25 Oktober 2011

Cerita dari Marshall Island

Pesawat dengan nomor registrasi PK-GFR itu mendarat mulus di sebuah pulau kecil di tengah Samudra Pasifik. Landas pacu dan tempat parkir pesawat menghabiskan hampir seluruh wilayah pulau yang memang sangat kecil itu.

Begitu pintu dibuka dan belalai gajah dipasang, seorang wanita berpakaian sederhana dan terkesan ndeso segera naik, diikuti beberapa pria berbadan tegap. Mereka adalah petugas pabean, imigrasi, serta karantina setempat.

Mereka memeriksa berbagai dokumen pesawat dan penumpang. Awak pesawat tak lupa sudah telah menyiapkan ‘upeti’ berupa satu kardus wine. Setelah sekitar 5 menit berbincang yang memberikan apa yang mereka minta, para penumpang pun diizinkan turun dari pesawat dan pesawat mengisi bahan bakar.

Itulah bagian dari perjalanan ferry flight pesawat Boeing 737-800NG yang diterima maskapai penerbangan Garuda Indonesia di Seattle 17 Oktober waktu setempat. Usai serah terima, pesawat langsung diterbangkan Ke Honolulu, Hawaii, dan menempuh penerbagan sekitar 5 jam.

Dari Honolulu pesawat menuju ke bandara Amata Kabua, Majuro Toll, Republik Marshall Island yang berada di Samudra Pasifik, 5 jam penerbangan dari Honolulu. Di bandara yang dipimpin seorag pria brewok asal Austria itulah cerita di atas berlangsung.
Zona waktu Marshall Island 5 jam di depan Jakarta dan 2 jam di belakang Hawaii (dengan mengabaikan perbedaan tanggal atau hari).

Posisinya yang strategis membuatnya menjadi persinggahan bagi pesawat yang akan menyeberangi Pasifik namun tidak sanggup menjalani penerbagan langsung.

Marshall Island menjadi persinggahan yang paling singkat sekaligus menegangkan dibandingkan dengan persinggahan lain dari ferry flight tersebut. Kondisinya jelas berbeda dengan persinggahan di Honolulu yang disambut kalungan bunga, persinggahan di Biak yang disambut oleh Bupati Biak Numfor disertai tarian tradisional Wor, serta pendaratan di Jakarta yang disambut upacara wah.

Di Marshall Island, penumpang memang diizinkan turun, namun tidak boleh jauh dari pesawat. Bahkan berfoto di bawah plang nama bandara dan nama wilayah pun semula mereka larang.

Rute Seattle-Hawaii-Marshall Island-Biak-Jakarta merupakan rute standar bagi pesawat Boeing 737-800NG yag diambil dari Renton, Seattle, untuk dibawa ke Jakarta. Pesawat jenis ini tidak bisa melintasi Pasifik tanpa mengisi bahan bakar di perjalanan...

*) Selengkapnya bisa dibaca di Bisnis Indonesia halaman i5 edisi 25 Oktober 2011 dengan judul "Berpacu meremajakan armada".

1 komentar: