atau novel selalu menggunakan dramatisasi, jadi sangat mungkin ada penambahan sana-sini pada kisahnya)

Yang juga sedikit menggangu adalah logat Melayu (atau Sumatra? Atau Riau) yang kurang akrab di telinga saya.

***
Satu lagi hal yang menjadi tanda tanya, yaitu masa depan Andrea Hirata. Masih muda, (kabarnya) belum menikah, kok otobiografinya sudah terkenal sebesar itu. Bagaimana dia harus membangun ‘kebesaran’ sisa kehidupannya? Bagaimana dia mempertahankan ‘kesuksesan’ dan ‘keajaiban’ itu di masa depan? Bagaimana dia akan menanggung beban itu?

Tetralogi Laskar Pelangi tentu berbeda pola dengan Harry Potter karya Rowling, atau Da Vinci Code dari Brown. Bahkan dibandingkan dengan karya-karya berbasis kenyataan yang ditulis oleh Tolstoy, Chekov, Pasternak, dll juga sangat berbeda. Karya para penulis yang telah lampaui itu jelas-jelas dinyatakan sebagai fiksi (kendati berbasis fakta) sehingga beban bagi penulisnya juga berbeda.

Wallahu alam.

14 Oktober 2008

Hukum ‘kekekalan’ kekuasaan


Jumlah energi tetap, hanya dapat dipindah-pindah atau diubah bentuknya. Begitulah hukum 'kekekalan' energi. Saya kira, jumlah kekuasaan dalam satu sistem juga tetap, hanya dapat dipindah-pindahkan, didistribusikan, atau dikumpulkan.

Jika ada seorang penguasa yang kuat, misalnya diktator, tumbang dan digantikan oleh penguasa yang tidak kuat, maka kekuasaannya akan tersebar ke elemen lain.

Pak Harto jatuh, kekuasaan DPR yang semula sangat kecil tiba-tiba membesar seiring kekuasaan presiden-presiden pengganti yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan Pak Harto. Kekuasaan yang dulu terkumpul pada penguasa yang sangat kuat itu kemudian menyebar dikangkangi oleh banyak pihak lain.

Panembahan Senopati yang membangun Mataram mengumpulkan kekuasaan sedikit demi sedikit. Dia membangun Mataram (Yogya) di pedalaman, kemudian pelan-pelan menguasai Bagelen (Purworejo), berlanjut ke Pajang (Solo dan Boyolali), Jipang (Blora), Demak, Pati, Jepara. Lalu ekspansi ke Madiun dan Surabaya.

Seiring melebarnya kekuasaan Panembahan Senopati, mereduplan kekuasaan Sultan Hadiwijaya di Pajang (serta Benawa sebagai penggantinya). Meredup pula Penjawi dan Pragola di Pati, Pangiri di Demak, Pangeran Timur alias Panembahan Madiun di Madiun, dan sebagainya. Tidak ada kota dan kerajaan baru di wilayah ini, jadi jumlah total kekuasaan pada masa itu bisa dibilang tetap.

Dalam satu perusahaan, hal yang sama pun berlaku. Jika ada dua orang wakil pemimpin redaksi (wapemred) maka mereka harus berbagi kekuasaan. Jika wapemred adalah jabatan baru maka jabatan baru itu akan mengurangi sebagian kekuasaan pemred (yang ada di atasnya) dan sebagian kekuasaan redpel (yang ada di bawahnya).

Jika muncul jabatan baru deputi direktur, maka dia akan mengurangi kekuasaan direktur sekaligus mengurangi kekuasaan general manager atau vice president atau senior vice president yang persis berada di bawahnya.

***
Kekuasaan dapat diciptakan dengan membuat sistem baru. Jika kita bisa membangun sebuah kerajaan baru di tempat yang sebelumnya tidak berpenduduk, maka kita bisa menciptakan kekuasaan.

Sistem baru itu bisa berupa negara, bisa berupa perusahaan baru. Bahkan, sistem itu juga bisa berupa sebuah ‘kerajaan virtual’. Sebuah sistem virtual yang sama sekali baru di dalam sebuah sistem yang sudah ada. Seperti ‘negara di dalam negara’.

Orang-orang yang sangat kreatif mampu menciptakan hal-hal baru yang belum pernah digarap orang lain di dalam sistem existing. Menggarap hal-hal baru, menciptakan ladang baru, berarti berkreasi membuat kekuasaan baru. Dan agar tidak mengganggu kesetimbangan kekuasaan di sekitarnya, dia harus membatasi sistemnya secara virtual. Pembatasan itu juga untuk mengamankan ‘sistemnya’ agar tidak terganggu oleh keterbatasan yang ada pada sistem existing.

Wallahu a’lam

13 Oktober 2008

Antara travel dan bus

Sopir bus yang melayani orang kecil umumnya lebih ‘berkuasa’ dibandingkan dengan sopir travel yang melayani orang-orang mapan. Ini mengikuti 'hukum kekekalan kekuasaan'.

***
Jumat malam dan Senin pagi saya naik travel dari Jakarta ke Bandung dan sebaliknya. Naik travel ini merupakan pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir. Selama tiga bulan terakhir itu saya lebih sering membawa mobil atau naik bus, tidak naik travel.

Ketika menembus tol dalam kota di tengah jalan yang padat dengan mengambil jalur kanan saya seperti mengalami déjà vu. Perasaan saya ketika itu persis seperti perasaan pada Februari 2008 ketika Sekar dirawat di RS Advent Bandung karena demam berdarah.

Ketika itu setiap hari selama sepekan saya pulang-balik Jakarta-Bandung. Pulang kantor naik travel terakhir ke Bandung, lalu paginya kembali ke Jakarta naik travel juga. Beruntung bahwa posisi RS Advent itu di jalan Cipaganti sehingga saya bisa naik dan turun travel dari depan kantor sampai depan rumah sakit.

***
Dalam perjalanan itu saya mengamati bahwa kekuasaan sopir travel agaknya tidak sebesar kekuasaan sopir bus. Sopir travel harus melayani orang-orang mapan yang masing-masing punya keinginan untuk berhenti/ turun pada posisi yang berbeda-beda.

Adapun sopir bus umumnya punya kekuasaan yang relatif besar. Penumpang tidak bisa sembarangan mengajukan permintaan kepada sopir bus. Mereka juga seringkali melanggar aturan merokok tanpa ada yang bisa mengingatkan.

Kekuasaan barangkali mirip dengan energi. Pola distribusi dan penumpukan kekuasaan itu agaknya mengikuti ‘hukum kekekalan kekuasaan’.

