29 November 2010

"Taken" di Bioskop TransTV

Tadi malam ada film bagus yang diputar di Bioskop TransTV. Sebuah film barat tentu saja. Judulnya sangat pendek, TAKEN.

Ini cerita tentang perjuangan seorang ayah (Bryan Mills) untuk merebut kembali anak perempuan semata wayangnya (Kim) dari tangan sindikat penculik.

Kim hidup bersama ibunya (Lenore) yang menikah lagi dengan seorang pria kaya raya. Film itu diawali dengan adegan ulang tahun Kim. Ayahnya memberikan hadiah semacam alat karaoke karena mengingat Kim waktu kecil ingin jadi penyanyi. Ayah tirinya yang kaya raya memberinya hadiah kuda yang tentu saja mahal, bagus dan menyenangkan.

Agaknya, hubungan antara Bryan yang agen intel dan menjadi pekerja keamanan dengan Lenore tidaklah bagus. Itu tampak sekali ketika ibu Kim mendesak Bryan untuk mengizinkan anak perempuannya yang tinggal di California itu berwisata ke Prancis.

Bryan yang merasa sudah melihat dunia yang luas sangat khawatir dengan kepergian Kim yang berusia 17 tahun hanya berdua dengan temannya, Amanda, yang seumuran. Kim dan ibunya bahkan menyembunyikan rencana untuk tidak hanya ke Paris melainkan ke berbagai kota dan tanpa ditemani orang dewasa.

Semula Bryan tidak mengizinkan anaknya itu pergi. Bryan dianggap terlalu paranoid karena sifat pekerjaannya. Tapi akhirnya dia mengizinkan anaknya pergi ke Prancis dengan mengajukan sejumlah syarat, termasuk membekalinya dengan telepon internasional yang memudahkan mereka berkomunikasi.

Lalu terjadilah apa yang dikhawatirkan Bryan. Kim dan Amanda dapat kenalan baru di bandara yang ternyata adalah sindikat penculik gadis-gadis belia.

Kim diculik persis saat ayahnya berusaha meneleponnya. Lalu terjadilah aksi heroik Sang Ayah untuk membebaskan anaknya hanya dalam batas waktu 96 jam. Berbekal informasi sepotong yang direkam dari percakapan telepon dengan anaknya ketika sedang diculik itulah dia melacak sedikit demi sedikit sindikat yang berasal dari Eropa Timur itu (buat film Amerika, paling gampang memang melekatkan sindikat-sindikat itu dengan Eropa Timur).

Proses pencarian hingga menemukan anaknya itu keras dan brutal. Tidak bagus ditonton anak-anak. Bryan juga terkesan terlalu tangguh seperti Bourne dalam film lain. Menembak sekali lawan langsung mati, ditembak berkali-kali tidak kena. Sekali memukul lawan tersungkur, dipukul berkali-kali tidak kunjung kena.

***
Terlepas dari kebrutalan serta kemampuan terlalu tangguh khas film action, inti cerita dalam film ini, menurut saya, sangatlah bagus. Sebuah bukti kecintaan seorang ayah terhadap putrinya semata wayang. Sebuah cinta tulus yang membuatnya rela mengorbankan apa saja untuk keselamatan dan kebaikan buah hatinya itu.

Saya kira film yang judulnya mirip bahasa Jawa, tekan, ini salah satu film terbaik yang pernah diputar Bioskop Trans TV.

Film yang dibintangi Liam Neeson, Maggie Grace, serta Famke Janssen, dengan sutradara Pierre Morel dan penulis Luc Besson serta Robert Mark Kamen ini memang bagus dan menarik. (Setyardi Widodo)

25 November 2010

Antara Seoul dan Pyongyang

Datanglah datanglah. Siapa yang ingin berperang. Ke antara Seoul dan Pyongyang.
Dengarlah dengarlah. Hymne perang berlagu kencang. Kian hari kian meluas.


Persaudaraan, keberanian, keserakahan. Tercecer jadi puing
Di sana yang lemah bisa kuat. Yang kuat bisa saja kalah.

Lihatlah lihatlah. Amerika ditendang China. Jepang pun payah di Laut Kuning.

Tahukah tahukah. Obama, Hu Jianto. Kan, Kim Jong-il serta Kim Jong-un.
Siapa yang jadi pahlawan ? Atau semuanya sia-sia?

Bilakah semua kan berakhir? Kehancuran atau kebangkitan?

*Dimodifikasi dari lagu Bimbo: Antara Kabul dan Beirut
Foto dari AP

22 November 2010

Kebranang ing Gegayusan

Dulu, waktu saya masih SD hingga awal kuliah, ada acara tv yang sangat digemari orang desa di seputar Yogya dan Jawa Tengah bagian selatan. Itulah acara kethoprak yang ditayangkan TVRI stasiun Yogyakarta setiap malam Minggu.

Ketika itu di desa saya belum banyak pesawat tv. Di sekitar tempat saya tinggal hanya Pak Lurah yang punya. (Saya menyebutnya Mbah Lurah karena masih termasuk kerabat dengan level mbah. Waktu saya kelas 6 SD, Mbah Lurah membeli tv baru dan tv lama yang hitam putih merek Johnson diakuisi oleh orang tua saya).

Maka di rumah Mbah Lurah itulah setiap malam Minggu berkumpul puluhan warga dari orang dewasa hingga anak-anak lain untuk nonton kethoprak.

