28 November 2011

Rahwana sebagai pahlawan kebaikan


Rahuvana Tattwa adalah kisah mengenai pertentangan Rama dengan Rahwana, namun dengan pendekatan yang berbeda dibandingkan apa yang dipahami masyarakat pada umumnya mengenai kisah Ramayana. Rahuvana Tattwa artinya kisah sejati tentang Rahwana.

Rahwana selama ini dikenal sebagai tokoh raksasa yang menculik Sinta dari suaminya, Rama. Rahwana dikenal memiliki 10 wajah (dasamuka) dan digambarkan sebagai tokoh jahat yang menebar kerusakan. Anehnya, dalam perang Rahwana didukung oleh semua kerabat dan punggawanya kecuali Wibisana.

Adapun Rama selalu digambarkan sebagai tokoh baik, teraniaya, mengembara menembus hutan. Dia didukung oleh pasukan kera di bawah kepemimpinan Sugriwa ---yang merebut kuasa dari kakaknya, Subali.

Agus Sunyoto, pengarang Rahuvana Tattwa, menyajikan pendekatan yang berbeda. Menurut dia, kisah Ramayana yang populer beredar, yang berpangkal dari karya Walmiki, merupakan karya yang terlalu mengagungkan pemenang, yakni Rama dan sekutunya.

Agus mencoba memahami cerita dari sisi Rahwana. Dia digambarkan sebagai tokoh pribumi (suku Dravida) yang berjuang melawan Rama yang berasal dari bangsa Arya.

Rahwana berasal dari keturunan Dewi Raksa (sehingga disebut Raksasa). Adapun Rama berasal dari keturunan Mannu (sehingga disebut Mannussa). Rahwana adalah tokoh yang mendapat dukungan kuat dari seluruh kerabat, bangsa, dan pasukannya, berbeda dengan Rama yang hanya didukung oleh adiknya, Laksmana, serta para kera. Bagaimana mungkin raja lalim justru mendapat dukungan begitu kuat sementara raja yang baik justru minim dukungan keluarga?

Rahwana memperlakukan Sinta selalu dengan baik dan lembut, dalam versi cerita mana pun, karena dia berasal dari kebudayaan matrilineal. Adapun Rama justru memperlakukan Sinta dengan dingin (menolaknya setelah pembebasan seusai perang, mengizinkannya membakar diri, kemudian mengucilkannya sehingga Sinta memilih agar ditelan bumi dalam gempa) karena Rama berasal dari budaya yang terlalu mengagungkan lelaki.

Dalam konteks itu pula pertentangan antara Sarpanaka (adik Rahwana) yang menyatakan tertarik kepada Rama dan Laksmana dipahami, namun menimbulkan salah paham bagi pengikut budaya patriark.

Rahuvana digambarkan sebagai penyembah Siwa, sedangkan Rama merupakan penyembah Wisnu (dalam cerita biasanya Rama memang digambarkan sebagai titisan Wisnu). Saya tidak begitu mengerti perbedaan di antara keduanya, namun cerita memang mengisahkan pertentangan di antara mereka.

Rahuvana berasal dari negeri dengan banyak bangunan megah (yang dibakar dalam kerusuhan yang dibuat oleh Hanuman dengan dukungan Bibisana), sedangkan Rama berkelana di hutan dengan dukungan kelompok Sugriwa yang tinggal di gua-gua.

Buku ini juga mempertanyakan sikap Rama yang selama ini dianggap tokoh baik dan ksatria, kok membokong Subali ketika Subali justru dicurangi oleh adiknya, Sugriwa.

***
Agus Sunyoto adalah orang Indonesia, namun cerita ini tampak dikemas dengan penguasaan bahasa Sansekerta yang baik. Banyak nama disertai arti bahasanya. Misalnya, Rahuvana artinya kendaraan (dewa) Rahu, Indrajit artinya penakluk Indra, Danaswara artinya tuan dari orang kaya (dalam wayang jawa disebut Danaraja), dan seterusnya.

Cerita ini juga dikemas dengan semua tokohnya berupa manusia, hanya berbeda wangsa. Misalnya wangsa raksasa, wangsa wanara (dalam cerita biasa disebut kera), wangsa gandarwa, dan sebagainya. Tidak ada kera, demon, burung, seperti dalam cerita Ramayana pada umumnya.

Cerita menjadi lebih masuk akal karena melibatkan intrik politik seperti yang ditempuh Wibisana dalam upaya menggulingkan kakaknya, Sugriwa dalam merebut kuasa dari Subali. Juga menarik mengamati bagaimana gaya membual para tokoh Kiskindha yang berasal dari wangsa wanara.

Meski begitu, secara umum cerita ini masih seperti cerita wayang pada umumnya. Ada dewa-dewa yang campur aduk kuasanya dengan manusia hebat, ada orang-orang sakti, ada supata alias kutukan, serta ada berbagai keajaiban.

Bagi saya yang tidak mengerti geograsi dan demografi India, cerita Rahuvana Tattwa ini amatlah menarik. Buku setebal 744 halaman terbitan LKiS yang dijual amat murah di pameran, Rp15 ribu, ini benar-benar menawarkan sudut pandang baru yang tidak linier.

27 November 2011

Si malang dan si sial (antara beruntung & bersyukur)


Membaca buku Luck Factor mengingatkan saya tentang cerita mengenai orang bernasib sengsara yang saya baca dalam majalah bahasa Jawa, Jaya Baya, sewaktu saya kecil.

Ceritanya kira-kira begini. Ada orang yang nasibnya dikenal malang terus menerus. Miskin dan banyak sial. Suatu ketika Raja ingin membantu orang tersebut, namun dengan cara terselubung.

Sang Raja menghadiahkan sebuah blewah (semacam semangka) yang di dalamnya telah diisi dengan emas dan barang berharga. Bukannya dibawa pulang, buah blewah itu malah dijual di pasar sehingga si orang malang itu tidak jadi menikmati emas yang semula ditujukan untuk dirinya.

Sang Raja pun mencoba cara lain. Kali ini si orang malang itu diberi sebatang bambu. Tentu saja di dalamnya juga diisi dengan emas, uang, dan barang berharga. Bukannya dibawa pulang, dipakai, atau dibuka, bambu itu malah diberikan pada orang lain karena si orang yang malang itu merasa bahwa batang bambu itu terlampau berat.

Kalau tidak salah, ada satu langkah lagi yang ditempuh Sang Raja untuk membantu si orang yang malang itu tanpa terlihat. Tapi lagi-lagi gagal. Lalu sampailah pada kesimpulan bahwa orang itu memang malang. Tidak kuat menerima kekayaan, kebahagiaan dan semacamnya.


***Kesempatan sama, hidup berbeda
Richard Wiseman, seorang psikolog dan pesulap, mencoba membuat eksperiman yang menyangkut keberuntungan. Dia telah membuat berbagai kuesioner lalu mendapatkan dua orang responden yang akan diuji.

Responden pertama diambil dari orang-orang yang mengaku bahwa dirinya dan hidupnya penuh keberuntungan, sedangkan responden kedua diambil dari orang yang merasa bahwa kehidupannya penuh kemalangan.

Dua orang itu diundang ke restoran yang sama dan dipasangi ‘jebakan’ yang sama. Ada uang yang diletakkan di dekat pintu masuk. Lalu ada empat meja yang masing-masing sudah diduduki oleh anggota tim Wiseman. Salah satu meja itu diduduki oleh anggota tim yang merupakan seorang pengusaha sukses, dan tiga lainnya diduduki orang biasa.

Hasilnya ternyata kok mirip cerita rakyat waktu saya kecil dulu. Yang beruntung enak terus, sementara orang yang merasa malang dapat sialnya terus.

Orang yang merasa hidupnya beruntung datang lebih awal dan menemukan ada uang tergeletak di dekat pintu. Dia lalu masuk dan duduk memilih kursi di sebelah pengusaha sukses. Bukannya diam, dia membuka percakapan lalu mengalirlah banyak informasi dan komunikasi yang menyenangkan.

Kesannya tentang acara yang dijalaninya pun serba menyenangkan.

Lain lagi dengan kondisi orang yang malang. Sebelum orang malang itu datang, seseorang yang di luar rencana ternyata melihat ada uang di depan pintu, lalu mengambilnya. Tim Wiseman menaruh kembali uang yang lain di tempat itu. Ketika orang malang itu datang, ternyata dia tidak melihat ada uang di sana. Dia terus saja masuk ke restoran.

Sama dengan orang yang beruntung, dia juga duduk satu meja dengan pengusaha sukses. Alih-alih membuka percakapan dan komunikasi, orang yang malang itu diam dan sibuk dengan dirinya sendiri. Waktu terus berlalu dan tidak ada komunikasi yang terjadi antara dirinya dengan si pengusaha sukses.

Ketika ditanya kesannya tentang acara yang dijalaninya, tidak ada hal menarik yang didapatkan.

***Prinsip keberuntungan
Wiseman menyimpulkan bahwa Martin dan Brenda, dua orang relawan yang ikut dalam eksperimen itu, mendapat kesempatan yang sama namun menjalani hidup yang berbeda.
Kira-kira, Martin si merasa beruntung, memiliki beberapa sifat yang kadarnya lebih besar daripada Brenda, si malang, dalam hal:

1. Bercakap-cakap dengan orang asing yang baru dikenal. Buktinya dia ngobrol dengan orang asing yang duduk di dekatnya di dalam restoran atau café itu.

2. Kecenderungan untuk khawatir dan merasa gelisah tentang hidup. Rileks menghadapi hidup itulah yang memungkinkan orang bisa menemukan uang di jalan dan melihat hal-hal yang tidak dilihat oleh orang yang cenderung ‘tegang’ menjalani hidup seperti Brenda.

3. Keterbukaan terbuka mencoba pengalaman baru.

Ada bermacam pengamatan dan percobaan yang diungkapkan Wiseman dalam mengenali ciri-ciri orang yang beruntung. Dia meringkasnya dalam 12 subprinsip yang tergabung dalam empat prinsip besar. Tiga subprinsip di atas merupakan bagian dari empat prinsip besar. Prinsip dan subprinsip keberuntungan menurut Wiseman sebagai berikut:

A. Memaksimalkan kesempatan keberuntungan
1. Orang yang beruntung menjaga jaringan keberuntungan yang kuat
2. Orang beruntung menjalani hidup lebih santai
3. Orang yang beruntung terbuka terhadap pengalaman baru

B. Mendengarkan prinsip keberuntungan
4. Orang yang beruntung mendengarkan insting dan perasaan mereka
5. Orang yang beruntung mengambil langkah untuk meningkatkan intuisi mereka

C. Harapan kemujuran
6. Orang beruntung berharap kemujuran mereka berlanjut pada masa mendatang.
7. Orang beruntung berusaha meraih sasaran mereka, bahkan ketika kemungkinannya tampak kecil.
8. Orang beruntung berharap interaksi mereka dengan orang lain akan berhasil dan menguntungkan.

D. Ubah kemalangan menjadi kemujuran
9. Orang beruntung melihat sisi positif dari kemalangan mereka.
10. Orang yang beruntung yakin kemalangan apa pun dalam hidup mereka, dalam jangka panjang, akan menjadi kebaikan.
11. Orang yang beruntung tidak lama-lama meratapi kemalangan mereka.
12. Orang yang beruntung mengambil langkah membangun untuk mencegah datangnya kemalangan pada masa mendatang.


***Bersyukur
Nah, dalam prinsip D (nomor 9-12), saya melihat yang dimaksud dengan orang beruntung dalam banyak hal adalah orang yang pandai bersyukur. Intinya, mereka menyadari bahwa ada hal lebih buruk yang bisa jadi menimpa mereka. Untungnya mereka kok cuma mendapat kemalangan segitu. Coba kalau tertimpa kemalangan yang lebih besar. Dari sanalah muncul perasaan merasa beruntung alias bersyukur itu.

Wiseman mencoba membuktikan itu dengan mewawancarai banyak orang dan membandingkan respons berbeda antara orang yang merasa beruntung dengan merasa sial atas suatu peristiwa yang mirip.

***Rileks
Pengarang buku ini juga mengungkapkan temuan menarik mengenai orang yang lebih rileks menghadapi hidup. Beberapa relawan ditanya mengenai jumlah foto yang dimuat dalam sebuah koran. Semua orang sibuk menghitung foto, dan tidak satupun yang menemukan bahwa di salah satu halaman termuat tulisan besar bahwa jumlah foto ada 43 buah. Juga, tidak ada yang menemukan tulisan yang bisa membuat mereka mendapatkan hadiah 100 pounsterling jika berhasil menemukannya.

Semua orang fokus pada sesuatu yang diperintahkan otak, kurang rileks, sehingga tidak melihat ada peluang lain yang lebih menguntungkan. Wiseman yang tukang sulap memperkuat dugaannya ini dengan permainan kartu yang memang khas tukang sulap.