Kekuasaan banyak mengumpul pada diri sopir bus sehingga kekuasaan penumpang mengecil. Sebaliknya, pada travel, kekuasaan terdistribusi kepada para penumpang sehingga otoritas sopir mengecil.

Wallahu a’lam

10 Oktober 2008

Bursa & para pemilik kebun

Bursa saham berjatuhan di seluruh dunia. Banyak pemodal nan kaya yang kehilangan nilai uang atau nilai perusahaannya dalam jumlah besar hanya dalam hitungan hari. Di Indonesia pun nilai kapitalisasi saham anjlok triliunan rupiah dalam sekejap.

Kejatuhan itu mengingatkan saya akan cerita mengenai para pemilik kebun dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat 17-33. Tentu saja saya tidak berani menghakimi orang-orang yang mengalami kerugian besar secara mendadak karena krisis itu telah melakukan kesalahan besar sebagaimana para pemilik kebun dalam Al-Quran itu. Saya hanya menggarisbawahi betapa Allah bisa dengan banyak cara mengambil kekayaan manusia atau menambahkannya sekehendak DiriNya.

Dalam kisah pemilik kebun itu juga disebutkan mengenai orang-orang yang tidak terlalu lalim (dalam hal ini disebut mengenai ‘orang yang paling baik akalnya di antara mereka’)

Berikut ini terjemahan ayat-ayat itu:

Sesungguhnya Kami (Allah) telah menguji mereka sebagaimana Kami (Allah) telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka akan memetiknya di pagi hari. Dan mereka tidak (mau) menyisihkan (untuk orang miskin).
Maka meliputi malapetaka dari Rab (Tuhan) mereka ketika mereka sedang tidur. Maka jadilah ia (tanaman itu) seperti sudah dipotong.

Lalu mereka panggil memanggil di pagi hari. "Pergilah di waktu pagi ke kebun kamu jika kamu hendak memetiknya.” Maka pergilah mereka sambil berbisik-bisikan. "Bahwa janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalamnya (kebun kamu) pada hari ini.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari (dengan niat) menghalangi (orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya).

Maka tatkala mereka melihatnya, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang yang sesat.” “Bahkan kita adalah orang dihalangi (daripada hasilnya)."

Berkatalah seorang yang baik fikirannya antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih?" Mereka mengucapkan: "Subhana Rabbina (Maha Suci Tuhan kami)! Sesungguhnya kami adalah orang yang zalim.”
Lalu sebagian mereka menghadapi sebahagian yang lain, saling menyalahkan.

Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita! Sesungguhnya kita ini adalah orang yang melampaui batas.” “Mudah-mudahan Rab (Tuhan) kita memberikan ganti kepada kita dengan yang lebih baik daripada itu. Sesungguhnya kita, kepada Rab (Tuhan) kita mengharapkan.” Seperti itulah azab. Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.

08 Oktober 2008

Tidak kompatibel dengan model lama?


Lebih dari tiga tahun saya mengenal Nokia 6820. Saya menggunakan pertama kali berupa unit bekas yang saya beli di Roxi dengan harga sekitar Rp700.000. Sebelum menggunakan Nokia 6820 itu saya sudah menggunakan Nokia 6800 yang memiliki desain sama dengan ukuran lebih besar.

Ponsel 6800 dan 6820 memiliki desain yang unik. Dalam keadaan terlipat, bentuknya tidak berbeda dengan ponsel candy bar lainnya. Tetapi jika lipatannya dibuka, akan muncul keyboard qwerty ukuran kecil. Separuh berada di sisi kiri layer dan separuhnya lagi berada pada sisi kanan.

Ponsel Nokia 6820 sedikit lebih maju dibandingkan dengan 6800 karena sudah dilengkapi dengan Bluetooth, kamera CIF, koneksi EDGE. Ini fitur yang termasuk high end pada zamannya (2004-2005). Sistem operasinya adalah Nokia Seri 40 yang lebih tahan virus dibandingkan Symbian Nokia Seri 60.

Nokia 6820 yang sudah lama menemaniku tersebut rusak sejak bebera bulan lalu karena suatu kecelakaan. Kemarin saya sempat berjalan-jalan di Ambassador dan melihat ada yang menjual 6820. Itu satu-satunya Nokia 6820 yang saya temukan di pertokoan seputar mal Ambasador. Fisiknya lebih mulus dibandingkan 6820 punyaku yang sudah rusak.

Setelah melalui tawar menawar, saya beli unit itu Rp475.000.

Hal paling menarik yang membuat saya sulit melepaskan diri dari Nokia 6820 adalah desainnya yang unik, fitur keyboard qwerty. Satu lagi adalah tersedianya koneksi Bluetooth dengan system operasi lama yang memungkinkan unit ini saya pairing dengan Ipaq 4350 menggunakan aplikasi Running Voice GSM. Aplikasi ini memungkinkan saya menyedot dan mengirimkan SMS dari Ipaq (menjadikan Nokia 6820 sebagai modem SMS), serta mengkonversi arsip folder SMS ke dalam file TXT sehingga mudah disimpan dan dibaca di komputer.

***
Sebelum Nokia 6820 yang lama rusak, saya sudah sempat membeli baterai cadangan. Jadi saya punya dua unit baterai yang menganggur. Ketika membeli 6820 kedua ini, saya berharap dua buah baterai yang menganggur itu bisa saya daya gunakan. Saya akan punya tiga unit baterai untuk satu buah ponsel. Kalau saya melakukan perjalanan jauh hingga tiga atau lima hari pun, saya tidak terlalu khawatir mengenai proses charging.

Eh, ketika mencoba memasukkannya ke dalam Nokia 6820 yang baru, beterai itu susah masuk. Ternyata dua buah baterai model lama itu ukurannya lebih tebal. Saya cek, memang benar tipenya berbeda meskipun voltasenya sama. Baterai lama model 5C, baterai pada 6820 yang baru model 4C.

Saya paksa pasang dan charging juga tetap diam saja, tidak ada tanda kehidupan. Heran banget, bagaimana mungkin ponsel dengan tipe sama dilengkapi baterai yang berbeda?

Apakah Nokia sering melakukan hal yang sama untuk unit-unit buatannya? Entahlah…

06 Oktober 2008

Berwisata di pinggir laut


Sekitar 10 km dari rumah orangtuaku di Kutoarjo ada pantai yang hanya ramai selama Syawalan. Syawalan adalah istilah untuk keramaian pada pekan pertama bulan Syawal. Pantai itu disebut pantai Ketawang karena berada di desa Ketawangrejo.

Sewaktu Lebaran pecan lalu, kami (saya beserta anak, istri, adik, beberapa keponakan) menyempatkan diri menengok Pantai Ketawang.

Sebagaimana kebanyakan pantai di bagian selatan Pulau Jawa yang selalu dihantam ombak besar, Pantai Ketawang diliputi oleh hamparan pasir dalam ukuran yang besar (atau luas).

Jalan aspal terdekat berjarak hampir 2 km dari bibir pantai. Selanjutnya adalah jalan tanah yang bergelombang dan berlapis pasir. Semakin mendekati pantai semakin banyak pasirnya. Jalan seperti ini rawan selip terutama pada sepeda motor yang rodanya tipis. Mobil yang berani mengambil posisi terlalu dekat dengan pantai juga rawan kena selip, yaitu roda berputar tetapi mobil tidak bergerak maju maupun mundur.

***
Karena sudah lama tidak berkunjung ke pantai, saya lupa mempersiapkan beberapa hal yang seharusnya disiapkan atau dibawa ketika serombongan orang berwisata ke pantai yang terik, berpasir, berombak besar seperti Ketawang ini.

Saya coba tuliskan beberapa hal yang mestinya disiapkan untuk wisata ke daerah semacam ini, sekadar sebagai pengingat:
1. Siapkan tali (rafia) untuk membawa sandal-sandal. Di pantai berpasir sangat tidak nyaman berjalan memakai sandal. Paling enak berjalan tanpa alas kaki. Akan tetapi, menenteng-nenteng sandal (apalagi dalam jumlah banyak dan mengajak pula anak-anak yang belum bisa membawa sandal sendiri) bisa merepotkan. Pilihan terbaik adalah mengikat sandal-sandal itu dengan tali, lalu satu orang bertugas menyeretnya.
2. Bawa/pakai topi. Untuk orang yang sensitif dengan urusan kulit, ada baiknya memakai sunblock dan semacamnya.
3. Handuk serta pakaian ganti
4. Tas plastik untuk menampung sampah-sampah sisa makanan atau untuk melindungi barang-barang lainnya.
5. Kamera
6. Sebisa mungkin membawa kendaraan dengan ground clearance tinggi, ban jangan sampai gundul.
7. Hati-hati dengan barang elektronik ketika dekat air. Ketika bermain di pantai kita selalu tergoda untuk berbasah-basah. Dan ombak pantai selatan seringkali tidak bisa diduga. Ombak dapat sewaktu-waktu membesar sehingga jangkauan air naik ke darat cukup jauh karena bibir pantai berpasir sangat landai. Dalam keadaan seperti ini alat-alat elektronik yang berada di saku dapat dengan mudah terkena air.

05 Oktober 2008

Pintu 'neraka' dibuka akhir Ramadhan


Pada akhir Ramadhan dan awal Syawal, pintu ‘neraka’ dibuka lebar-lebar bagi para pemudik.

Bagi pengendara mobil, ‘neraka’ itu berada di Simpang Jomin (Cikampek), Kanci (Cirebon), Nagrek-Ciawi-Malangbong (Jawa Barat), serta beberapa pasar tumpah baik di pantura maupun jalur selatan Jawa. Bagi pengendara kapal, ‘neraka’ ada di pelabuhan (dan mungkin juga di dalam kapal). Bagi pengendara kereta api noneksekutif, ‘neraka’ berada di stasiun dan sepanjang perjalanan yang panas, penuh berdesakan, serta sering telat itu.

Coba saja baca pesan-pesan yang saya terima dalam lebaran kali ini:
"Kami istirahat di sumedang utk lanjut pagi ini ke depok. Kemacetan total kemarin di jalur purwokerto ke prupuk. Kami memutar ke arah selatan dan kembali terjebak macet dari menjelang ciawi sampai malangbong. Kami ambil arah wado dan istirahat di sumedang malam."

"Temen istri berangkat kemarin pagi ke kebumen, pagi ini baru nyampe purwokerto."

***
Lebaran kali ini adalah Lebaran ketiga saya mudik membawa kendaraan pribadi. Perjalanan mudik kali ini, alhamdulillah tidak seberat perjalanan mudik tahun lalu.

Kali ini saya berangkat ke Bandung pada Sabtu siang. Saya pilih siang hari, sekitar jam satu, untuk menghindari kemacetan. Saya yakin jarang orang memilih waktu keberangkatan pada tengah hari saat sedang puasa. Alhamdulillah lancar.

Besoknya, Ahad pagi, saya bersama anak, istri, dan adik, berangkat sepagi mungkin dari Bandung ke arah timur. Kami berangkat sehabis sholat subuh. Berhubung saya tinggal di sisi barat Bandung (dekat tol Pasteur), butuh waktu hampir satu jam untuk mencapai Cileunyi.

Melihat ramainya arus di tol Cileunyi ke arah timur, saya langsung pesimistis. Pasti jalur Nagrek tidak sanggup menampung arus kendaraan sederas itu.

Benar saja, menjelang Nagrek, ternyata sudah macet. Asumsi saya, pagi-pagi itu sisa-sisa laskar macet* dari Jakarta-Cikampek belum tiba di Bandung, jadi sebagian besar pemudik yang lewat Nagrek pagi-pagi itu berasal dari Bandung dan sekitarnya.

Saya dengarkan di radio, semakin siang antrean di gerbang tol Cileunyi semakin panjang. Berarti ‘neraka’ kemacetan siang hari itu di Nagrek pasti sangat gawat. Mungkin segawat tahun lalu, ketika saya harus menghabiskan waktu sekitar lima jam untuk menempuh Cileunyi-Tasikmalaya.

Saya dengar dan baca berita, ‘neraka’ kemacetan di sekitar Kanci, Cirebon, lebih dahsyat dan lebih lama. Jumat malam kemacetan sudah terjadi, dan Minggu pagi saya dengar masih juga macet. Senin pagi di Purwokerto saya mendapat SMS, ada orang berangkat dari Jakarta Ahad pagi dan baru sampai Purwokerto pada Senin pagi.


Kami melanjutnya perjalanan Purwokerto-Kutoarjo pada Senin siang, mungkin bersamaan dengan sisa-sisa laskar macet yang kalah perang di pantura.

***

Kami kembali ke Bandung dari Kutoarjo pada Jumat. Terpaksa lewat Nagrek. Ini menjali perjalanan balik pertama saya lewat Nagrek. Selama ini saya menghindari melewati Nagrek dari arah timur karena tanjakannya curam dan hampir pasti macet.