Di desa saya waktu itu belum ada listrik. Jadi, tv dihidupkan dengan aki (accu). Beberapa hari sekali harus diisi ulang ke desa lain yang sudah ada listrik PLN.

***

Pada masa akhir kejayaan kethoprak itu, TVRI Yogya pernah menanyangkan kethoprak sayembara. Saya lupa persisnya tahun berapa. Barangkali untuk mengantisipasi munculnya stasiun tv swasta yang siarannya lebih variatif.

TVRI menggandeng penulis cerita ternama untuk bergabung. Termasuk di antaranya SH Mintardja yang dikenal publik Yogya dan Jawa Tengah sebagai penulis cerita Nagasasra & Sabukinten, Api di Bukit Menoreh, dan Pelangi di Langit Singasari sebagainya. (bisa lihat tulisan-tulisan beliau di adbmcadangan.wordpress.com)

Dua karya SH Mintardja yang digelar untuk kethoprak sayembara itu, yang saya ingat, adalah “Ampak-ampak Kaligawe” serta “Kebranang ing Gegayuhan”. Seingat saya, TVRI dalam menggelar sayembara juga melibatkan majalah berbahasa Jawa “Djaka Lodhang”.

***
Cerita “Kebranang ing Gegayuhan” ini paling menarik. Secara harfiah, kebranang artinya terbakar atau tergoda. Gegayuhan artinya harapan, angan-angan, cita-cita. Pokoknya sesuatu yang ingin digayuh atau dicapai. “Kebranang ing Gegayuhan” kira-kira artinya yang paling pas dengan cerita adalah “terbakar oleh angan-angan”.

Ini cerita tentang seseorang atau sekelompok orang yang karena tergiur dengan jabatan yang tinggi lalu menempuh cara-cara nista. Dia menghalalkan segala cara termasuk mencelakakan orang lain, orang dekat, melakukan pembunuhan, dan sebagainya.

Dalam sayembara, pertanyaannya adalah tentang siapa yang menjadi dalang pembunuhan seorang pejabat di Kadipaten Kateguhan. Sebagai cerita sayembara, banyak kejutan yang ditampilkan.

Entah mengapa inilah satu-satunya cerita yang kethoprak sayembara yang nama tokoh-tokohnya masih saya catat. Saya lupa persisnya bagaimana bisa mencatat nama tokoh-tokoh dalam cerita itu di salah satu buku yang memang saya khususnya untuk mencatat kutipan buku, ceramah orang, serta bacaan-bacaan menarik.

Tokoh-tokoh yang masih tercatat antara lain Rantamsari, Senapati Sanggayuda, Rembono, Sasongko, Wignyono, Wismoyo, Madyasto, Wicitro. Lalu ada Tumenggung Reksadrana, Wiradapa, serta Demang Panjer.

Sebagai kejutan, ternyata dalang kekisruhan itu adalah Rantamsari, istri Adipati Kateguhan. (Nama si wanita mengandung makna yang terkait erat dengan kata gegayuhan). Sebenarnya, saya kira, yang lebih terbakar oleh angan-angan bukanlah Rantamsari melainkan orang-orang suruhannya yang mendapatkan banyak iming-iming untuk melakukan tindakan yang mencelakakan orang lain.

***
Lalu, kalau mengingat cerita berkembang di media massa belakangan ini, tentang orang-orang yang lupa daratan karena angan-angan untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya, saya kok jadi ingin mengubah cerita SH Mintardja itu menjadi “Kebranang ing Gegayusan.”


PS: Gambar diambil dari cover salah satu cerita karya SH Mintardja, Panasnya Bunga Mekar.

Mobil adalah kendaraan yang sangat tidak efisien

Untuk mengangkut satu atau dua orang yang bobotnya masing-masing kurang dari 100 kg, diperlukan mobil dengan bobot 1 ton atau 2 ton.

Jadi, bobot kendaraan rata-rata bisa 10 kali lipat dari bobot pengemudi atau pengendaranya. Bahkan, untuk kasus saya, rasio itu bisa meningkat menjadi 20 kali lipat.

Bukankah itu berarti sebagian besar energi dari mobil itu digunakan untuk menggerakkan dirinya sendiri, bukan untuk menggerakkan atau membawa penumpang?

Memang betul, ada mobil-mobil yang sangat efisien. Satu mobil omprengan bisa diisi dengan 9 orang. Satu angkot bisa diisi hingga 14 orang. Satu bus bisa diisi dengan puluhan orang.

Dalam kasus semacam itu rasio antara bobot kendaraan dengan bobot penumpang mungkin sangat rendah, 2:1 atau bahkan mendekati 1:1. Ini sangat efisien.


Akan tetapi, pada kenyataanya, tidaklah terlalu banyak mobil dengan rasio rendah semacam itu. yang banyak terjadi, dan paling banyak terjadi, dan yang membuat kemacetan begitu besar, adalah rasio pembuangan energi yang luar biasa besar.

Ini berarti, peluang perbaikan lingkungan dari satu titik di atas masih sangat terbuka. Jika bobot mobil bisa dikurangi setengahnya, dengan penggunaan material yang ringan tapi kuat, penghematan energi akan besar sekali. Penghematan bahan bakar juga besar.

Mari dukung riset dan pencarian material (bahan) baru yang lebih ringan untuk kendaraan-kendaraan agar mobil bisa menjadi kendaraan yang efisien. (Setyardi Widodo)

Foto: Sebuah mobil di dekat labtek sekian