Buku ini memang menarik. Kalau mau beli, harga normalnya Rp48 ribu. Kalau di pameran buku atau toko buku diskon harganya tentu lebih murah. Wallahu a’lam.

21 November 2011

Penumpang nan mencurigakan

Saya naik bus dari terminal sekitar jam 12 malam. Saya duduk di baris kedua dari depan, posisi pinggir gang lajur sebelah kiri. Sebelah kiri saya, kursi yang dekat kaca, kosong. Bus juga tidak padat. Banyak kursi jejer dua yang cuma diisi satu orang. Kabin gelap dan saya tidur.

Saya terbangun karena ada orang yang mau duduk di sebelah. Agak kaget karena kurasa sebelumnya bus tidak berhenti untuk menaikkan penumpang. Jadi kemungkinan besar penumpang itu berasal dari kursi lain. Dua kursi di kanan belakang saya kosong melompong.

Keanehan pertama bapak di sebelah itu bertanya: berapa, tiket? Saya jawab dengan nada heran: sekian ribu. (Mungkin dia ingin mengesankan diri baru naik ke bus dan tidak biasa naik kendaraan itu?)

Lalu dia mulai melakukan gerakan aneh. Meletakkan tas di depan agak menyodok ke arah saya. Lalu tidurnya menghadap ke kaca, muter ke depan, balik lagi ke belakang. Pokoknya heboh. Ada bau minyak yang agak menyengat. Dia juga menengok-nengok ke arah kanan belakang saya yang kursinya kosong. (Seolah-olah dia ingin saya pindah ke sana. Saya pikir kenapa tidak dia saja yang ke sana)

Terakhir dia (pura-pura) tidur dan ambruk ke arah saya. Saya kan mangkel. Saya bangunkan dia. Habis saya bangunkan, dia seperti mau pindah ke kursi lain. Saya kasih jalan. Eh begitu sampai gang, dia balik lagi lalu tanpa ngomong apa-apa, mendesak saya supaya pindah ke kursi pinggir kaca.

Saya mangkel banget. Tapi daripada repot, saya pindah saja ke pinggir kaca. Saya tidak bisa tidur. Kursi di pinggir itu tidak bisa diatur kemiringannya.

Setelah duduk di bekas tempat duduk saya, orang itu agak tenang. Tapi posisi tidurnya agak aneh. Badannya menempel ke kursi di depannya, di kursi baris pertama.

Mungkin sekitar seperempat jam kemudian dia pindah ke kursi yang kosong di kanan belakang. Saya pun kembali ke kursi saya semula. Eh, baru dua menit, dia balik lagi sambil memencet tombol AC. Saya marah, kubilang: Bapak ini maunya apa sih?

“Saya mau turun.”
Saya kembali ke pinggir kaca. Dia duduk lagi di bekas kursiku, sekitar 2 menit. Lalu dia kasih aba-aba ke sopir untuk berhenti. Caranya memberi aba-aba tanpa suara.

Dia pun turun di tengah jalan tol. Saya cek semua barang saya aman.

Saya pun duduk kembali dengan tenang di tempat semula. Sekitar lima menit kemudian bapak-bapak yang duduk di depan saya, baris pertama, terkaget-kaget menyadari laptopnya hilang. Tas laptopnya robek.

Waduh. Bapak yang kehilangan laptop memang tidurnya nyenyak. Tapi tas laptop itu dikempit lho di dadanya. Jadi tidak ditaruh di tempat lain. Jadi yang merobek tas dan mengambilnya pasti lihai.

Kasihan banget Si Bapak yang kehilangan laptop itu. Dia Cuma tanya: tadi ada yang turun, ya Pak? Awak bus menjawab iya.

15 November 2011

Hawaii adalah Jawa kecil


Tidak banyak yang tahu hubungan erat antara Hawaii dengan Indonesia, khususnya Jawa. Padahal, menurut George Armitage dalam A Brief History of Hawaii, ada hubungan yang khusus antara dua tempat yang berjarak 14 jam penerbangan itu.

Hawaii terdiri atas beberapa pulau yang oleh para ahli diduga terjadi karena peristiwa vulkanik. Pulau-pulau di itu seolah puncak gunung yang menjulang dari dasar laut hingga menyembul ke permukaan.

Tanahnya berbatu-batu dan relatif tandus. Ada sedikit kandungan bahan mineral namun tidak ditemukan minyak maupun batu bara. Diperkirakan penduduk asli masih hidup seperti “zaman batu” ketika peradaban Barat mulai menyentuhnya.

Tanaman asli di sana pun tak banyak. Paling terkenal adalah nanas dan pisang. Hewan liar juga nyaris tidak ada. Lalu pertanyaan muncul mengenai asal usul orang Hawaii. Dari mana datangnya para penghuni pulau yang berada jauh dari benua Amerika, jauh dari Asia maupun Australia itu?

Ada bermacam jawaban untuk pertanyaan ini. Salah satu versi menyatakan bahwa asal mula orang Hawaii haruslah dari peradaban yang sesuai untuk bertahan hidup dalam keterbatasan alam Hawaii.

Salah satu jawaban paling masuk akal adalah orang India atau bagian lain dari sisi selatan benua Asia. Dugaan ini didukung adanya nama-nama khas Hawaii seperti Oahu konon juga masih ditemukan di India Timur.

Lalu dari mana nama Hawaii? Masih menurut versi yang sama, Hawaii berasal dari kata Jawa-i’i yang berarti Jawa kecil. Nah, disinilah kita menemukan hubungan yang erat antara Jawa dan Hawaii.

Banyak yang ragu dengan pandangan di atas. Muncul pula hipotesis bahwa Hawaii berasal dari Havaii di dekat Tahiti. Meskipun dua tempat itu berjarak 2.000 km, ada hal di Hawaii diperkirakan berasal dari Tahiti. Contohnya, nama Kealaikahiki Channel yang berada di antara Lanai dan Kahoolawe, memiliki arti jalan ke Tahiti.

Tidak ada yang bisa memastikan bagaimana sejarah Hawaii di masa lalu sebelum orang Barat masuk. Apalagi karena budaya tulis menulis tidak ditemukan di sana.
Sejarah baru mulai jelas ketika masuknya peradaban barat. Salah satu tokoh yang paling terkenal dalam menaklukkan Hawaii adalah Kapten James Cook, penjelajah asal Inggris yang tiba di sana pada 1778.

Sampai kini bendera Kapten Cook masih mudah ditemui di berbagai tempat penjualan souvenir di Hawaii. Dengan hal-hal ajaib yang dimilikinya seperti kapal besar yang dianggap pulau mengapung, mulut yang menyemburkan asap (rokok), menyatukan tangan ke tubuh (dengan cara memasukkan ke saku baju), serta senapan kuno, dia bisa menguasai orang Hawaii.


Kepulauan di tengah Samudra Pasifik itu menjadi perhatian dunia pada era perang Dunia II ketika Jepang menyerbu Pearl Harbour. Sampai saat ini masih banyak warga keturunan Jepang tinggal di sana.

Apa pun asal-usul Hawaii dan orangnya, dan bagaimana pun sejarahnya, yang jelas semua orang sepakat bahwa Hawaii memang indah. Keindahan itu relatif terjaga oleh kesadaran akan ketertiban serta kebersihan.

*) Selengkapnya bisa dibaca di Bisnis Indonesia Weekend edisi 13 November 2011 halaman 30-31, TRIP

09 November 2011

Persiapan untuk bepergian


Bepergian ke negeri yang jauh, kadang membawa kejutan tersendiri, bahkan untuk orang yang sudah berkali-kali ke luar negeri. Hal-hal kecil seperti charger yang mati, colokan listrik yang tidak cocok, sampai dengan koneksi Wi-Fi, Internet serta seluler yang tidak sesuai perkiraan bisa menjadi masalah.

Kesempatan charging yang singkat sementara perjalanan luar ruang yang lama perlu menjadi perhatian. Demikian pula dengan kemungkinan masalah peranti lunak serta kompatibilitas perangkat.

Berikut ini beberapa hal yang menurut saya perlu disiapkan dengan baik. Persiapan yang relatif mudah dan murah di Indonesia, namun harganya ketika di sana (baik harga harfiah maupun harga sosialnya) bisa sangat tinggi.

1. Baterai cadangan untuk telepon seluler. Baterai sebaiknya bisa dicharge secara terpisah. Bisa benar-benar berupa baterai yang tinggal dipasangkan, bisa juga dengan power bank. Alangkah baiknya jika peralatan ini bisa juga menjadi alternatif opsi charging untuk mengantisipasi kemungkinan sewaktu-waktu charger mati di sana. Beberapa kali ke luar negeri, baru kali terakhir bulan lalu lah saya mengalami charger ponsel mati dan tidak ada serepnya. Untung bisa ngecharge lewat televisi di kamar hotel yang memiliki colokan USB.

2. Colokan universal untuk mengantisipasi bentuk-bentuk colokan yang tidak sesuai dengan charger hape atau charger laptop.

3. Pembagi sambungan agar bisa ngecharge hape, baterai cadangan, serta laptop dalam waktu bersamaan terutama pada malam hari ketika tidur. Kegiatan di luar kota atau di luar negeri biasanya padat dan kesempatan charging hanya pada malam hari. Kalau colokan cuma satu sementara perangkat yang harus discharge cukup banyak maka harus berkali-kali bangun di malam hari untuk nyolok listrik.

4. Bawa ponsel lebih dari satu mungkin termasuk salah satu opsi. Meskipun jarang sekali ada orang mengalami masalah serius dengan hape ketika dalam perjalanan singkat, namun bagi orang-orang yang harus selalu online, membawa cadangan hape termasuk hal yang perlu dipertimbangkan. Tidak harus yang sama, yang amat murah juga tak apa. Sebaiknya yang baterai atau colokannya bisa sharing sehingga tidak memperberat beban.

5. Bagi wartawan yang perlu banyak menulis namun terlalu berat membawa laptop, maka tablet atau ponsel dengan fitur USB on the go bisa jadi pilihan. Membawa ponsel USB on the go plus keyboard PC kayaknya lebih ringan daripada membawa laptop.

02 November 2011

Menyoal utang piutang

*Zaman sekarang, mencari utang adalah hal mudah. Iklan, SMS, dan penawaran begitu banyak. Akan tetapi tidak mudah mencari utang dengan provisi murah, bunga amat rendah, serta tanpa biaya ini itu yang memberatkan.

*Utang piutang telah menjadi industri. Bahkan, barangkali, utang piutang itulah salah satu inti dari industri keuangan.

*Selain menjadi industri, utang juga telah menjadi gaya hidup. Orang punya rumah baru di zaman kini, bukan berarti punya harta senilai rumah itu. Yang lebih tepat: utangnya hampir pasti lebih besar dari setengah nilai rumah baru itu. Demikian pula dengan pemilik kendaraan baru: utangnya hampir pasti lebih dari setengah nilai kendaraan itu.

*Pada dasarnya, fitur para penyedia utangan hanyalah permainan matematika. Semua hanya permainan variabel antara bagian yang dibayar di muka, bagian yang dicicil, besarnya cicilan, serta besarnya penalti dan biaya penggantian bila utang dijadwal ulang. Ada yang provisinya kecil, tetapi bunga tinggi. Ada yang bunga rendah, namun kalau melunasi di tengah jalan jatuhnya jadi lebih mahal.

*Ternyata, mencari utang senilai X untuk pembelian kendaraan bisa lebih susah daripada mencari utang senilai 2X untuk membeli rumah. Mungkin karena kendaraan adalah barang bergerak sementara rumah adalah barang yang tidak bergerak.

*Kadangkala, jika posisi tak setara, pemberi utang bisa menekan si pengutang. Tekanan bisa berupa persyaratan yang mengada-ada, penambahan syarat pada last minute ketika sudah tidak ada opsi lain atau tak mungkin dibatalkan, atau penambahan biaya seperti asuransi, proteksi, atau istilah apa lainnya.

25 Oktober 2011

Ketika penguasa tersandung tukang rumput

Hiruk pikuk tentang tukang kebun atau tukang rumput dan pembesar membawa ingatan saya terhadap cerita tentang Bupati Semarang, Adipati Pandanaran, yang berkuasa lima abad yang lalu.

Adipati Pandanaran adalah orang yang hebat. Selain berkuasa, dia juga pandai berbisnis serta berdagang. Hartanya melimpah ruah. Sebagai orang kaya dan berkuasa, dia punya kuda yang hebat dan mahal.

Suatu hari, pekathik yang bertugas memelihara kuda berhalangan. Jadi kuda-kuda mahal belum diberi rumput. Lalu datanglah tukang rumput yang baru dikenalnya. Si tukang rumput menjual rumput bagusnya dengan harga di bawah pasaran.

Esoknya, hal yang sama kembali terjadi. Tukang rumput datang lebih pagi dan menawarkan rumput yang lebih bagus. Ketika ditanya, si tukang rumput mengaku berasal dari tempat yang jauh. Adipati Pandanaran pun tidak percaya tukang bisa datang dari tempat yang begitu jauh sepagi itu.

Sebelum pergi, tukang rumput minta sedekah. Ketika diberi uang, dia tidak mau. Yang diminta adalah bunyi beduk di kota Semarang yang berarti meminta Adipati Pandanaran agar membangun mesjid.

Tentu saja hal itu ditolak. Lalu terjadilah dialog sengit yang intinya mempersoalkan peran harta. Si tukang rumput menyatakan bahwa harta bukanlah hal penting, dia bisa mencangkul emas di tanah.

Sang Adipati marah dan meminta tukang rumput itu membuktikan ucapannya. Lalu mencangkullah si tukang rumput. Dan ajaib, dari bongkahan tanah itu benar-benar muncul emas.

Maka bertobatlah sang Adipati. Tukang rumput itu tak lain adalah Sunan Kalijaga yang mendapat tugas dari para wali untuk mengingatkan penguasa Semarang.

Singkat cerita, Adipati Pandanaran berguru pada Sunan Kalijaga, meninggalkan semua harta kekayaannya, dan pada akhirnya dikenal dengan nama Sunan Bayat atau Sunan Tembayat.

Kisah perjalanan Adipati Pandanaran dalam berguru ini menjadi cerita mengenai asal usul daerah Salatiga dan beberapa tempat di sekitarnya.

***
Ada juga versi lain soal bertobatnya Adipati Pandanaran. Konon ada tukang rumput tua yang biasa mengirimkan rumput untuk kuda Sang Adipati, namun di dalamnya terselip emas dan barang berharga.

Beberapa kali hal itu terjadi, sampai suatu saat tukang rumput tua menghentikan pasoknya. Sang Adipati memaksa tukang rumput memberikan rumput yang disertai emas. Lalu sang tukang rumput yang tak lain adalah Sunan Kalijaga menunjukkan keajaiban dengan cara mencangkul tanah yang di dalamnya muncul emas.

Intinya sama-sama menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga menyamar jadi tukang rumput, ada keajaiban dalam mencangkul tanah, serta penguasa yang gila harta itu bertobat dan kemudian menjadi pengikut utama dari Sang Wali.

***
Belakangan ini kita dikejutkan oleh berita tentang tukang kebun, kadang disebut pula tukang rumput, yang diamankan karena melintas di hadapan pembesar.

Soal hubungan tukang kebun dengan penguasa atau pembesar ini, mungkin kita bisa belajar dari cerita tentang Bupati Semarang Adipati Pandanaran alias Sunan Bayat alias Sunan Tembayat itu.

*) Gambar Sunan Kalijaga diambil dari forumsejarah.blogspot.com

Cerita dari Marshall Island

Pesawat dengan nomor registrasi PK-GFR itu mendarat mulus di sebuah pulau kecil di tengah Samudra Pasifik. Landas pacu dan tempat parkir pesawat menghabiskan hampir seluruh wilayah pulau yang memang sangat kecil itu.

Begitu pintu dibuka dan belalai gajah dipasang, seorang wanita berpakaian sederhana dan terkesan ndeso segera naik, diikuti beberapa pria berbadan tegap. Mereka adalah petugas pabean, imigrasi, serta karantina setempat.

Mereka memeriksa berbagai dokumen pesawat dan penumpang. Awak pesawat tak lupa sudah telah menyiapkan ‘upeti’ berupa satu kardus wine. Setelah sekitar 5 menit berbincang yang memberikan apa yang mereka minta, para penumpang pun diizinkan turun dari pesawat dan pesawat mengisi bahan bakar.

Itulah bagian dari perjalanan ferry flight pesawat Boeing 737-800NG yang diterima maskapai penerbangan Garuda Indonesia di Seattle 17 Oktober waktu setempat. Usai serah terima, pesawat langsung diterbangkan Ke Honolulu, Hawaii, dan menempuh penerbagan sekitar 5 jam.

Dari Honolulu pesawat menuju ke bandara Amata Kabua, Majuro Toll, Republik Marshall Island yang berada di Samudra Pasifik, 5 jam penerbangan dari Honolulu. Di bandara yang dipimpin seorag pria brewok asal Austria itulah cerita di atas berlangsung.
Zona waktu Marshall Island 5 jam di depan Jakarta dan 2 jam di belakang Hawaii (dengan mengabaikan perbedaan tanggal atau hari).

Posisinya yang strategis membuatnya menjadi persinggahan bagi pesawat yang akan menyeberangi Pasifik namun tidak sanggup menjalani penerbagan langsung.

Marshall Island menjadi persinggahan yang paling singkat sekaligus menegangkan dibandingkan dengan persinggahan lain dari ferry flight tersebut. Kondisinya jelas berbeda dengan persinggahan di Honolulu yang disambut kalungan bunga, persinggahan di Biak yang disambut oleh Bupati Biak Numfor disertai tarian tradisional Wor, serta pendaratan di Jakarta yang disambut upacara wah.

Di Marshall Island, penumpang memang diizinkan turun, namun tidak boleh jauh dari pesawat. Bahkan berfoto di bawah plang nama bandara dan nama wilayah pun semula mereka larang.

Rute Seattle-Hawaii-Marshall Island-Biak-Jakarta merupakan rute standar bagi pesawat Boeing 737-800NG yag diambil dari Renton, Seattle, untuk dibawa ke Jakarta. Pesawat jenis ini tidak bisa melintasi Pasifik tanpa mengisi bahan bakar di perjalanan...

*) Selengkapnya bisa dibaca di Bisnis Indonesia halaman i5 edisi 25 Oktober 2011 dengan judul "Berpacu meremajakan armada".

Kesan tentang Hawaii

Hawaii tidak masuk dalam radar harapan untuk saya kunjungi. Lha pikiran saya menyatakan mau meliput apa ke Hawaii. Mana ada acara konferensi dan semacamnya yang digelar di surga pariwisata itu?

Ternyata takdir bicara lain. Kepulangan dari Seattle ternyata harus lewat Hawaii, selain Majuro Atoll di Republik Marshall Island. Baik Hawaii maupun Marshall Island sama-sama berada di Samudra Pasifik. Sebuah tempat yang bolehlah dibilang antah berantah.

Turun dari pesawat kami disambut dengan kalungan bunga. Masuk hotel kalungan bunga lagi. Berbeda dengan Seattle yang sama sekali tidak ada macet, kedatangan kami ke Honolulu langsung bertemu dengan kemacetan. Jalan dari bandara ke hotel harus menembus kemacetan panjang.

Mobil-mobil di Hawaii besar-besar, khas Amerika. Salah satu mobil yang menjemput kami adalah Cadillac yang jumlah seatnya sama dengan Avanza/Xenia, namun ukurannya sebesar truk. Di jalanan banyak mobil limo berupa sedan yang panjangnya tak kalah dengan truk besar di Indonesia.

Kendaraan umumnya mulus dan baru. Tapi di sana-sini sempat terlihat pula mobil tua. Ini tidak saya temui selama 3 hari sebelumnya di Seattle.

Jalanan bersih. Lingkungan juga tampak bersih. Tidak ada sampah. Selama 2 hari di Hawaii kami sempat disambut hujan gerimis yang berganti dengan mendung, ganti lagi dengan cerah, lalu hujan deras. Konon begitulah cuaca Hawaii sepanjang tahun. Tidak ada bedanya antara musim dingin dan musim panas, antara musim hujan dan kemarau. Hawaii tetap hangat di musim dingin, dan tidak menyengat pada musim panas.

Sama dengan hotel di Seattle, hotel di Hawaii pun tidak menyediakan sikat gigi dan odol. Padahal ini hotel yang besar dan bagus, jauh lebih besar daripada hotel di Seattle. Saya tidak tahu apakah memang begini aturan perhotelan di AS.

Business center juga sudah tutup jam 5 sore. Ini berbeda dengan hotel di Seattle yang menyediakan 2 komputer bebas pakai 24 jam di lobby. Memang kita bisa minta dibukakan business centre dan meminjam komputer serta Internet secara gratis di sana. Namun tetap ada proses dan prosedur yang harus ditempuh. Memang sebaiknya ke AS itu membawa laptop. (Dan tanpa stiker juga mungkin gak papa lho)

24 Oktober 2011

Kesan tentang AS


Alhamdulillah penantian visa selama hampir enam bulan tak sia-sia. Persis pada hari saya mengambil paspor yang sudah bervisa AS, muncul undangan ke AS dengan permintaan wartawan yang telah memiliki visa AS. Dan ini adalah perjalanan menarik karena melewati banyak tempat dan banyak lokasi yang semuanya baru buat saya.

Perjalanan berangkat dari Jakarta melalui Taipei (Taiwan) lanjut ke Seattle. Pulangnya dari Seatlle ke Honolulu, Hawii, lalu berlanjut ke Majuro, Marshall Island, di Samudra Pasifik, terus ke Biak, Papua.

Berikut ini beberapa kesan saya tentang AS yang dalam beberapa hal agak berbeda dibandingkan dengan asumsi atau dugaan awal.

*Soal imigrasi. Alhamdulillah proses di imigrasi Seattle lancar dan singkat sekali. Barangkali mereka sebenarnya ingin jawaban yang singkat satu dua buah kata saja. Mungkin karena kami berada di bagian terakhir dari antrean. Mungkin mereka sudah males, capek, atau memang merasa kami semua baik-baik saja. Proses di depan petugas paling cuma 1 menit, sama dengan di negara-negara lain.

Kebingungan sempat muncul soal mengisi check list keperluan. Kalau di negara lain, liputan biasanya kita bilang bisnis. Tetapi berhubung di AS ada visa wartawan yang berbeda dengan visa turis dan visa bisnis, jadi rada ragu. Mau dijawab bisnis takut ditanya soal perolehan uang, pembayaran pajak dll. Akhirnya saya centang yes saja bahwa acara bisnis.

Saya tak berani membawa laptop yang tidak berstiker software resmi. Apalagi Seattle kan kantor pusat Mikocok. Tapi ternyata di imigrasi kedatangan tidak ada scanning barang tentengan tuh.

*Mobil-mobil besar. Di tempat penjemputan di bandara Seattle, kesan pertama saya adalah mobil-mobil yang amat besar. Mobil penjemputnya sebesar truk di Indonesia. Di jalan raya, kendaraan juga besar-besar. Tidak ada city car di Seattle, kecuali Smart yang unik itu.

Harrier, Camry dan mobil-mobil yang di Jakarta termasuk besar di Seattle mah termasuk biasa atau bahkan kecil. Banyak sekali mobil yang lebih besar daripada itu. itulah makanya AS adalah konsumen minyak yang amat besar. Boros dan memancing krisis minyak dunia.

Kalau mereka bisa dipaksa pakai kendaraan yang lebih kecil, mungkin kebutuhan minyak dunia tidak besar-besar amat. Tapi bagaimana lagi, kebanyakan tubuh mereka memang besar-besar. Kegemukan dan jarang jalan kaki agaknya merupakan gejala umum.

*Barang mahal. AS termasuk yang anti barang bajakan dan barang palsu. Nah, merek-merek terkenal banyak dijual di mal seperti di Nordstrom, Norsdtrom Rack (yang diskon), serta Factory Outlet/ Premium Outlet di Tulalip dekat perbatasan dengan Kanada.

Nah, di tempat-tempat itu ternyata banyak diskon dan banyak barang bermerek yang dijual jauh lebih murah daripada di Indonesia. Tas Samsonite, misalnya, diskonnya ada yang sampai 50%. Merek-merek lain berbagai jenis pakaian, sepatu, tas, juga ada. Tapi saya yang ndeso ini tidak mengerti dan tidak beli.

Tapi, kesimpulan saya, AS adalah salah satu surga belanja juga bagi mereka yang hobi shopping dan banyak uang.
Souvenir murah juga ada dan cukup banyak. Tetapi umumnya itu buatan Chna, atau Honduras, atau negara dunia ketiga yang kemudian diimpor oleh AS.

*Angkutan umum. Ada asumsi bahwa di negara maju angkutan umum begitu banyak dipakai dan orang lebih memilihnya daripada kendaraan pribadi. Itu memang benar di Jepang, Singapura, dan mungkin sebagian Eropa. Tapi agaknya itu tidak berlaku di Seattle.

Kami menginap di dekat bandara, agak jauh dari down town. Katanya, yang pakai bus Cuma orang Asia. Itu pun nunggu bus bisa sampai 2 jam baru datang. Mana cuaca dingin pula. Jadi bus bukanlah kendaraan pilihan. Orang kebanyakan pakai mobil pribadi atau kendaraan sewaan. Enak juga wong jalanan lengang, tidak ada kemacetan.

*Penyeberang jalan. Salah satu budaya yang saya sangat suka adalah mereka sangat menghormati pejalan kaki. Kalau ada orang mau nyeberang jalan atau dekat tempat parkir, memerak jauh-jauh sudah mengerem dan memberi jalan. Sama sekali berebeda dengan orang Indonesia.

Benar-benar terasa bahwa pengendara mobil itu mengalah dan bersedia memberi kesempatan kepada pejalan kaki, bahkan kalau pejalan kaki itu kurang menyadari ada mobil yang telah menunggunya agar segera lewat. Tidak ada suara klakson karena memencet klakson konon dimaknai sebagai kemarahan besar yang akan dibalas dengan kemarahan balik. (Bersambung)

03 Oktober 2011

Cerita (lanjutan) tentang sepotong visa


Akhirnya visa AS ini keluar juga. Saya mengambilnya akhir September, lebih dari 5 bulan sejak wawancara pada pertengahan April 2011. Bagi saya, ini penantian terpanjang proses pengurusan visa. Saya kira bagi kebanyakan orang, masa 6 bulan (sejak awal pengurusan) itu termasuk sangat amat lama.

Sejatinya saya mendapat tugas ke AS pada Maret (untuk keberangkatan akhir April ke Orlando). Berhubung masa berlaku paspor saya tinggal 6 bulan, maka sekalian saya buat paspor yang baru. Waktu wawancara paspor, petugas di imigrasi bertanya mau ke negara mana. Begitu dengar AS, dia langsung nyeletuk, “Katanya bisa lama, ya, Mas. Ada yang sampai satu tahun nunggu visa.”

Waktu itu saya tidak menggubris. Tidak percaya bahwa proses pembuatan visa bisa begitu lama. Sekarang saya bisa maklum pernyataan Pak Petugas itu.

***
Saya mendapat jadwal wawancara pertengahan April. Karena ada data yang kurang lengkap pada formulir DS-160, saya harus melengkapinya, dan akhirnya dapat jadwal wawancara empat hari kemudian.

Saat itu semua terasa baik-baik saja. Saya dapat kertas putih yang menunjukkan permohonan visa disetujui dan paspor dapat diambil antara 2-7 hari ke depan di kantor RPX. Ternyata sampai hari H, tujuh hari berlalu, tetap paspor belum ada di RPX. Selidik punya selidik saya kena apa yang disebut “pemeriksaan administrasi tambahan.”

Nah proses ini tidak bisa dipastikan kapan selesainya. Saya tidak perlu melakukan apa pun dan tidak perlu melengkapi dokumen apa pun. Benar-benar membingungkan.

Repotnya, ada penugasan lagi untuk pergi ke Las Vegas, awal Juni. Sampai saat itu pun belum ada kabar soal visa dan saya tidak bisa berbuat apa-apa.

***
Juli ada tugas untuk ke Jepang. Sementara paspor masih ‘tertahan’ di kedutaan AS. Saya harus meminjam paspor milik saya sendiri. Caranya dengan kirim email yang menjelaskan untuk apa dan kapan paspor itu digunakan. Proses ini lancar, cepat, dan mudah.

Sepulang dari Jepang ada momentum puasa dan lalu Lebaran. Saya sudah enggak ngarep lagi untuk dapat visa mengingat waktunya sudah lewat dari 100 hari, dan sistem pengecekan online berubah sehingga saya tidak bisa melakukan pengecekan mandiri.

***
Nah, pertengahan September saya kok ndilalah iseng mencoba kirim email lagi sekadar bertanya apakah masih berpeluang mendapat visa mengingat waktunya sudah begitu lama, sekalian bertanya apakah perlu mengembalikan paspor.

Kali ini jawabannya luar biasa. Terkaget-kaget rasanya ketika muncul kalimat yang menyatakan “proses administrasi tambahan” atas nama saya sudah selesai. Saya diminta segera mengembalikan paspor ke RPX. Nah, titik cerah mulai muncul.

Pada kesempatan pertama paspor langsung saya bawa ke RPX. Lalu sepiii lagi. Seminggu kok tidak ada kabar apa-apa. Bukankah biasanya kalau paspor sudah bisa diambil kembali di RPX seorang pemohon visa mendapat notifikasi?

Saya coba kirim email. Eh, ternyata jawabannya kembali mengejutkan: paspor sudah dikembalikan ke RPX dua hari sejak saya serahkan.

Waah, langsung, segera saja saya meluncur ke jalan raya Ciputat. Kalau biasanya saya nauk busway dan sambung metromini ke sana, kali ini saya naik taxi. Tidak sabar rasanya naik metromini yang banyak berhenti.

Walaah, ternyata di RPX antre panjang, tidak seperti pekan sebelumnya waktu menyerahkan paspor. Ada sekitar 15 nomor di depan saya. Sebagian dilayani dengan lama karena kebetulan petugas yang biasanya ada di sana sedang tidak masuk. Nasib, nasib.

Bagaimana pun, akhirnya, semua itu tertebus ketika paspor sudah di tangan. Visa sudah benar-benar mewujud. Berlaku selama satu tahun (lumayan, nunggu setengah tahun berlaku satu tahun. Masih lebih lama masa berlaku daripada masa tunggunya, hehehe).

Ternyata, wujud fisik visa AS tidak seindah yang saya bayangkan. Wujudnya kalah menarik daripada visa Jepang yang mengkilap dan indah. Alhamdulillah penantian berakhir. Mudah-mudahan segera ada kesempatan menggunakan visa itu.

Mudah-mudahan cerita ini berguna bagi mereka yang mengurus visa AS, terutama yang prosesnya juga molor dan tertunda tanpa juntrung. Bisa menjadi pembanding bahwa sangat mungkin penantian memerlukanw aktu berbulan-bulan. Wallahu a’lam.

22 Agustus 2011

Belajar kembali menjadi commuter

Sejak awal Ramadhan saya menjalani rutinitas baru. Meninggalkan posisi sebagai anak kos dekat kantor yang cukup berjalan kaki pulang pergi, lalu menempati posisi lama yang beberapa bulan saya tinggalkan: menjadi commuter sejati.

Saya ingin membandingkan beberapa moda angkutan baru yang saya tempuh. Sebagai pengguna baru, saya kira inilah momentum tepat untuk membandingkan dengan lebih tepat beberapa moda transportasi umum yang kebetulan bisa sama-sama diakses dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ini masa bulan madu saya dengan berbagai jenis angkutan baru.

Akan berbada halnya jika review ini saya buat, misalnya, satu tahun setelah saya menjalaninya. Pasti ada faktor kelembaman, kombinasi dengan pengelanan lokasi yang lebih mapan, serta faktor-faktor non-angkutan lainnya.

Ada bebarapa rute dan moda angkutan umum yang bisa saya tempuh dari rumah di Depok ke kantor di Karet, Jakarta.

Pertama:
Bus ¾ Depok-Rambutan, disambung bus patas AC 70A sampai Jalan Sudirman, lalu angkot Karet-Roxi. Total biayanya Rp3.000 + Rp6.000 + Rp2.000=Rp11.000
Waktu tempuh mendekati 2 jam dan sebagian besar atau seluruhnya dalam posisi duduk. Dalam bus AC70A posisi duduk penumpang menghadap ke depan. Dengan pola yang mirip dengan kebiasaan saya sebelumnya, mudah sekali untuk tidur di bus AC ukuran besar yang melaju lewat tol dari Rambutan hingga Komdak ini.

Kedua:
Bus ¾ Depok-Rambutan, disambung Transjakarta Pasar Rebo-Kampung Melayu, lalu angkot Kampung Melayu-Karet. Total biayanya Rp3.000+ Rp3.500 +Rp3.000 =Rp9.500
Waktu tempuh kadang 2 jam lebih. Faktor penghambatnya adalah jalur busway lewat Kramat Jati yang tidak steril sehingga bus ikut kena macet. Selain itu kemacetan di Casablanca yang menjadi jalur angkot. Naik Transjakarta, bahkan dari Pasar Rebo, sering tidak kebagian tempat duduk. Duduk di bus ini tidak senyaman di bus patas AC, apalagi berdiri.
Jalur ini lebih nyaman untuk arah pulang karena ada jaminan duduk ketika naik busway dari Kampung Melayu serta naik bus ¾ dari pasar Rebo ke arah Depok.

Ketiga:
Naik angkot Simpangan-Stasiun Depokbaru, disambung kereta Commuter Line Depok-Tanah Abang. Total biayanya Rp3.000 +Rp6.000=Rp9.000. Total waktu tempuh sekitar 70menit-90 menit. Jalur kembalinya juga sama.
Naik angkot ada jaminan duduk. Naik kereta kecil peluangnya untuk duduk di kursi, namun bisa duduk beralas koran, beralas sepatu, atau membawa kursi lipat. Guncangan di kereta jauh lebih kecil dibandingkan guncangan di busway. Jadi, naik kereta jauh lebih nyaman dan tidak se-melelahkan naik bus patas ataupun Transajakarta
Kelemahan bagi pemula seperti saya, repot saat pulang. Tidak semua kereta dilengkapi dengan petunjuk suara mengenai lokasi. Jadi sering bingung ini sudah sampai mana. Melihat ke luar kaca kalau sudah maghrib tak tampak jelas. Mencoba tanya ke GPS tidak dapat signal satelit. Acuannya ya cuma waktu tempuh kira-kira, serta lampu-lampu kaki lima yang berderet banyak jika sudah sampai di stasiun Depok baru.
Sejauh ini saya belum bisa tidur di kereta. Selain ingin melihat-lihat dan mengenali lokasi, posisi duduknya juga tidak senyaman bus untuk tidur.

Keempat:
Alternatif keempat merupakan rute alternatif. Untuk keberangkatan misalnya bisa memilih lewat Komdak. Opsinya biasanya dari Pasar Rebo. (salah satu yang saya suka dari Depok Timur dekat Jalan raya Bogor adalah akses ke Pasar Rebo yang hidup 24 jam dengan banyak pilihan angkot).

*Dari Pasar Rebo bisa naik bus patas hijau, Rp3.000 sampai Komdak. Jalur kembalinya juga sama. Kalau sudah malam, misalnya piket sampai jam 12 malam, bus ini juga masih banyak dari arah Grogol ke Rambutan/Pasar Rebo.

*Dari Pasar Rebo bisa juga naik bus Transjakarta ke arah Grogol dengan berganti bus di halte UKI atau sekitarnya. Tapi berganti-ganti kendaraan semacam ini jelas mengurangi peluang untuk bisa duduk dan apalagi tidur di bus.

*Dari Komdak bisa naik 602 langsung ke depan kantor, namun menunggu lama. Bisa juga naik 640 lalu sambung angkot dengan biaya 2x lipat namun tanpa perlu menunggu.

11 Juli 2011

Kompas biologis orang Jawa

Ada satu yang khas dari orang Jawa bila berkunjung ke tempat yang asing. Mereka selalu bertanya tentang arah. “Ini rumah menghadap ke mana? Itu jalan membentang ke arah mana? Sholat kok perasaan menghadap ke selatan. Menurutku rumah kakakmu menghadap ke selatan, padahal yang benar ke timur.”

Begitulah orang Jawa. Pertanyaan atau keluhan semacam itu bukan hanya dilontarkan sekali. Kadang sampai berkali-kali. Begitu pindah tempat kembali lagi bertanya atau memastikan arah.

Bila salah dalam merasakan arah, mereka akan menyebutnya sebagai orang bingung. Jadi, bingung dalam terminologi Jawa bukanlah tidak tahu jalan, melainkan memiliki orientasi arah yg tidak sesuai kenyataan.

Teman saya Estananto menyebut ini bukan khas Jawa, melainkan khas masyarakat agraris memandang ruang. Akan tetapi, sejauh ini saya belum pernah menemukan orang agraris non-Jawa yang sibuk dengan orientasi arah sebagaimana orang Jawa melakukannya. Jadi saya pikir ini memang khas Jawa.

***
Ada istilah terkait dengan kerja tubuh yang disebut sebagai jam badan atau jam biologis. Nah, barangkali orang Jawa itu memiliki kompas badan atau kompas biologis. Ada sesuatu yang tertanam dalam pikiran orang Jawa yang terkait dengan orientasi atau arah.

Setiap kali berpindah lokasi atau posisi, kompas biologis itu berusaha melakukan kalibrasi, membandingkan dengan arah yang benar. Persis dengan jam badan ketika kita bertanya sekarang jam berapa atau ketika kita menengok jam.

Kalibrasi semacam ini kadang agak sulit mengingat jalan-jalan di tempat padat di perkotaan sering menceng, tidak lurus ke arah tertentu. Jadi banyak rumah atau bangunan yang arahnya serong.

Maka alangkah baiknya bila orang-orang Jawa perantauan menyediakan kompas magnetik di rumahnya, agar memudahkan kalibrasi bila sewaktu-waktu ada kerabat yang kompas biologisnya memerlukan kalibrasi.

***
Bagi saya soal arah ini juga penting. Terkait dengan posisi matahari terhadap bumi, arah rumah, misalnya, perlu dipertimbangkan amat. Dalam pandangan saya, untuk posisi di Jakarta dan Bandung yang berada kira-kira 6 derajat di selatan katulistiwa dan tidak terhalang gunung, rumah yang ideal mestilah menghadap ke timur atau ke selatan.

Bila rumah menghadap ke timur maka terasnya akan kena cahaya hangat pagi hari dan terlindung dari panas menyengat pada sore hari. Adapun rumah menghadap ke selatan maka matahari akan lebih sering berada di belakang rumah (posisi utara) yaitu sepanjang Februari sampai Oktober (7-8 bulan). Matahari akan berada di depan (selatan) pada periode yang lebih pendek (4-5 bulan)

Wallahu a’lam.

21 Juni 2011

Prihatin membuat orang Jawa tahan menderita


Prihatin menjadi kata yang menarik belakangan ini. Pidato-pidato pejabat besar menyangkut hal-hal yang tidak menyenangkan biasanya menyebut kata prihatin ini.

Kebetulan di sebuah toko buku saya menemukan satu judul menarik. Laku Prihatin, investasi menuju sukses ala manusia jawa karya Iman Budhi Santosa.

Kendati definisi manusia Jawa dalam buku ini bagi saya agak absurd di tengah globalisasi, tetapi setidaknya saya adalah bagian dari orang Jawa. Dan dari dulu memang setahu saya orang Jawa diajari untuk prihatin, menjalani laku prihatin.

Konon prihatin mungkin berasal dari perih dan ati/ aten. Artinya hati/perasaan yang menderita nyeri. Akan tetapi ada juga makna prihatin sebagai bertalak atau berpantang.

Saya lebih cenderung pada pengertian kedua, bahwa prihatin dalam bahasa Jawa merupakan lawan dari sikap hedonis, bersuka-suka (suka parisuka), berfoya-foya, dan sebangsanya.

Adapun prihatin dalam bahasa Indonesia memang merujuk pada pengertian pertama, sebagai lawan dari kata senang dan gembira. Inilah makna kata prihatin yang sering digunakan pejabat besar ketika menyinggung hal-hal tak menyenangkan.

Nasihat-nasihat para pujangga Jawa di masa lalu tentang perlunya prihatin saya kira sejalan dengan nasihat sufistik. Secara umum biasanya yang dimaksud prihatin adalah membatasi makan, membatasi tidur, tidak boros, tidak bermewah-mewahan, berlaku sederhana. Kadang juga dengan berjalan jauh, berkelana, dan suka menolong tanpa pandang bulu.

Nah, teknisnya agak beragam. Saya kira soal teknis itu berkembang sesuai pengaruh budaya lain yang masuk seperti agama Hindu, Buda, serta Islam. . Oleh sebab itu, bagi yang mau serius prihatin dengan cara tertentu, hendaknya memeriksa kembali aturan-aturan teknis dalam agama supaya tidak menimbulkan pelanggaran (yang tentu saja bisa amat serius).

***
Prihatin ini saya kira ajaran yang amat populer dan lestari pada msayarakat Jawa. Barangkali hal itu pulalah yang menjadi semangat terpendam yang membuat orang Jawa biasanya tahan menderita, tahan menjalani kehidupan yang berat dan tidak menyenangkan, tahan menempuh bahaya dan kesusahan demi sesuatu yang dianggap luhur/mulia/bahagia di masa depan. Bukankah kebanyakan orang (asli) Jawa (sejati) dikenal demikian?

Elan prihatin ini pula lah yang bisa menjelaskan mengapa tokoh ksatria kanan dalam dunia wayang semua bertubuh kurus kecil (kecuali Bima dan keturunannya), sementara tokoh lawannya besar-besar dan gendut-gendut.

07 Juni 2011

Sakitnya kematian

Sepekan ini ada heboh tentang penyembelihan sapi impor dari Australia di rumah jagal yang berada di Indonesia. Saya tidak betah nonton sampai akhir video sadis berita dari media Australia itu. Namun demikian, ada beberapa pendapat dan pertanyaan menyangkut soal penyembelihan hewan itu.

*Saya kira secara umum perlakuan terhadap hewan ternak (hewan berkaki) dalam proses mematikan sebelum memasak dagingnya relatif lebih baik dibandingkan perlakuan terhadap hewan tak berkaki. Paling tidak ada standar bahwa mematikan hewan ternak adalah dengan menyembelih, memotong bagian lehernya.

Coba bandingkan dengan perlakuan kita terhadap ikan. Ada yang dipancing, artinya saluran makannya ditancapi sesuatu yang tak bisa dia lepaskan, lalu seluruh tubuhnya ditarik berlandaskan benda yang menancap itu. Ikan-ikan juga sering berada di luar air berjam-jam dalam keadaan tidak mati dan tidak hidup di pasar.

Lalu, cara mematikan ikan atau belut bisa dengan dipukul, atau bahkan langsung disiangi tanpa menunggu mati. Tidakkah ini lebih kejam? Tidak adakah standar perlakuan terhadap ikan dkk-nya?

*Soal rasa sakit menjelang kematian. Membunuh dengan cara yang santun dan cepat kan punya dua aspek. Aspek pertama dirasakan oleh penyembelih dan penonton. Menyembelih atau membunuh tanpa menyiksa saya kira pasti berdampak lebih baik bagi kejiwaan si penyembelih itu sendiri dibandingkan menyembelih dengan kekejaman.

Namun aspek lain yg menyangkut si hewan ternak itu sendiri saya kira tidak kita tahu pasti. Memang ketika hewan sehat dan jauh dari sakaratul maut, kita bisa memastikan bahwa perlakuan yg kejam lebih menyiksa. Akan tetapi, ketika sakaratul maut mulai terjadi, kita tidak tahu persis apakah kematian yg lambat lebih menyiksa dibandingkan kematian yg cepat. Kita belum punya sensor rasa sakit, bukan?

Satu organ tubuh kita tidak berfungsi normal saja kita bisa merasakan sakit. Misalnya ketika kita sesak nafas yang serius. Sakit kan?

Saya membayangkan bahwa kematian adalah tidak berfungsinya organ signifikan tertentu dalam tubuh sedemikian hingga kerja tubuh terhenti, macet. Jadi, bayangan saya, pasti suakiiit banget.

Secepat apa pun proses matinya, tetap saja ada lonjakan kesakitan yg luar biasa saat fungsi tubuh macet. Nah, dalam lonjakan amat tinggi seperti ini, apakah periode kesakitan masih signifikan?

Lah berhubung saya juga belum tahu jawabnya, saya menduga bahwa manfaat utama dari proses penyembelihan yang cepat dan tanpa menyiksa justru dirasakan oleh jiwa si penyembelih dan penonton, belum tentu oleh hewan yang dipotong.

Wallahu alam.

30 Mei 2011

Cerita tentang penantian visa


Lebih dari 40 hari sudah paspor saya ‘tersimpan’ di kedutaan besar negara XX di Jakarta. Tepat 41 hari lalu saya menjalani wawancara dan menerima selembar kertas putih bolak-balik yang intinya menyataan aplikasi visa saya disetujui dan paspor dapat diambil dalam 2-7 hari setelah wawancara.

Akan tetapi, kenyataan bicara lain. Sampai saat ini saya belum menerima visa itu. Saya telah batal berangkat ke salah satu kota paling eksotik di dunia pada akhir April-awal Mei lalu. Sekarang saya juga terancam batal berangkat ke salah satu kota paling gemerlap di dunia.

Sudah habis terlalu banyak waktu, perhatian, energi, sekadar untuk mencermati hal yang entah kapan akan bisa saya terima. Sudah begitu lama saya menahan diri untuk tidak menulis soal ini dan soal negara itu, namun penantian tak jelas ini benar-benar tidak menyenangkan.

*Foto paspor diambil dari bisnis-jabar.com

10 April 2011

Logika di balik hal tidak logis*

Mengapa para boss digaji amat tinggi, meski tidak pintar? Menurut Harford itu untuk memicu para calon boss, bukan semata-mata untuk si boss itu sendiri.

Lalu mengapa orang tetap tinggal di perkotaan yang padat dan sesak? Karena di situlah pertukaran pengetahuan berjalan intensif dan murah. Juga peluang-peluang baru.

***
Mengapa orang masih setia tinggal di kota besar seperti Jakarta? Biaya hidup jauh lebih besar dibandingkan daerah lain, kepadatan penduduk lebih tinggi, kemacetan jauh lebih parah, waktu yang dihabiskan di jalan raya juga jauh lebih banyak.

Banyak ragam jawaban untuk pertanyaan semacam itu. Jakarta hanyalah satu dari puluhan atau ratusan kota besar dunia yang terus menyedot warga sekitar untuk datang.
Salah satu jawaban akan daya tarik kota besar bisa kita baca dalam buku Logika Hidup, Logika ekonomi di balik seks, kejahatan, rasisme, dan politik kantor karya Tim Harford.

Dalam bab Dunia Tajam, Harford menyoroti mengapa kebanyakan orang memilih tinggal di New York daripada di Rock Island. Padahal, untuk tinggal di New York orang harus mengeluarkan biaya tambahan 14% dari penghasilannya untuk menyewa atau membeli rumah yang sama dengan rumah siap huni di tempat lain di AS.

Pajak yang lebih tinggi di New York mencapai hampir 6% dari penghasilan. Harga untuk biaya listrik, air, bahan makanan, dan kebutuhan pokok lainnya memerlukan biaya tambahan 4% lagi. Lalu ada biaya tambahan pula untuk gaya hidup yang lebih sulit diukur dan diperbandingkan.

Dengan berbagai perhitungan, maka US$1 di New York kira-kira hanya bernilai setara dengan 61,2 sen di tempat lain. Betul bahwa gaji pegawai di New York lebih tinggi dari gaji rata-rata nasional AS, namun selisihnya hanya 15%.

Disimpulkan bahwa daya beli sesunguhnya dari orang yang tinggal di New York hanya kira-kira tiga per empat dari apa yang seharusnya dia nikmati jika tinggal di tempat lain di AS.

Menurut Harford, kuncinya ada pada inovasi. Inovasilah yang membuat orang memilih tinggal di kota besar, kendati banyak hal yang harus dikorbankan, atau banyak hal yang bisa didapatkan di tempat lain.

Salah satu bagian dari inovasi dan hal-hal yang mendorong inovasi di kota besar adalah kesempatan untuk bertemu dengan orang yang lebih pandai dan lebih ahli secara mudah. Dengan demikian, perputaran pengetahuan dan kesempatan saling belajar menjadi lebih mudah.

Harford menggambarkan bagaimana seorang tokoh media yang baru, Jeff Jarvis, bisa secara kebetulan bertemu dengan Rupert Murdoch di sebuah jalan di Manhattan. Bagaimana si penulis, Harford, bisa bertemu dengan mitranya yang banyak membantunya dalam menyusun buku, Stephen McGroarty. “Jika saya tinggal dan bekerja di kota kecil, keberuntungan {semacam itu} tak akan datang.”

Di kota-kota besar, katanya, eksternalitas positif lebih banyak tersedia. Kesempatan untuk mendatangi forum-forum penyebaran pengetahuan dengan biaya murah atau bahkan gratis tersedia secara melimpah.

Para pekerja di kota besar juga dinilai lebih produktif karena ada faktor kedekatan dengan para mitra dan kolega. Pertemuan-pertemuan juga menjadi lebih mudah dilakukan.

Harford berupaya menjelaskan bahwa perkembangan teknologi informasi, yang dipahami sebagai alat untuk membuat jarak menjadi kurang bermakna dalam komunikasi, ternyata tidak mengurangi hasrat orang untuk saling bertemu. Bahkan, informasi lokasi yang saling dibagi cenderung membuat orang menjadi lebih mudah untuk bertemu.

Tidak semua penjelasan Harford mengenai motivasi orang untuk memilih tinggal di kota besar yang padat daripada di kota kecil yang memiliki biaya hidup murah itu memuaskan, namun setidaknya dia berhasil mengungkap sisi-sisi yang selama ini banyak diabaikan.

Bos dibayar tinggi
Harford membuat satu bab khusus yang sangat provokatif mengenai hal yang sering menjadi pertanyaan banyak orang: mengapa seorang bos dibayar lebih mahal daripada bawahannya, padahal dia tidak lebih pintar?