Selama di luar Jakarta saya terus memantau berita mengenai arus lalu lintas. Dan saya membaca Nagrek selalu macet baik dari arah barat maupun dari arah timur. Bahkan pada hari H dan hari H+1.

Sampai di Malangbong saya membaca tulisan ‘Nagrek Macet, ke Bandung Silakan Lewat Wado’ tetapi saya jalan terus. Ciawi dan pasar Lewo (yang biasanya macet) berlalu dengan aman. Padat tetapi tetap bisa berjalan.

Lalu kami berhenti untuk sholat dan makan siang. Saat itu sekitar jam dua siang. Kami berhenti sekitar 4 km sebelum Nagrek (berdasarkan pathok tanda jarak yang ada di pinggir jalan).

Ternyata, selepas makan itulah kembali dibukanya pintu ‘neraka’. Padat sekali. Padat merayap**. Nanjak. Banyak pula kendaraan mogok di sekitar tanjakan itu.

Saya membayangkan alangkah malangnya yang terjebak di daerah ini pada malam hari nan gelap, apalagi kalau ditambah hujan pula. Wong macet siang-siang saja sudah sangat melelahkan dan menyebalkan.

***

Dalam kemacetan panjang di tengah perjalanan yang juga panjang itu ada banyak ujian.

Ada ujian kesabaran menghadapi orang-orang yang menyerobot ambil kanan di tengah kemacetan (sebal karena kita sudah tertib antre tetapi dipotong, bahkan juga bias saja penyerobot itu menyebabkan kemacetan parah pada dua arah kalau bertemu dengan kemacetan dari arah sebaliknya).

Ada ujian menghadapi panas dan tidak nyamannya jalan, menahan kebutuhan untuk buang air, makan, dan lain-lain. Apa-apa harus antre dengan ribuan pemudik lain, susah parkir di restoran dan tempat istirahat. Ada pula kesabaran menghadapi halangan pada kendaraan baik dari ban, mesin, AC, maupun lainnya.

Dibutuhkan banyak kesabaran menghadapi ‘neraka’ mudik itu.

Saya berharap para penguasa negara yang memiliki otoritas untuk membangun dan mengatur jalan itu segera mengurangi penderitaan para pemudik. Perlebar jalan sempit, buat jalan layang di atas pasar tumpah, atur persimpangan dengan benar. Manfaatkan teknologi terbaru, gunakan sistem informasi yang andal dan valid, buat simulasi yang akurat, dan sebagainya.

Biarkan pemudik itu menikmati ‘surga’ hingga Syawal (Bukankah pintu surga tanpa tanda kutip sudah dibuka lebar-lebar sejak awal Ramadhan? Jangan ditutup dengan ‘neraka’ dunia berupa kemacetan di mana-mana itu).

Wallahu alam


*) Diplesetkan dari Sisa-sisa Laskar Pajang karya S.H. Mintardja
**) Sebenarnya rayap itu jalannya cepat. Mungkin lebih tepat disebut menyiput daripada merayap.

23 September 2008

Pemodelan arus mudik

Saat ini ilmu komputasi sudah sangat maju. Informasi peta online juga sudah sangat gampang diperoleh, bahkan secara gratis. Nah, dalam kaitan dengan ritual mudik yang melibatkan hampir 20 juta orang, saya mengimpikan sistem informasi mudik yang sifatnya mampu memprediksi arus lalu lintas sebagai gabungan antara model matematis dengan peta digital. Informasi ini juga harus dapat diakses secara online oleh masyarakat.

Berdasarkan pengalaman saya beberapa kali mudik Lebaran lewat Bandung terus jalur selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah, terdapat dua titik kemacetan (sebenarnya lebih tepat disebut garis kamacetan karena panjangnya bisa puluhan kilometer dan waktu tempuh puluhan jam) yaitu di tol Cikampek dan Nagrek-Malangbong-Tasikmalaya.

Tol Cikampek mulai kilometer 32 hanya menyediakan dua jalur tidak sanggup menampung ribuan kendaraan yang ingin lewat secara bersama-sama. Tahun lalu, saya berangkat jam dua malam dari Gunungputri, mulai kena macet di Tol Cikampek km 19, baru bisa masuk ke Purbaleunyi jam 8 atau 9 pagi.

Jam 12 siang melewati Bandung, lalu terjebak di Nagrek-Malangbong dan baru bebas dari Tasikmalaya setelah jam enam atau jam tujuh malam. Saya tidak sanggup lagi menyetir jadi terpaksa menginap di Ciamis.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab kemacetan dan penderitaan itu. Akan tetapi, salah satu penyebab penting adalah kesalahan memperkirakan kondisi arus mudik saat itu.

****
Saya berharap ada permodelan yang bisa memprediksi atau mensimulasikan arus mudik di jalan-jalan utama itu jalur mudik di sekitar Lebaran. Data dapat dihimpun berdasarkan survey calon pemudik, data-data dari perusahaan angkutan, kapasitas jalan, dan sebagainya.

Tentu saja permodelan itu sifatnya harus dinamis karena orang akan bereaksi atas model yang pertama (misalnya menunda atau mempercepat waktu) yang berdampak pada perubahan pola arus mudik. Jadi model itu harus terus menerus diperbarui. (ya, ini agak muluk-muluk. Pada tahap pertama mungkin dibuat model statis dulu lah. Tahun-tahun berikutnya baru dikembangkan dengan variable yang dinamis melibatkan respons pemudik).

Saya yakin informasi semacam ini akan sangat bermanfaat baik untuk mengoptimalkan kapasitas jalan, menghemat waktu pemudik, mengeliminasi kemacetan, dan sebagainya.

Model seperti ini agak sedikit lebih maju daripada video streaming. Sebab video streaming hanya menyediakan data pada saat itu dan tidak memungkinkan kita bertanya kira-kira kondisi lalu lintas besok sore di titik X seperti apa?

Semoga ini bukan sekadar mimpi siang bolong…

18 September 2008

Utang, menggesa, dan gaya hidup modern

Jalan raya Gunungputri di dekat rumahku sedang diperbaiki. Sebagian jalan yang setiap hari dilewati banyak truk tronton itu sekarang menjadi sangat mulus dan sedikit lebih lebar.

Sebelum diperbaiki, kerusakan yang cukup parah di dekat pintu tol menimbulkan kemacetan yang tidak perlu. Selama masa itu pula saya lebih sering memilih jalan memutar lewat belakang kompleks perumahan tembus ke pintu tol Karanggan yang lebih jauh 1 km-2 km (tergantung jalur dan tujuan yang dipilih).

