31 Agustus 2008

Kelegaan dan kesepian seusai cuti panjang


Hari ini saya mengakhiri cuti sangat panjang, nyaris satu bulan penuh. Inilah cuti terpanjang dalam pengalaman saya sebagai karyawan. Bahkan sebagai mahasiswa, rasanya saya tidak pernah benar-benar berlibur sepanjang ini tanpa kegiatan di sekitar kampus.

Di akhir cuti ini ada perasaan sangat lega karena saya berhasil melalui hari-hari yang berat bersama Sekar (tanpa ibunya di sisinya). Namun bersamaan dengan itu ada rasa kesepian yang sangat mencekam saat berpisah dengan anak perempuanku itu setelah hubungan yang sangat intensif dalam satu bulan terakhir ini. Hubungan ayah-anak yang paling intensif yang pernah saya rasakan sepanjang hidup.

***
Empat pekan kebersamaanku dengan sekar dalam masa cuti ini terdiri atas pekan pertama di bandung, pekan kedua di purwokerto, pekan berikutnya kembali ke bandung, sebagian pekan terakhir di gunungputri, serta ujung pekan terakhir di bandung.

Ibunya sekar mulai mengikuti prajabatan dan training pada Senin, 4 Agustus. Selama satu pekan pertama itu kegiatan saya adalah antar-jemput sekar sekolah, membantu urusan-urusan yang terkait dengan sekolah seperti mengisi buku penghubung, mencari celemek untuk kegiatan masak, mencari hadiah ulang tahun ketika ada teman sekolahnya berulang tahun, dan sebagainya.

Siang hari seusai sekolah kadang saya menemaninya tidur siang. Atau saya pergi untuk berbagai urusan dan kembali ke rumah sebelum jam empat sore. Antara jam empat sore sampai pagi hari saya selalu di rumah. Kalau siang hari ada pengasuh di rumah, jadi urusan mandi dan sebagainya sudah ada yang menangani. Tetapi antara sore hingga pagi kami hanya berdua di rumah. Jadi segala urusan seperti ke kamar mandi, menemani bermain, membacakan buku, membuat susu, dan sebagainya menjadi tanggunganku sepenuhnya.

Waktu pagi, ketika sekar sekolah (antara jam 8-12), biasanya saya ke salman ITB untuk sarapan dan membaca buku serta koran di perpustakaan.

Kegiatan yang sama juga terjadi pada pekan ketiga setelah kami pulang dari purwokerto. Pokoknya selama di Bandung kegiatan rutinnya ya seperti itu. Saya beruntung karena di Bandung ada pengasuh yang membantu macam-macam urusan termasuk soal baju untuk sekolah, menyuapi makan, menyiapkan bekal dan sebagainya.

***
Pada pekan kedua, saya mendapat kabar bahwa Bapak harus operasi tulang belakang di purwokerto. Maka berangkatlah saya dan sekar ke sana. Berdua saja membawa mobil yang mesinnya sedang bermasalah ke purwokerto. Mau naik kereta repot karena tidak ada jurusan Bandung-Purwokerto, mau naik bus kasihan Sekar.

Untunglah sekar bersikap sangat dewasa. Bahkan ketika di Ciamis dia muntah di kursi belakang, sama sekali tidak menangis. Dia hanya bilang: “ayah aku muntah”.

Selama di Purwokerto, sekar sama sekali tidak bisa pisah dari diriku, kecuali saat tidur. Bahkan ketika saya ke kamar mandi sekali pun,dia menunggu di depan pintu sambil berpesan: jangan dikunci ya, Yah. Kalau dia terjaga dari tidur dan tidak menemukanku, pasti nangis. Itulah makanya sekar terpaksa ikut menginap dua malam di rumah sakit. Lalu sisanya bermalam di rumah Mas Faqih-Mbak Nanik.

Selama di Purwokerto ini makannya banyak sekali. Kalau ada agar-agar untuk Bapak (Mbah Kakung), selalu dia yang makan. Begitu pun dengan berbagai macam roti yang empuk-empuk yang disediakan untuk Mbah Kakung. Pokoknya makanan untuk Mbah Kakung sering sekali dia makam. Makanya pulang dari sana justru tambah gemuk. (Ayahnya saja yang justru makin kurus). Sekar tidak masuk sekolah sepekan lebih sedikit.

Untung pula purwokerto ada banyak buku cerita anak-anak. Sekar meminjam krayon Mas Hanif mewarnai buku di sana. Selama di purwokerto juga sekar belajar menulis namanya sendiri baik memakai ponsel maupun memakai buku. Dia sudah bisa menulis ‘Sekar Nabila Inspirana’ pada ponsel Blackberry 7290 dengan tepat baik memakai huruf besar maupun kecil. Kesukaannya main tempel-tempel dan membuat kandang kebun binatang juga mendapat penyaluran karena Mas Hanif punya mainan yang mendukung.

***

Pada akhir pekan ketiga dan awal pekan keempat kami tinggal di gunungputri. Ibunya tidak lagi di asrama sehingga malam bisa di rumah. Tetapi di sini tidak ada pengasuh. Jadi dari pagi hingga malam praktis hanya berdua saja.

Kegiatan rutin kami adalah bersepeda keliling-keliling kompleks. Sekar membonceng di belakang sambil nyanyi-nyanyi. Kadang kami berbelanja di Indomart, Asri, atau membeli ikan goreng, atau membeli es campur, atau megambil uang di ATM.

Selama di gunungputri sekar selalu tidur siang, mungkin karena capek. Tetapi makannya tidak sebanyak ketika di bandung atau purwokerto. Jadi, badannya kembali menyusut, tidak segemuk pekan sebelumnya.

***
Selama empat pekan itu saya hampir tidak pernah marah kepada Sekar. Kecuali satu kali ketika baru pulang dari purwokerto. Badan saya lelah serta pusing setelah menyetir dari purwokerto ke bogor. Sementara itu, sekar yang segar bugar (karena banyak tidur dan istirahat di jalan) mengajak bermain terus. Dia tidak mau kalau hanya ditunggui, maunya ditemani bermain. Untunglah kami bisa menyelesaikan masalah ini dengan happy ending.

Sekar pun tidak rewel. Kalau ditanya soal buang air besar dia selalu konfirmasi:” ayah nyuruh aku **k? tapi kalau enggak keluar ya sudah.”

Ibunya sekar menyelesaikan prajab dan pelatihan pada Rabu malam, 26 Agustus. Jadi setelah itu kehidupan praktis normal kembali. Alhamdulillah krisis sudah berakhir dengan baik. Sekar sehat sepanjang satu bulan ini. Nafsu makan sangat baik, tidak ada gangguan kesehatan, tidak ada masalah serta trauma psikologis. Legaa sekali rasanya.

Hari ini saya kembali ke gunungputri karena harus kondangan. Dan besok harus masuk kerja langsung disambut piket dan puasa (liburku terpotong satu hari karena kewajiban piket).

Hari ini di gunungputri, tanpa sekar, saya merasakan kesepian. Setelah hampir satu bulan penuh nyaris tak pernah terpisah dan berada dalam hubungan emosional yang sangat erat, kini harus mulai berpisah lagi. Saya tidak yakin bisa menahan diri dalam satu pekan ke depan tanpa berjumpa dengan anakku yang sangat cantik itu... Ya Allah tolonglah kami untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

I know the feeling...
Sometimes life is sucks