Dia memulai dengan menjelaskan perkembangan sistem penggajian CEO di AS. Para CEO memang dibayar amat mahal. Sebagai contoh, CEO Walt Disney Corp, Michael Eisner, dibayar 400 juta pound sterling selama 13 tahun.

Sebagai ekonom, Harford berupaya menelusuri hal itu dari apa yang bisa memotivasi para pekerja. Dia memaparkan tentang apa yang disebut sebagai teori turnamen, ketika seorang pekerja seolah-olah harus bersaing satu dengan yang lain untuk mendapat promosi atau penilaian yang memuaskan.

Pada intinya, menurut dia, gaji CEO yang sangat besar bukanlah semata-mata ditujukan bagi si CEO. Gaji itu justru dijadikan pemicu bagi orang-orang di bawah CEO, para manajer tingkat menengah, agar berlomba guna meraih posisi yang lebih tinggi. Dengan demikian, uang 400 juta pound sterling akan memicu kekayaan yang jauh lebih besar.

Logika Hidup dibagai dalam sembilan bab. Semuanya dengan judul dan bahasan yang amat provokatif. Misalnya, Apakah perceraian selalu diremehkan pada Bab III.
Harford juga mempertanyakan mengapa manusia masih mau merokok dan berjudi, atau mengkonsumsi narkoba atau jatuh cinta. Dia berupaya menjelaskan bahwa semua itu rasional menurut logika ekonomi.

Buku yang ditulis Harford ini seolah kelanjutan dari buku sebelumnya, Undercover Economist. Meski tetap menarik, buku kedua ini tidak semenarik buku pertamanya. Banyak pula penjelasan yang terasa berbelit dan terlalu bertele-tele.

*) dimuat pada Bisnis Indonesia edisi Minggu, 10 April 2011, halaman resensi. gambar cover di atas dari gramedia online

05 April 2011

Memakrokan blog mikro: Kumpulan status 2


Oleh Setyardi Widodo

---------------
Mesin waktu itu bernama quick count & facebook. Quick count membawa kita ke depan, fb membawa kita ke masa lalu... Dua2nya jg jadi mesin uang bg pemiliknya.

Bebek2ku/ mari ke mari/ ikutlah aku ke kebun bibi/ di sana banyak kesukaanmu/ cacing yg gemuk/ ayo diserbu/ berebut berebut/ bersuka ria (Cicha Koeswoyo)

Mobile phone, mobile computing, mobile office, mobile banking, mobile commerce, mobile resident, mobile voter, mobile election, mobile legislator, mobile leader, mobile apa lagi ya?
--------

Bagaimana kalau kita bangun sendiri open quick count hasil election pakai google earth. Biar semua bisa berpartisipasi. Semua bisa mengawasi quick countnya.

Apa hubungan antara accounting dengan two countings, quick counting, and the real counting?

Setuju adanya electoral threshold, tapi bertanya2 mengapa ada parliamentary threshold yg membuat 15 percent suara hilang percuma secara otomatis?

Diperintah kecewa, dimarahi kecewa, disembah kecewa, dimintai berkah kecewa, dianggap dukun kecewa, dianggap sakit ingatan kecewa, jadi pangeran kecewa, menjadi pedagang kecewa, menjadi petani kecewa, itulah orang yang namanya Suryomentaram, tukang kecewa, tukang tidak puas, tukang tidak kerasan, tukang bingung.

Di bumi ada bulan purnama. Apakah di bulan ada bumi purnama? Berapa periodanya? Sebulan sekali? Sebumi sekali? Sebumi= berapa bulan= berapa jam?
--------

Demokrat unggul, sby berlanjut jadi presiden, maka harga property di gunung putri meningkat. Perbaiki jalan, akses transportasi, serta sarana pendidikan di sana donk.

Sby menjabat lagi? Harga properti di gunungputri tambah tinggi. Jalan pendidikan dan transportasi, harus diperbaiki. Di sini. Antara cikeas, citeureup, dan cileungsi. Cibubur ikut menikmati.

Senang Palringo jalan di windows mobile 2003 shg PDA tua ipaq 4355 terbitan 2004 itu bisa dipakai chatting multiple platform. Ym, gtalk, facebook jalan bareng. Yang tua tetap berguna.

Diperintah kecewa, dimarahi kecewa, jadi pangeran kecewa, menjadi pedagang kecewa, menjadi petani kecewa. itulah Suryomentaram. tukang kecewa, tukang tidak puas, tukang tidak kerasan, tukang bingung.

Yang lebih kita perlukan adalah pembaruan di sisi jaringan para operator dibandingkan penggantian handset atau gadget untuk mengaksesnya bukan? Gadget lama masih bisa dipakai.
--------

Industrialisasi memang membuat hidup tdk manusiawi. Tapi kemana kita bisa pergi? Sekolah & hobi-nya sudah terlanjur begini. Masak mau lari?

Media massa adalah medium inovasi. Karena produknya bisa kita perbaiki setiap hari, kita perbarui setiap kali, kita tambahi setiap pagi.

Salah strategi. Habis long week end ke jakarta pagi pagi. Ya macet begini. Mana jalan ditutupi.

Lebih murah, lebih canggih, lebih luas, lebih luwes,

Mencari tas dengan banyak saku, tahan air, dan membuat beban yang berat menjadi terasa ringan.
--------

Siap2 ditinggal ke negeri singa. Semoga semua tetap sehat dan ceria. Selalu lancar aman nyaman sehat selamat. Amiin.

Solusi kemacetan: facebookan di jalan. tahu2 sudah sampai tujuan, macetnya tidak terasa. jadi, bangun saja broadband sepanjang jalan macet.

Tidak perlu menunggu alat yg lebih baik, orang yg lebih banyak, dana yg lebih besar, akses yg lebih mudah, dst. Lakukan saja, sekarang! Seadanya.

Benarkah PDA keluaran 2003-2004 baik windows mobile, palm, maupun linux, tidak kalah fungsinya dibandingkan MID/tablet yang sekarang diunggulkan nokia, Intel dkk?

Di jalan, mikir yang enggak enggak.

Ingin merakit HP sendiri. Pilih monitor, casing, body, prosesor, install OS sendiri dst. Kapan ada HP customized begini ya?

Mencoba melihat sisi2 baiknya.
----------

ingin mengendarai mesin waktu yang bisa memperpendek masa duka, memperpanjang masa suka, memperpendek masa sengsara, memperpanjang masa jaya. Sudah adakah mesin itu?

Bersimpati pada para caleg, para pejuang partai. Juga bg mereka yg tdk masuk dpt. Untuk nyaleg butuh pengorbanan. Tp utk golput tidak perlu ideologi, cukup kesalahan teknis.

ingin berganti semesta. Di manakah lorong lubang cacing itu? Di manakah tujuan? Di mana titik untuk kembali?

Jumlah pengguna blackberry di indonesia tumbuh 494% pada 2008? penyebarannya Telkomsel 75.000, Indosat 80.000, dan XL 55.000? Iphone juga masuk. Apa kabar nokia & pemain2 eropa?

Facebook generasi kedua harusnya: bisa grouping friend lalu bedakan notifikasinya; ada fitur untuk meeting, reuni, termasuk tools untuk presentasi, mematangkan rencana acara etc.
-----------

AP - Two technology research groups say worldwide personal computer shipments fell (6,5% and 7,5%) in the first quarter.

Reuters - More than half of U.S. adults used the Internet to participate in the 2008 election -- the first time that threshold has been crossed, according to a study released Wednesday

(AFP) US telecom giant AT&T Inc is seeking to extend until 2011 the deal with Apple making it the exclusive service provider for the iPhone in US, The WSJ said Wednesday.

10 tahun mendatang akan ada acara "zona facebook" seperti zona 80 sekarang. Ketika itu orang mengenang fb sebagai tempat ketemu kawan lama, pasangan, kerabat, pekerjaan, atau malah dipecat dr kantor.

merasa kehilangan parameter mengenai hidup normal dan sehat...
----------

Ayo kita siapkan facebook generasi keempat. Di sana kita bukan hanya melihat teman or chat, tapi ada fitur bertamu ke rumah, makan bersama, reuni, dsb secara virtual. Fasilitas integrated dgn GPS, google earth & 3D. Ayo donk

Mengapa kita diberi ingin yang tak terbatas tapi dijebloskan pada kenyataan yang serba terbatas? Itu hukum atau hukuman?

Ternyata dia tidak suka ide2 gilaku. Apakah pikiranku memang aneh & tidak normal?

Pilih mana: sambungannya putus2 atau putusannya nyambung2? Hihihi

Politik itu penuh permainan kata-kata, apa kita harus percaya apa adanya?
-------------

Bentar lagi 3 manusia terserak di 4 kota, 2 negara. Semoga semua tetap sehat ceria, bahagia sejahtera, tak kurang suatu apa. Tuhan, mohon, jagalah mereka.

Berhentilah berusaha memprediksi masa depan, ambil saja keuntungan dari ketidakpastian yang ada. (black swan)

Bahkan bandung bondowoso yang perkasa itu pun gagal...

Enggak kebayang deh rasanya jadi CS grapari dengan antrean konsumen yang luar biasa begini... semua yang antre ini mau mengeluh lho...

ingin membeli kebahagiaan, kalau harganya murah & terjangkau kantong orang miskin....
-------------

Kita lebih memerlukan pencegahan daripada pengobatan. Tapi tidak banyak imbalan untuk pencegahan. Manusia adalah makhluk yg sangat tidak adil. (the black swan)

Kita membatasi pikiran dgn hal2 tidak relevan, sementara peristiwa2 besar terus terjadi dan mengejutkan kita. (the black swan)

Dia sudah di sana, di negeri singa. Semoga membawa guna. Yang di sini pun sehat ceria. Adapun yang di situ, tak beda.

Belajar banyak dari sekar, anakku yang belum genap 5 tahun...

Tidak percaya teori, sangat skeptis, dan mengandalkan bukti.
-------------

Menikmati anugerah sebagai manusia yang kalah.

Apa yg kita raih sekarang adalah buah dari apa yg kita utamakan 5-10 tahun lalu. Apa yg kita pikirkan sekarang utk 5-10 tahun ke depan? Kurva waktu blm bisa dibalik..

Sumimasen, moshiwake arimasen, wakarimasen.

Memakrokan blog mikro: Kumpulan status


Sejak ada Facebook, saya bisa disebut rutin update status. Sehari bisa beberapa kali update. Status adalah tulisan berisi ungkapan campur aduk atas apa yang mencuat di kepala. Bila di masa sebelumnya perlu medium seperti diary, atau mesin ketik, lalu komputer untuk menulis kilatan-kilatan pikiran, kesan di perjalanan, dan lain-lain, kini ada medium yang lebih sederhana.

Dengan modal Blackberry yang always connected ke Internet, menulis status adalah hal yang amat mudah. Jadi Facebook itu semacam diary terbuka. Belakangan hal yang sama ada di Twitter yang disebut sebagai blog mikro.

Terkait komentar beberapa rekan serta belajar dari tulisan Nassim Nicholas Taleb (Ranjang Prokrustes), saya jadi tergoda untuk memampangkan kumpulan status sebagai upaya mengisi blog. Apalagi blog saya dalam tiga bulan terakhir nyaris kosong.

Sayangnya, di Facebook tidak ada fitur untuk menyusun status-status yang pernah kita buat di masa lalu menjadi jajaran kalimat status berurutan. Selalu saja bercampur dengan komentar dan segala macam aktivitas yang kita lakukan di Facebook. Di Twitter saya belum terlalu banyak aktivitas. Twitter bisa menyusun timeline status meskipun urutannya terbalik.

***
Saya beruntung bahwa menulis sebagian besar status lewat Blackberry. Karena ada bermacam kesulitan teknis dalam menyusun status sambil online di mobile web Facebook, saya biasa menulis dulu status itu dalam Notes, baru saya copy ke situs Facebook. Jadi, kalau ada kegagalan koneksi, saya masih punya back up. Bahkan banyak komentar saya di facebook pun saya simpan dengan cara yang sama. Maklum, pakai Blackberry Pearl yang semi-qwerty itu ada kesulitan tambahan dalam mengetik secara online.

Tapi ya itu, ada untungnya, saya jadi punya arsip yang tersimpan dalam format txt. Seluruhnya ada lebih dari 50 file. Masing-masing file berisi puluhan status.

Masalah lainnya adalah susunannya yang terbalik. Kalimat yang lama ada di bagian bawah. Yang baru ada di atas, supaya cepat mengetiknya. Akhirnya susunannya ya seperti timeline di Twitter. Terbalik semua.
Saya berusaha membalik kalimat-kalimat itu, namun tidak semua berhasil. Lha buanyak sekali. Capek juga rupanya. Berikut saya unggah secara berseri saja status facebook sejak 2008-an. Paling tidak ini berguna untuk refleksi pribadi saja. Ini semacam me-makro-kan kembali hasil microblogging.