Saya lalu berpikir alangkah lebih baiknya kalau dari dulu jalan ini diperbaiki. Alangkah banyak yang dapat dihemat (bahan bakar minyak, waktu, spare part kendaraan, emosi dsb) dengan jalan yang lebih mulus dan lebih baik. Bukankah biaya yang dihabiskan untuk memperbaiki sekarang kira-kira sama dengan memperbaiki bulan lalu atau pun bulan depan?

***
Berandai-andai memang sering menyesatkan. Soal biaya itu sekilas memang sama atau berselisih sedikit pakai teori present value, future value, dsb. Berkaca pada kehidupan sehari-hari, bisa jadi biaya untuk perbaikan jalan itu baru tersedia saat ini (lupakan praduga korupsi, proyek dll).

Bagaimana mau memperbaiki jalan dari kemarin kalau dananya baru ada sekarang? Jadi silakan saja sengsara dulu selama satu bulan atau satu tahun menunggu uangnya ada, baru diperbaiki. Jangan mengimpikan efisiensi (jalan mulus lancar hemat waktu hemat bensin hemat spare part) dan hal-hal mewah lainnya dulu. Jangan mengharapkan kegunaan sebelum bisa mengeluarkan modal (untuk perbaikan).

***
Mengharapkan kegunaan terwujud mendahului modal. Sebenarnya itulah impian setiap orang. Semua orang yang dulunya miskin dan sekarang menjadi kaya mungkin saja berpikir seandainya dulu bisa membiayai sekolah dengan lebih baik (memakai uang yang dimiliki sekarang), mungkin kondisinya akan lebih baik. Seandainya dulu bisa mengobati anggota keluarga dengan uang yang dimiliki sekarang alangkah lebih baiknya.

Tetapi cara berpikir itulah dasar munculnya utang alias hutang. Ingin mewujudkan fasilitas sekarang dengan biaya yang dihasilkan belakangan.

Barangkali itulah pula dasar lahirnya kartu kredit (karena kartu kredit itu dasar cara hidup orang modern yang berkiblat ke AS dan belakangan bangkrut). Lha kalau semua-mua dibiayai pakai utang, terus ternyata kemampuannya melempem dalam membayar, bagaimana perekonomian tidak ikut ambruk?.

***
Jadi, kesimpulannya, kalau memang negara dan diri ini sedang tidak punya duit, dan tidak banyak harapan untuk bisa mengumpulkan banyak duit, sabar saja menghadapi ke-papa-an yang muncul karena ketidakpunyaan. Jangan menggesa untuk utang ini itu, apalagi kalau melampaui batas kemampuan. Sabar saja mau jalan rusak, rumah rusak, ponsel jadoel, kendaraan kuno, dan sebagainya. Enggak usah banyak-banyak utang, hehehe..

Antre gaya Indonesia


Beberapa hari yang lalu saya menulis mengenai perlunya antre (yang bahkan bisa berguna untuk menyelamatkan nyawa). Nah, tadi pagi saya mengalami antrean khas Indonesia. Tidak terlalu menyiksa, tetapi menurut hemat saya masih perlu banyak peningkatan alias perbaikan.

Tadi pagi saya membayar pajak mobil di kantor bersama samsat Cibinong, Bogor. Masuk loket pertama untuk menyerahkan KTP (asli), STNK (asli), serta bukti pembayaran pajak tahun lalu (juga asli). Saya mendapatkan tanda bukti selembar kertas kecil yang harus diisi sendiri.

Setelah menunggu sekitar setengah jam, saya dipanggil di loket kasir untuk membayar. Alhamdulillah pajak kendaraan tahun ini turun sekitar 10% dibandingkan dengan tahun lalu. (menurut berita di koran-koran katanya naik, mungkin yang naik khusus untuk pajak di Jakarta).

Saya duduk kembali di runag tunggu. Sekitar 20 menit atau setengah jam kemudian saya dipanggil untuk mengambil KTP (asli), STNK (asli), serta bukti pembayaran pajak yang baru (asli). Lalu pulang.

***
Saya rasa proses sekitar satu jam itu cukup cepat melihat begitu banyaknya orang yang mengurus pajak dan STNK. Akan tetapi ada sejumlah kelemahan yang tampak menonjol.

1. Di loket penerimaan ada orang yang hanya menyerahkan dokumen, ada pula yang langsung membayar. Padahal petugasnya sama-sama pakai seragam. Orang yang hanya menyerahkan dokumen (seperti saya) membayar di loket kasir persis sesuai dengan angka yang tertera dalam lembar pembayaran. Entah bagaimana dengan orang yang membayar di loket lain.

2. Ketika menyerahkan KTP, STNK, serta bukti pajak tahun lalu, pembayar hanya memegang bukti secuil kertas yang agak mencemaskan. Padahal dokumen yang diserahkan adalah dokumen sangat penting. Tadinya saya menyerahkan fotocopian. Eh, fotocopian diambil, yang asli juga diminta. Jadi, kalau ada apa-apa, saya tidak punya back up lagi.

3. Selam masa menunggu (terutama menunggu sebelum ada panggilan pertama untuk membayar), pembayar berada dalam posisi tanpa panduan. Kita tidak tahu proses sudah sampai di mana, tidak tahu berapa lama lagi harus menunggu. Semua tergantung ‘panggilan’ petugas. Jadi, mau baca koran, mau ke toilet, atau mau pergi makan (kalau sedang tidak puasa) serba meragukan. Jangan-jangan nanti pas pergi justru dipanggil.

Saya kira beberapa ciri di atas yang saya sebut sebagai antrean khas Indonesia. Kasus yang mirip saya alami kalau mau naik bus malam Sumber Alam. Sumber Alam adalah salah satu perusahaan bus malam terbesar di Jawa tengah bagian selatan dengan tujuan Jakarta, Bogor, Cibinong, Bekasi, dan kota-kota di sekitarnya. Kantor pusatnya di Kutoarjo, 8 km dari rumah orang tuaku.

Kalau naik bus Sumber Alam, kita membeli tiket misalnya pagi hari. Pas sore datang ke sana harus nunggu dipanggil satu per satu dengan urutan yang kita tidak tahu polanya. Ada ratusan orang yang naik bus ke berbagai jurusan (apalagi saat Lebaran dan liburan). Kita tidak tahu setelah panggilan untuk penumpang bus AC jurusan Pulogadung, misalnya, kemudian bus yang mana? Apakah bus Cibinong? Bogor? Citeureup? Cikarang? Atau yang mana?

Semua calon penumpang hanya psrah saja. Beruntung kalau rombongannya lebih dari satu orang. Yang satu bisa ke toilet atau makan atau baca Koran dengan santai ketika yang lain menunggu panggilan. Bagaimana dengan orang yang sendirian?

Pola antrean model begini juga dulu sering saya alami ketika membayar listrik dan PDAM sebelum saya memanfaatkan ATM. Itulah makanya saya sebut antrean khas Indonesia.

***
Untuk loket sekelas kantor bersama samsat, saya pikir seharusnya mereka bisa menerapkan pola seperti loketnya operator seluler. Kalau kita ke Grapari Telkomsel, misalnya, kita ambil antrean dan bias memperkirakan masih berapa orang lagi di depan kita.

Kita tidak perlu menyerahkan dulu dokumen-dokumen penting seperti KTP asli dan sebagainya ketika menunggu.

Mestinya, dokumen itu diserahkan (atau bahkan hanya ditunjukkan saja) nanti ketika nomor urut kita dipanggil, kita duduk di depan CS, sambil menyerahkan dokumen. Bayar ke kasir, balik lagi ke CS, sudah dapat itu bukti pembayaran pajak.

Jadi kita tetap bisa mengawasi KTP dan STNK kita itu di depan mata. Tidak ada kecemasan kehilangan dokumen. Kalau dia tidak betah dengan antrean yang sangat panjang, dia bisa datang lain kali saja tanpa harus kehilangan KTP dll yang ditahan duluan. Saya kira jumlah petugas yang sangat banyak itu sudah mencukupi untuk sistem baru yang lebih baik.

Kapan kah kita dapat menikmati system antrean yang lebih baik, lebih menenangkan, dan tentu saja lebih manusiawi? Masak harus nunggu di akhirat dengan sistem antrean yang dibuat oleh Allah yang Maha Pintar? Wallahu alam.

16 September 2008

Menyelamatkan nyawa dengan antre

Sebanyak 21 orang tewas dan belasan luka-luka dalam antrean penerima zakat di Pasuruan, Jawa Timur, kemarin. Ini kisah yang sangat memilukan. Jumlah korban yang terlalu banyak untuk sebuah antrean sebesar apa pun. Meninggal karena masalah perebutan sesuatu yang mestinya bisa diperoleh dari antrean adalah kisah memilukan sekaligus memalukan.

Terlepas dari banyaknya faktor di balik tragedi itu (seperti kemiskinan, kurang optimalnya lembaga penyalur zakat, tidak berfungsinya aparat keamanan dan petugas negara), saya ingin menyoroti satu persoalan serius yaitu budaya antre.

Saya pikir tragedi semacam ini merupakan momentum bagi bangsa ini, dan seluruh bangsa di dunia, untuk memperhatikan manfaat antre. Kita bisa mengatakan bahwa antre itu dapat menyelamatkan nyawa. Antre, meskipun kelihatan sepele dan dalam banyak hal menyebalkan, manfaatnya bisa benar-benar besar: menghindarkan kematian.

Dalam budaya antre, semua orang merasa setara, oleh sebab itu hanya ada satu variable yang menjadi penentu siapa yang berhak dilayani terlebih dahulu. Variable itu adalah siapa yang terlebih dahulu datang. Variabel lain dianggap setara. Atau, kalaupun akan ditambahkan variable lain, disediakan loket husus misalnya untuk orang tua, orang cacat, ibu hamil, dan sebagainya.

Budaya antre butuh pelaksanaan yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Dalam antrean, kalau ada orang yang tidak mau menghargai orang lain (merasa dirinya lebih penting) akan memicu orang lainnya untuk juga tidak saling menghargai, sehingga kacaulah antrean.

Tidak boleh ada alasan pribadi (misalnya karena merasa lebih miskin, lebih punya jasa, punya jabatan) sebagai pembenaran untuk tidak mematuhi antrean.

***
Di sejumlah negara maju dengan kesadaran berbagi yang tinggi, budaya antre sudah mendarah-daging. Di Jepang, misalnya, orang menunggu di halte bus yang tanpa loket pun dalam bentuk antrean. Tidak ada yang menyuruh maupun mengatur, semua otomatis, atas kesadaran sendiri.

Bahkan, orang berjalan kaki pun membentuk antrean, persis seperti orang mengemudi di jalan tol. Kalau kita berjalan kaki pada jalan sempit dua arah (seperti escalator, jembatan penyebarangan), harus pilih di sebelah kiri, untuk memberi kesempatan orang lain yang ingin mendahului. Tidak boleh jalan kaki bergerombol yang menghalangi orang lain untuk berjalan lebih cepat. Di sinilah semangat berbagi resources public yang terbatas sangat menonjol.

***
Keinginan orang-orang yang memiliki kekuasaan atau pengaruh untuk menggunakan jalur khusus di luar antrean (dilakukan oleh pejabat, wartawan, atau siapa pun lah itu) dalam hemat saya merupakan salah satu faktor (langsung dan tidak langsung) penghambat berkembangnya budaya antre.

Mari kita belajar antre, demi menyelamatkan banyak nyawa.

*) Pada masyarakat modern, antrean fisik dalam berbagai hal mulai digantikan dengan antrean elektronik atau Internet. tetapi itu di luar bahasan.
*) Saya kadang kepikiran soal antrean di akhirat yang melibatkan miliaran manusia. Bagaimanakah sistem antreannya? Apakah prioritas berdasarkan kebaikan, atau siapa yang lebih dahulu hidup di dunia, atau apa? Allah yang Maha Pintar pasti menyediakan sistem antrean yang top deh.

15 September 2008

Peranan Atmosfer Bumi


Anda mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan mengenai fenomena alam yang terkait dengan cuaca dan iklim dari anak, murid, keponakan, atau rekan? Atau bahkan Anda mengalami kesulitan untuk memahami berita seputar iklim, atmosfer, dan pemanasan global di media massa?

Barangkali buku berjudul 'Peranan Atmosfer Bumi' bisa membantu Anda.

Buku karya Erma Yulihastin ini ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dipahami anak dan remaja.

Tampilan full colour dengan gambar-gambar indah di setiap halaman membuat buku terbitan Azka Press (Grup Ganeca Exact) ini lebih memikat dan mudah dicerna.

Latar belakang penulis yang alumnus Geofisika dan Meteorologi ITB, serta pekerjaannya sebagai staf peneliti pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menjadi jaminan tersendiri terhadap kualitas konten buku ini.