Sampai saat ini ada setidaknya 55 file txt berisi kumpulan status sejak Februari 2009 hingga Maret 2011. File pertama ini saya unggah hampir utuh. Tetapi saya tidak yakin file-file lain akan saya unggah (dan apalagi lengkap).

***

File status 1

*santai bersama sekar & erma. melupakan keruwetan dengan martabak, teh manis panas, ikan mujair, kondangan, etc. alangkah muktinya.

*Bolehkah ikut2an senang mendengar ada orang teknik fisika jadi dirut pertamina?

*memulai pada bagian yang paling mudah sesuai keahliannya. Bagian2 yang sulit segera mengadang?

*ada yg tahu bagaimana mendapatkan kaset anak2 dari PAS Salman edisi pertama yg terbit sekitar 1991/1992? Lagunya a.l. "aku bangga jadi anak islam"

*sleeps like a server, works like a router. mau tidur seperti server setelah bekerja sebagai router. Besok mulai menjalankan fungsi sebagai admin pula. Belajar multitasking nih...

*Kasihan dirut pertamina. Orang TF pertama jadi dirut pertamina. Wanita pertama juga. Eh dikuyo-kuyo oleh anggota dpr.
-------

*"If you don't know where you're going, it doesn't matter which road you take." (cuma ngutip)

*Belum terbayang bagaimana memecahkan masalah yang akan muncul di akhir april itu.

*mencoba rileks, mengusir ketegangan, menyingkirkan rasa bersalah, melupakan tuntutan.

*Sampai kapan buffer itu diperlukan? Sampai ada mesin yang bisa menggantikan secara otomatis. Sampai tegangan antara output box a dan input box b sesuai.

*Pikiran itu seperti parasut. Dia hanya berfungsi baik bila terbuka. (lord thomas dewar)

*Keponthal-ponthal, terbirit-birit, termehek-mehet, terlunta-lunta. Apalagi kata2 yang mirip?

*Jumlah pengguna gtalk di kantor sudah masuk economic of scale untuk jualan mic. Cepet kulakan di mega bazaar computer gih, whahahaha33x

*Ruwet dengan email yg terlalu banyak di inbox? Ayo buat Mail Folder lalu set Mail Rule agar semua terpilah secara otomatis. Saya siap bantu deh.

*Hobbylah yang jadi alat penyelamat. Pembuka pintu2 baru. Selalu

*Dalam komunitas yg cenderung chaos, siapa yg paling banyak meraih kue? Yg berada di puncak struktur? Yg paling ambisius? Teknokrat?

*ingin bermuka badak dan berhati singa. tabah, tegar, tanpa malu dan tanpa beban menghadapi apa saja.
-------

*Kalau takut tidak bisa adil, mestinya takut juga punya banyak anak. Anak harus diperlakukan secara adil juga bukan? Jadi yg punya banyak anak otomatis siap adil donk, hehe...

*Membayangkan netbook kecil yang dilengkapi push email serta semua fitur blackberry, termasuk ketahanan baterainya. Netbook rasa BB atau BB rasa netbook.

*Madhep marep manteb mulih nyang mban...

*Pada harta orang kaya, ada hak orang miskin. Pada kepandaian orang pintar, ada bagian untuk orang bodoh??

*Orang yang setia pada hal2 kecil, akan demikian pula terhadap hal2 besar. (Andre Gide)
*Perpisahan yang mana pun akan lebih berat tanpa disertai ucapan selamat tinggal (seorang tokoh dalam sebuah film)

*Saat belajar adalah saatnya gagal, tapi bukan berarti gagal dalam belajar. Apa parameter keberhasilan proses belajar?

*Kebranang ing gegayuhan
*Tunggak waru aku ora melu2, godong dadap aku ora melu nggarap

*Segala sesuatu pasti, hanya kita belum tahu matematikanya. Segala sesuatu punya rumus, hanya kita belum tahu teorinya.

*Mencoba percaya bahwa selalu ada gambar besar, desain besar, di balik semua yang terjadi. Biar tenang...

*Sebenarnya suka baju dengan banyak saku. Tapi mau pakai rompi kok kesannya norak ya.

*Apakah bedanya dunia maya dengan dunia imajiner serta dunia proyeksi (d aksen) dan dunia yang dibuat-buat?
------

*Biasanya orang besar yang memaklumi kesalahan orang kecil atau justru orang kecil yang harus memaklumi kesalahan orang besar? Atau saling memaklumi?

*Kagum & heran dgn selera tvri. Jam segini kok wayangan. "Buta Pandawa tata gati wisaya. Indriyaksa sara maruta. Pawana bana margana samirana"

*Jas merah= jangan sekali2 melupakan sejarah. Jaket merah= jangan kaget baca sejarah. Baju merah= bapak2 juga baca sejarah. Kaos merah= kadang orang suka sejarah

*Bete. Gagal terus setting BB sebagai modem eee pc windows XP via bluetooth dongle. Tidak ketemu kolom untuk memasukkan "dial string"

*Kenapa majalah/tabloid ti-seluler bejibun tapi majalah iptek nyaris tak ada? Apa ke depan jumlah profesor TI lbh byk drpd prof iptek? Bppt jadi bppti? Itb jadi itib?

*ingat Suara Karya tahun 1987an yang tiap senin menampilkan hal teknologi penerbangan 1-2 halaman. Penulis khasnya Mei Kartyono.
--------

*Berapa banyak kenaikan traffic dan revenue penyedia Internet (jasa & jaringan) karena facebook? Berapa banyak sih pengguna facebook di indonesia?

*Mengapa semua jalan jadi seperti halaman facebook yang penuh gambar wajah orang? Ini namanya facestreet donk?

*Pengen hidup santai tapi kok malah mengumpulkan alat yang membuat hidupnya sulit santai. Ironis

*Hidup di kota besar umumnya tidak sehat. Tapi, pendidikan mengajari (atau menuntun atau menuntut) orang (desa) untuk pindah ke kota besar...

*Kalau ada orang tiba2 jadi kaya raya, negara akan mengusut kekayaannya itu dengan segala cara & alat. Kalau ada yg tiba2 jatuh miskin, apa yg akan negara lakukan?

*Saatnya foto2 mengabadikan facestreet (jalanan penuh gambar wajah). Setelah 5 april tidak ada lagi.
*Trapped at the center of troubles. Sangat menantang. Siap digantung sewaktu2 deh...

*mulat sarira hangrasa bingung

*A woman marries a man expecting he will change, but he doesn't. A man marries a woman expecting that she won't change, and she does. (kutipan yang lupa di mana sumber aslinya)

*Bagaimana kira2 bentuk social networking di era post-facebook? Ayo kita bikin biar bisa mengalahkan si zuckerberg itu, hehe......
--------

*Banyak orang pintar berpendidikan tinggi menetapkan kriteria terlalu tinggi dalam memilih partai atau caleg. Akibatnya malah golput. Adakah tools untuk membantu mengatasi masalah ini?

*Banyak orang protes tdk kenal caleg, protes byk gambar di jalan, tapi tdk mau datang kampanye, tdk mau dengar or nonton kampanye. Lalu golput. Piye to? Cara apa lagi biar caleg dikenal?

*Harga iphone 3G= harga motor= 2x Blackberry 8310= 2x netbook= 10x tv 14 inchi= 8x kulkas= 7x mesin cuci= biaya kuliah 1 tahun?

*Save our (very limited) badwidth

*Jarak masih menjadi masalah. Inginnya rumah-kantor tidak lebih dari 15 km, tanpa macet. Siapa harus mendekat? Hehehe. Jakarta oh jakarta.
------

*Benarkah the cost of doing nothing bisa lebih mahal daripada cost of doing something?

*Mengimpikan perkembangan mekatronika & material yg memungkinkan hadirnya sepeda motor (elektrik?) lipat yg dpt dimasukkan koper.

*Bahagia tanpa bersenang senang. (samakah dengan kaya tanpa harta, menang tanpa mengalahkan, mikir tanpa otak? Hehehe)

*Bersyukur Allah berkenan menjaga & melindungi keluarganya melalui 3 pekan yg rumit. Dan memohon perlindungan untuk 2 pekan yang mungkin lebih rumit di akhir bulan.

*Bagaimana kalau pemilu diserahkan ke eo swasta atau multinational company saja ya?

*Ternyata salah satu kunci untuk sukses adalah tidak tahu malu. Bisa karena culun, lugu, naïve, atau memang muka badak.

*Bisa kah tenang di hari tenang?

*Mana tahan? mana paham? Mana bahan? Mana saham? Mana lahan.
*La la la la, la la la mana paham. Mana bisa paham?

*Inilah saatnya mengucap syukur pada ilahi & terimakasih pada setiap hati. Damailah dlm pelukan malam, krn pagi nanti akan kita tanamkan kembali benih2 arti kehidupan... (radio mara)

*Haruskah setiap hari mohon maaf untuk kesalahan2nya maupun kesalahan2 orang lain? Mohon maaf, sorry, punten, nyuwun pangaksami, afwan, sumimasen, es tut sehr mir leid.

*Selamat pagi, jakarta. Di pintumu kau tak sambut tanganku. Hanya suara tawamu terdengar parau, jakarta. Dan nafasmu gemuruh gemerlapan. Seperti sengaja kau ciptakan untukku. Sementara masih tersisa gema doa di mulutku (ebiet)

*Inikah jakarta? Hanya beginikah sikapmu jakarta? Atau aku yang salah kalau ku katakan kau tak ramah? (ebiet)

*Matinya pull mail. Heran mengapa sampai sekarang tidak ada yang benar2 serius menggarap push mail service selain RIM. Yang lain terkesan amatiran. Amateur push mail service?

*Mengapa penjualan blackberry di Indonesia tidak terkena krisis?

01 April 2011

Belajar dari “Si Skeptis”


Buku berjudul “Ranjang Prokrustes” karangan Nassim Nicholas Taleb ini benar-benar mempesona. Yang pertama-tama menarik dari buku ini adalah penulisnya, Nassim Taleb. Dia adalah penulis buku “Black Swan”. Dua setengah tahun lalu, saya beberapa kali menulis mengenai buku itu. Buku kali ini pun memiliki cover yang mirip dengan Black Swan, warna dasar putih dengan warna huruf merah serta hitam.

Nassim adalah orang yang sangat kritis dan menyebut dirinya sebagai orang yang skeptis. Tulisan-tulisannya dalam buku ini penuh sindiran tajam. Penuh “pembalikan logika awam”. Terasa sangat cerdas, namun juga sinis, dan kadang menyakitkan.

Prokustes (bahkan mengucapkannya pun terasa susah bagi saya) yang dipakai sebagai judul adalah tokoh dalam legenda Yunani. Dia dikenal dengan sikapnya yang suka menjamu tamu. Namun semua tamu dia bawa ke ranjangnya. Dan ranjang itulah yang mengerikan. Jika orang yang dibaringkan lebih panjang dari ranjang, dia akan memotong kaki tamunya agar pas. Bila tamunya terlalu pendek, dia akan merentangkan tubuh tamunya hingga pas. Prokustes secara harfiah berarti sang perentang.

Nassim Taleb yang skeptis itu menilai banyak hal terjadi di dunia seperti ranjang sang perentang. Banyak hal disesuaikan dengan cara yang justru berkebalikan dengan seharusnya. Ibarat tukang jahit yang mengklaim bahwa semua bajunya selalu pas dengan pemakai. Padahal yang dia lakukan bukan menyesuaikan baju jahitan terhadap tubuh melainkan menyesuaikan tubuh pemakai dengan baju karyanya. Begitulah Nassim Taleb menyindir kehidupan.

Sebenarnya buku ini bukanlah buku dalam arti sesungguhnya. Ini adalah kumpulan kalimat sindiran Taleb. Ada 383 kalimat yang disusun dalam buku ini. Kalimat begitu saja, seperti peribahasa atau kata bijak, tanpa penjelasan, dan saling terpisah-pisah.

Kalau di era jejaring sosial sekarang, ini semacam kumpulan status (Facebook, misalnya) yang dihimpun jadi buku. Atau semacam timeline Twitter (yang tanpa respons follower ataupun tanpa keterangan tambahan).

**
Ada kalimat yang sifatnya sederhana dan pribadi, ada yang menyangkut bisnis, ekonomi, ada soal sosial, filsafat, modernitas, dan sebagainya.

Beberapa di antaranya, seperti berikut:

“Anda lebih gampang mengingat e-mail yang Anda kirim tanpa dijawab orang daripada e-mail orang lain yang tidak Anda jawab.”

“Sebenarnya sikap yang dianggap banyak orang sebagai kerendahhatian adalah kesombongan yang tertutupi dengan sukses.”