Adapun pengalaman penulisnya sebagai mantan wartawan (Tempo News Room), aktivitasnya sebagai Ketua Forum Lingkar Pena Kabupaten Bogor, serta konsistensinya dalam membuat tulisan ilmiah populer untuk koran (PR, Tribun, Kompas Jabar, Sindo) membuat penyajian masalah rumit menjadi mudah dimengerti.

Buku itu terdiri atas 52 halaman dalam tujuh bab sebagai berikut.

Satu, menjelaskan mengenai Bumi kita, atmosfer yang selalu bergerak, apa yang menggerakkan atmosfer, bagaimana atmosfer bergerak, manfaat atmosfer, dan susunan atmosfer.

Dua, menguraikan beberapa rahasia penting mengenai atmosfer Indonesia.

Tiga, mengupas singkat tentang ilmu meteorologi dan perkembangan teknologi terkini dari ilmu tersebut.

Empat, menceritakan apa yang dimaksud cuaca dan iklim serta apa saja yang membentuk cuaca dan iklim.

Lima, menggambarkan gejala cuaca dan iklim yang tampak sehari-hari seperti hujan, awan, angin, badai, banjir.

Enam, menerangkan pentingnya informasi cuaca dan iklim untuk keperluan di berbagai bidang seperti penerbangan, pelayaran, transportasi darat, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kesehatan, industri, lingkungan hidup. Di bagian ini juga dijelaskan tentang kantor cuaca dan iklim yang memberikan layanan informasi cuaca dan iklim di Indonesia.

Tujuh, menjelaskan seputar perubahan iklim dan pemanasan global. Betulkah iklim dunia berubah? Apakah yang menyebabkannya? Bagaimana dengan pemanasan global? Apakah ada kaitan antara pemanasan global dan perubahan iklim? Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi pemanasan global?

Semoga buku ini bermanfaat.

Spesifikasi buku: B5 Full colour, kertas isi MP 100 gram, cover AC/Ivory 210 gram, jilid block lem.
Harga: Rp30.000

08 September 2008

Kaset terjemahan


Sejak sering nyetir dua tahun yang lalu, saya jadi gemar lagi mendengarkan kaset. Sebab, radio di dalam mobilku bunyinya kresek-kresek tidak jelas (mungkin karena tidak ada antenna luar, mungkin juga karena mereknya yang agak abal-abal). Jadi satu-satunya hiburan ya kaset.

Nah, sejak itu saya berusaha mencari kaset murattal dan al-ma’tsurat yang dilengkapi dengan terjemahnya dalam bahasa Indonesia. Murattal adalah bacaan alquran biasa, bukan qiroah. Jadi ini membaca biasa saja. Adapun al-ma’tsurat itu kumpulan doa-doa dari Rasulullah yang dihimpun oleh Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin.

Kalau kaset murattal dan ma’tsurat yang tanpa terjemahan sih sudah banyak. Mencari terjemahan itu yang sulit. Kalaupun ada, terjemahnya dalam bentuk teks, tidak bisa didengarkan, harus dibaca. Jadi, ya praktis tidak dapat disimak sambil nyetir.

Sekitar satu tahun yang lalu saya sempat menemukan al-ma’tsurat yang dilengkapi dengan terjemahnya. Sayang sekali formatnya CD. Padahal sistem audio di dalam mobilku tidak dapat digunakan untuk memutar CD.


***
Nah, awal bulan lalu, waktu jalan-jalan di penjual buku jl Gelapnyawang sebelah Masjid Salman Bandung, saya menemukan murattal Al-Quran yang dilengkapi dengan terjemah.

Kaset yang tersedia hanya juz 29. Murattal oleh Ust Abu Rabbani. Cara membacanya enak sekali didengarkan. Sayangnya, proses pembuatannya kurang memperhatikan perbedaan karakter pengucapan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia.

Bacaan Al-Quran melengking tinggi dengan volume yang juga tinggi, sementara bacaan terjemahnya sangat lunak dan nyaris tanpa intonasi. Jadi, kalau suara terjemah mau terdengar nyaring, bacaan Qurannya harus sangat keras.
Kondisi kurang nyaman ini sangat terasa ketika melewati tol JORR atau Cipularang yang tidak pakai aspal sehingga noise dari ban besar sekali. Kesenjangan suara antara bacaan Al-Quran dan terjemahnya terasa sekali.

Beberapa pekan kemudian, masih di toko yang sama, saya menemukan kaset al-ma’tsurat yang dilengkapi dengan terjemah. Kali ini pembaca Al-Quran dan doa orangnya sama dengan pembaca terjemahnya. Volume dan intonasinya juga tinggi.

Jadi, problem kesenjangan seperti pada kaset Abu Rabbani tidak muncul. Sayangnya, terjemah ini tidak murni bahasa Indonesia. Banyak campurnya dengan bahasa Melayu dengan cara pengucapan yang logatnya khas Melayu (atau Sumatra lah).

Oh iya, satu lagi. Saya menemukan sebuah CD buatan Bandung yang berisi bacaan Al-Quran juz 30 dengan terjemah (saritilawah). Tapi cara pengerjaannya terkesan agak sembarangan. Bacaan dipotong-potong dari murattal yang asli, lalu diselipkan terjemah. Terjemah dibaca oleh wanita.

Mudah-mudahan di masa mendatang ada lebih banyak lagi kaset dan CD murattal, doa, dan sebagainya, yang dilengkapi dnegan terjemah, dan dikerjakan dengan kualitas yang lebih baik. Paling tidak saat ini sudah ada yang memulai. Terima kasih untuk mereka yang sudah membuat terobosan ini.

Saya yakin, mendengarkan bacaan semacam itu secara berulang-ulang tidak membosankan sebagaimana mendengarkan ceramah yang berulang-ulang. Wallahu a’lam.

31 Agustus 2008

Kelegaan dan kesepian seusai cuti panjang


Hari ini saya mengakhiri cuti sangat panjang, nyaris satu bulan penuh. Inilah cuti terpanjang dalam pengalaman saya sebagai karyawan. Bahkan sebagai mahasiswa, rasanya saya tidak pernah benar-benar berlibur sepanjang ini tanpa kegiatan di sekitar kampus.

Di akhir cuti ini ada perasaan sangat lega karena saya berhasil melalui hari-hari yang berat bersama Sekar (tanpa ibunya di sisinya). Namun bersamaan dengan itu ada rasa kesepian yang sangat mencekam saat berpisah dengan anak perempuanku itu setelah hubungan yang sangat intensif dalam satu bulan terakhir ini. Hubungan ayah-anak yang paling intensif yang pernah saya rasakan sepanjang hidup.

***
Empat pekan kebersamaanku dengan sekar dalam masa cuti ini terdiri atas pekan pertama di bandung, pekan kedua di purwokerto, pekan berikutnya kembali ke bandung, sebagian pekan terakhir di gunungputri, serta ujung pekan terakhir di bandung.

Ibunya sekar mulai mengikuti prajabatan dan training pada Senin, 4 Agustus. Selama satu pekan pertama itu kegiatan saya adalah antar-jemput sekar sekolah, membantu urusan-urusan yang terkait dengan sekolah seperti mengisi buku penghubung, mencari celemek untuk kegiatan masak, mencari hadiah ulang tahun ketika ada teman sekolahnya berulang tahun, dan sebagainya.

Siang hari seusai sekolah kadang saya menemaninya tidur siang. Atau saya pergi untuk berbagai urusan dan kembali ke rumah sebelum jam empat sore. Antara jam empat sore sampai pagi hari saya selalu di rumah. Kalau siang hari ada pengasuh di rumah, jadi urusan mandi dan sebagainya sudah ada yang menangani. Tetapi antara sore hingga pagi kami hanya berdua di rumah. Jadi segala urusan seperti ke kamar mandi, menemani bermain, membacakan buku, membuat susu, dan sebagainya menjadi tanggunganku sepenuhnya.

Waktu pagi, ketika sekar sekolah (antara jam 8-12), biasanya saya ke salman ITB untuk sarapan dan membaca buku serta koran di perpustakaan.

Kegiatan yang sama juga terjadi pada pekan ketiga setelah kami pulang dari purwokerto. Pokoknya selama di Bandung kegiatan rutinnya ya seperti itu. Saya beruntung karena di Bandung ada pengasuh yang membantu macam-macam urusan termasuk soal baju untuk sekolah, menyuapi makan, menyiapkan bekal dan sebagainya.

***
Pada pekan kedua, saya mendapat kabar bahwa Bapak harus operasi tulang belakang di purwokerto. Maka berangkatlah saya dan sekar ke sana. Berdua saja membawa mobil yang mesinnya sedang bermasalah ke purwokerto. Mau naik kereta repot karena tidak ada jurusan Bandung-Purwokerto, mau naik bus kasihan Sekar.

Untunglah sekar bersikap sangat dewasa. Bahkan ketika di Ciamis dia muntah di kursi belakang, sama sekali tidak menangis. Dia hanya bilang: “ayah aku muntah”.

Selama di Purwokerto, sekar sama sekali tidak bisa pisah dari diriku, kecuali saat tidur. Bahkan ketika saya ke kamar mandi sekali pun,dia menunggu di depan pintu sambil berpesan: jangan dikunci ya, Yah. Kalau dia terjaga dari tidur dan tidak menemukanku, pasti nangis. Itulah makanya sekar terpaksa ikut menginap dua malam di rumah sakit. Lalu sisanya bermalam di rumah Mas Faqih-Mbak Nanik.

Selama di Purwokerto ini makannya banyak sekali. Kalau ada agar-agar untuk Bapak (Mbah Kakung), selalu dia yang makan. Begitu pun dengan berbagai macam roti yang empuk-empuk yang disediakan untuk Mbah Kakung. Pokoknya makanan untuk Mbah Kakung sering sekali dia makam. Makanya pulang dari sana justru tambah gemuk. (Ayahnya saja yang justru makin kurus). Sekar tidak masuk sekolah sepekan lebih sedikit.

Untung pula purwokerto ada banyak buku cerita anak-anak. Sekar meminjam krayon Mas Hanif mewarnai buku di sana. Selama di purwokerto juga sekar belajar menulis namanya sendiri baik memakai ponsel maupun memakai buku. Dia sudah bisa menulis ‘Sekar Nabila Inspirana’ pada ponsel Blackberry 7290 dengan tepat baik memakai huruf besar maupun kecil. Kesukaannya main tempel-tempel dan membuat kandang kebun binatang juga mendapat penyaluran karena Mas Hanif punya mainan yang mendukung.

***

Pada akhir pekan ketiga dan awal pekan keempat kami tinggal di gunungputri. Ibunya tidak lagi di asrama sehingga malam bisa di rumah. Tetapi di sini tidak ada pengasuh. Jadi dari pagi hingga malam praktis hanya berdua saja.

Kegiatan rutin kami adalah bersepeda keliling-keliling kompleks. Sekar membonceng di belakang sambil nyanyi-nyanyi. Kadang kami berbelanja di Indomart, Asri, atau membeli ikan goreng, atau membeli es campur, atau megambil uang di ATM.

Selama di gunungputri sekar selalu tidur siang, mungkin karena capek. Tetapi makannya tidak sebanyak ketika di bandung atau purwokerto. Jadi, badannya kembali menyusut, tidak segemuk pekan sebelumnya.

***
Selama empat pekan itu saya hampir tidak pernah marah kepada Sekar. Kecuali satu kali ketika baru pulang dari purwokerto. Badan saya lelah serta pusing setelah menyetir dari purwokerto ke bogor. Sementara itu, sekar yang segar bugar (karena banyak tidur dan istirahat di jalan) mengajak bermain terus. Dia tidak mau kalau hanya ditunggui, maunya ditemani bermain. Untunglah kami bisa menyelesaikan masalah ini dengan happy ending.

Sekar pun tidak rewel. Kalau ditanya soal buang air besar dia selalu konfirmasi:” ayah nyuruh aku **k? tapi kalau enggak keluar ya sudah.”

Ibunya sekar menyelesaikan prajab dan pelatihan pada Rabu malam, 26 Agustus. Jadi setelah itu kehidupan praktis normal kembali. Alhamdulillah krisis sudah berakhir dengan baik. Sekar sehat sepanjang satu bulan ini. Nafsu makan sangat baik, tidak ada gangguan kesehatan, tidak ada masalah serta trauma psikologis. Legaa sekali rasanya.

Hari ini saya kembali ke gunungputri karena harus kondangan. Dan besok harus masuk kerja langsung disambut piket dan puasa (liburku terpotong satu hari karena kewajiban piket).

Hari ini di gunungputri, tanpa sekar, saya merasakan kesepian. Setelah hampir satu bulan penuh nyaris tak pernah terpisah dan berada dalam hubungan emosional yang sangat erat, kini harus mulai berpisah lagi. Saya tidak yakin bisa menahan diri dalam satu pekan ke depan tanpa berjumpa dengan anakku yang sangat cantik itu... Ya Allah tolonglah kami untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.