“Benci itu cinta dengan salah ketik di dalam kode komputernya. Bisa dibetulkan tapi susah dicari di mana letak salahnya.”

“Benci lebih susah dipalsu daripada cinta. Cinta palsu sudah biasa terdengar, kalau benci palsu tidak pernah kedengaran.”

“Benci tak berbalas itu jauh lebih menyakitkan daripada cinta tak berbalas.”

“Jika seiring waktu amarah Anda berkurang sedikit demi sedikit, itu artinya Anda telah berbuat tidak adil; jika yang terjadi sebaliknya yaitu amarah Anda meningkat, artinya Anda menderita ketidakadilan.”

“Saat paling menyakitkan bukanlah yang kita habiskan bersama orang-orang yang tidak menarik, melainkan yang kita habiskan bersama orang-orang tak menarik yang berusaha menjadi menarik.”

****
“Dalam sains, Anda perlu memahami dunia. Dalam bisnis, Anda perlu orang lain yang salah dalam memahami dunia.”

“Penyakit zaman sekarang adalah keliru menyamakan yang tidak bisa diamati dengan hal yang memang tak ada. Namun wabah yang lebih parah adalah keliru menyamakan yang tidak diamati dengan yang tidak dapat diamati.”

“Untuk membuat bangkrut orang yang bodoh, beri saja dia informasi.”

“Dahulu orang mengenakan pakaian biasa pada hari biasa, dan pakaian resmi pada saat beribadah. Sekarang yang terjadi sebaliknya.”

“Buku adalah satu-satunya media yang belum dirusak oleh duniawi: apa pun yang bisa dilihat selainnya, memanipulasi Anda dnegan iklan.”

“Kita bertanya ‘mengapa dia kaya (atau miskin)’ bukan bertanya ‘mengapa dia tidak lebih kaya (atau lebih miskin); Kita bertanya ‘mengapa krisisnya parah’ bukan ‘mengapa krisisnya tidak lebih parah?’

“Lawan keberhasilan bukan kegagalan, melainkan kehilangan nama.”

“Sebagai orang berpandangan luas, Karl Marx menyadari bahwa budak bisa lebih mudah dikendalikan kalau dia meyakinkan bahwa dirinya adalah pegawai.”

“Perbedaan antara cinta dan kebahagiaan: mereka yang bicara cinta cenderung sedang jatuh cinta; mereka yang bicara kebahagiaan cenderung sedang tidak bahagia.”

“Modernitas menghadirkan narasi konyol bagi sejumlah kegiatan. Sekarang kita “berjalan untuk olahraga” bukan semata “berjalan” tanpa perlu adanya pembenaran sama sekali.”

“Daripada mencari penyebab kematian yang menewaskan orang lebih baik kita mencari penyebab kehidupan ketika orangnya masih ada.”

“Tiga kecanduan paling berbahaya adalah kecanduan heroin, kecanduan karbohidrat, serta kecanduan gaji bulanan.”

“Banyak orang sangat tidak orisinil sampai-sampai mereka belajar sejarah untuk mencari kesalahan yang bisa diulang.”

***
“Tandingan hukum Moore: tiap sepuluh tahun, kebijakan kolektif merosot sampai separuh.”

“Tragedi adalah ketika banyak hal yang Anda anggap acak sebenarnya berada dalam kendali Anda. Dan yang lebih parah, kebalikannya juga berlaku.”

“Kalau ingin membuat kesal seorang penyair, jelaskan pusinya.” [ini benar-benar versi lain ungkapan Iqbal dalam Stray Reflections]

“Kita sepakat menilai seseorang yang menyombongkan pencapaiannya sebagai orang berselera buruk. Tetapi ketika negara melakukannya, kita menyebutnya sebagai kebanggaan nasional.”

“Orang lemah bertindak untuk memenuhi kebutuhan, orang kuat bertindak untuk memenuhi kewajiban.” [ini juga mirip kalimat Iqbal soal orang kuat]

“Negara-bangsa suka perang, negara-kota suka perdagangan, keluarga suka kestabilan, dan individu suka hiburan.”

“Waktu datang ke hotel saya melihat ada ytamu yang dibawakan barangnya oleh porter. Belakangan saya lihat tamu itu angkat beban di gym.”

“Masalah pengetahuan terletak pada lebih banyaknya buku tentang burung yang ditulis ahli burung daripada buku tentang burung yang ditulis burung dan buku tentang ahli burung yang ditulis burung.”

“Ahli matematika memulai dengan masalah dan membuat penyelesaian; konsultan memulai dengan menawarkan penyelesaian dan membuat masalah.”

“Kelompok kiri menganggap bahwa karena pasar itu bodoh maka model yang digunakan haruslah pintar. Kelompok kanan percaya bahwa model yang digunakan itu bodoh maka pasar haruslah pintar. Sayang, kedua kelompok ini tak pernah berpikir bahwa pasar dan model sama-sama sangat bodoh.”

***
Masih ada ratusan kalimat lain yang amat menarik dan menggugah. Tentu tidak semuanya menarik, tetapi sebagian besar menarik. Betapa sulit kita menemukan kalimat-kalimat pendek dari satu orang (bahkan kalimat Tolstoy sekali pun) yang hampir semuanya menarik. Barangkali itulah salah satu kekuatan Nassim “Si Skeptis” Taleb.

Membaca buku ini mengingatkan saya akan buku Stray Reflections karya Iqbal (edisi Indonesia terbit pada awal dekade 1990an dengan judul Sisi Manusiawi Iqbal, Mizan). Nuansa kalimatnya, cara membahas filsafat, kekuatan, modernitas, ekonomi, benar-benar mirip gaya Iqbal. Kuat, sinis, membuat dahi mengkerut.

Buku Taleb setebal 156 halaman itu diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dan dijual dengan harga Rp45.000.

PS: Lebih dari dua bulan saya tidak menulis di blog maupun note Facebook. Sebagai orang yang lebih 10 tahun bekerja di bidang tulis menulis, belasan tahun belajar agak serius menulis, serta tiga tahun ngeblog, ini adalah hal yang memalukan. Bagaimana mungkin orang semacam ini kok semangat menulisnya masih tergantung mood? Maka saya berterima kasih kepada Nassim Taleb yang berhasil menggugah semangat menulis ini, meski pendek saja.

Padahal dalam rentang beberapa bulan ini ada beberapa buku dan peristiwa yang layak pula untuk dielaborasi dalam tulisan, misalnya “Logika Hidup-logika ekonomi di balik seks, kejahatan, rasisme, dan politik kantor” karya Tim Harford, “Gratis” karya Chris Anderson pengarang Long Tail, “Never Eat Alone” karya Keith Ferrazi, atau “The Next 50 Years” tulisan Richard Watson.

25 Januari 2011

Pilih cluster kecil atau perumahan besar?


Saya membagi perumahan dalam tiga kelompok. Pertama adalah perumahan besar dengan lebih 1.000 rumah di dalamnya. Kedua adalah perumahan sedang dengan jumlah rumah 50-1.000-an. Ketiga adalah cluster kecil dengan jumlah rumah di bawah 50 unit.

Cluster yang berada dalam perumahan besar saya masukkan dalam kelompok perumahan besar. Bagaimana trennya kan perumahan besar dibagi-bagi dalam cluster-cluster.

Masing-masing perumahan punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saya tidak ingin menggeneralisasi. Akan tetapi, saya coba mengenali berdasarkan pengamatan. Barangkali berguna untuk mereka yang sedang menimbang-nimbang atau mencari rumah untuk dibeli.

*Perumahan besar
Kelebihan:
-Biasanya terkenal, punya nama besar, mudah dicari dan ditemukan dalam peta atau ketika akan dikunjungi.
-Biasanya prasarana lengkap seperti sekolah, tempat belanja, tempat olahraga. Tetapi itu hanya terjadi jika perumahan sudah masuk tahap matang, bukan baru dibangun.
-Mungkin saja gengsinya lebih tinggi dibandingkan perumahan sedang atau kecil
-Enak untuk jalan-jalan atau sepedaan di dalam kompleks

Kekurangan:
-Biasanya jarak rumah dengan pintu masuk cukup jauh. Tidak bermasalah untuk yang setiap saat pergi pulang naik mobil atau motor. Akan tetapi repot kalau naik angkot dan mahal kalau naik ojeg.
-Karena perumahan besar, posisinya biasanya di lahan yang sama sekali baru. Kadang akses menuju perumahan juga sulit atau belum dijangkau dengan angkutan umum, terutama malam hari.
-Iuran bulanan untuk kebersihan dll, konon, mahal.

*Perumahan sedang
Kelebihan:
-Posisinya tidak terlalu terpencil karena lahan yang diperlukan tidak luas-luas amat.
-Relatif cepat penuh sehingga ‘kematangan’ lebih cepat tercapai. Biasanya lokasi belanja dan semacamnya segera terbangun.

Kekurangan:
-Tidak seterkenal perumahan besar sehingga posisinya sedikit lebih sulit ditemukan di peta daripada perumahan besar.
-Mungkin harganya lebih miring. Tetapi gengsinya juga sering kalah.


*Cluster kecil
Saya ingin menyoroti ini. Sebagai orang yang banyak mengandalkan angkot dan sering pulang malam, maka lokasi perumahan yang dekat angkot dan fasilitas umum menjadi pilihan.

Konsekuensinya, perumahan besar-besar rasanya tidak cocok. Jika posisi rumah dalam perumahan besar itu dekat jalan dan strategis, biasanya sudah sangat mahal. Atau perumahan sudah lama sehingga yang ada adalah rumah second. Perumahan sedang mungkin cocok. Tetapi tidak banyak yang cocok.

Saya merasa solusinya ada pada perumahan-perumahan kecil. Cluster kecil. Cluster itu kadang memang kecil banget, hanya 3 rumah, 5 rumah. Ada juga yang 9 rumah, 13 rumah, sampai 40-an rumah.

Perumahan dalam cluster kecil begini bisa mengambil posisi strategis karena memanfaatkan lahan kosong yang sempit. Lahan 1.000 meter persegi, misalnya, dibagi 10 rumah, dikasih gerbang, dibuatkan jalan.

Di daerah-daerah yang tampaknya sudah jenuh atau padat, masih sering ada perumahan kecil seperti ini, cluster-cluster kecil ini.

Misalnya di Depok masih ada Bukit Depok Permai (13 rumah) di Jalan Bahagia, Mutiara Buana (50-an rumah) di Jl Haji Dimun, Villa Juanda (15 rumah) dekat jalan Juanda, Martani (3 rumah) di RTM, Kania (7 rumah) di RTM, Hexa (5 rumah) di RTM, Arroyan (9 rumah) di Jalan Kebahagiaan Kompleks Hankam.

Di Bandung, seputaran Pasteur yang padat juga ada cluster kecil semacam ini, misalnya Puri Matahari (10 rumah, sudah penuh).

Kalau kita googling dengan kata kunci “cluster murah di …” biasanya kita akan sampai ke iklan dan informasi mengenai cluster-cluster kecil semacam ini.

Karena perumahannya kecil, nilai investasinya juga kecil, sehingga sulit menemukan iklan di media cetak. Iklannya paling ada di spanduk seputaran lokasi atau di Internet. Jadi upaya mencarinya juga perlu lebih gigih. Perlu lebih sering survey di seputaran lokasi. Dan survey mesti benar-benar jeli. Syukurlah ada bantuan Internet yang sangat membantu, ada google maps dan wikimapia yang jadi senjata ampuh untuk survey lokasi secara virtual sebelum benar-benar datang ke tempat perumahan itu.

Sayangnya perumahan kecil semacam ini, biasanya jalan masuknya juga kecil. Karena lingkungan sudah padat, jalan masuk kecil dan kelak-kelok pun tak apa. Yang penting dekat dengan pusat segala macam yang diperlukan: sekolah bagus, toko-toko, rumah sakit, perkantoran, tempat jualan makanan besar makanan kecil, tempat jual koran, bengkel, kantor pos, tempat fotocopy, dan sebagainya.

Karena perumahan sangat kecil, biasanya fasilitas umum/sosial ikut ke perumahan/perkampungan yang sudah ada. Juga tidak perlu membuat RT sendiri, ikut saja ke kampung. Iuran untuk kebersihan, keamanan, dan sebagainya biasanya tidak mahal karena ikut ke kampung yang sudah ada.

***
Pada akhirnya semua kembali pada selera, kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang, ketekunan dalam survey, kecocokan harga, serta mood si pencari rumah itu sendiri. Yang jelas, jangan fokus pada perumahan besar yang megah-megah. banyak opsi lain yang kecil-kecil. tetap gigih mencari alternatif dan memanfaatkan Internet. Gunakan SMS untuk mengontak penjualnya guna mendapatkan informasi lebih detil mengenai lokasi, harga, spesifikasi bangunan, dan aspek-aspek lain.

Wallahu alam