28 November 2011
Rahwana sebagai pahlawan kebaikan
Rahuvana Tattwa adalah kisah mengenai pertentangan Rama dengan Rahwana, namun dengan pendekatan yang berbeda dibandingkan apa yang dipahami masyarakat pada umumnya mengenai kisah Ramayana. Rahuvana Tattwa artinya kisah sejati tentang Rahwana.
Rahwana selama ini dikenal sebagai tokoh raksasa yang menculik Sinta dari suaminya, Rama. Rahwana dikenal memiliki 10 wajah (dasamuka) dan digambarkan sebagai tokoh jahat yang menebar kerusakan. Anehnya, dalam perang Rahwana didukung oleh semua kerabat dan punggawanya kecuali Wibisana.
Adapun Rama selalu digambarkan sebagai tokoh baik, teraniaya, mengembara menembus hutan. Dia didukung oleh pasukan kera di bawah kepemimpinan Sugriwa ---yang merebut kuasa dari kakaknya, Subali.
Agus Sunyoto, pengarang Rahuvana Tattwa, menyajikan pendekatan yang berbeda. Menurut dia, kisah Ramayana yang populer beredar, yang berpangkal dari karya Walmiki, merupakan karya yang terlalu mengagungkan pemenang, yakni Rama dan sekutunya.
Agus mencoba memahami cerita dari sisi Rahwana. Dia digambarkan sebagai tokoh pribumi (suku Dravida) yang berjuang melawan Rama yang berasal dari bangsa Arya.
Rahwana berasal dari keturunan Dewi Raksa (sehingga disebut Raksasa). Adapun Rama berasal dari keturunan Mannu (sehingga disebut Mannussa). Rahwana adalah tokoh yang mendapat dukungan kuat dari seluruh kerabat, bangsa, dan pasukannya, berbeda dengan Rama yang hanya didukung oleh adiknya, Laksmana, serta para kera. Bagaimana mungkin raja lalim justru mendapat dukungan begitu kuat sementara raja yang baik justru minim dukungan keluarga?
Rahwana memperlakukan Sinta selalu dengan baik dan lembut, dalam versi cerita mana pun, karena dia berasal dari kebudayaan matrilineal. Adapun Rama justru memperlakukan Sinta dengan dingin (menolaknya setelah pembebasan seusai perang, mengizinkannya membakar diri, kemudian mengucilkannya sehingga Sinta memilih agar ditelan bumi dalam gempa) karena Rama berasal dari budaya yang terlalu mengagungkan lelaki.
Dalam konteks itu pula pertentangan antara Sarpanaka (adik Rahwana) yang menyatakan tertarik kepada Rama dan Laksmana dipahami, namun menimbulkan salah paham bagi pengikut budaya patriark.
Rahuvana digambarkan sebagai penyembah Siwa, sedangkan Rama merupakan penyembah Wisnu (dalam cerita biasanya Rama memang digambarkan sebagai titisan Wisnu). Saya tidak begitu mengerti perbedaan di antara keduanya, namun cerita memang mengisahkan pertentangan di antara mereka.
Rahuvana berasal dari negeri dengan banyak bangunan megah (yang dibakar dalam kerusuhan yang dibuat oleh Hanuman dengan dukungan Bibisana), sedangkan Rama berkelana di hutan dengan dukungan kelompok Sugriwa yang tinggal di gua-gua.
Buku ini juga mempertanyakan sikap Rama yang selama ini dianggap tokoh baik dan ksatria, kok membokong Subali ketika Subali justru dicurangi oleh adiknya, Sugriwa.
***
Agus Sunyoto adalah orang Indonesia, namun cerita ini tampak dikemas dengan penguasaan bahasa Sansekerta yang baik. Banyak nama disertai arti bahasanya. Misalnya, Rahuvana artinya kendaraan (dewa) Rahu, Indrajit artinya penakluk Indra, Danaswara artinya tuan dari orang kaya (dalam wayang jawa disebut Danaraja), dan seterusnya.
Cerita ini juga dikemas dengan semua tokohnya berupa manusia, hanya berbeda wangsa. Misalnya wangsa raksasa, wangsa wanara (dalam cerita biasa disebut kera), wangsa gandarwa, dan sebagainya. Tidak ada kera, demon, burung, seperti dalam cerita Ramayana pada umumnya.
Cerita menjadi lebih masuk akal karena melibatkan intrik politik seperti yang ditempuh Wibisana dalam upaya menggulingkan kakaknya, Sugriwa dalam merebut kuasa dari Subali. Juga menarik mengamati bagaimana gaya membual para tokoh Kiskindha yang berasal dari wangsa wanara.
Meski begitu, secara umum cerita ini masih seperti cerita wayang pada umumnya. Ada dewa-dewa yang campur aduk kuasanya dengan manusia hebat, ada orang-orang sakti, ada supata alias kutukan, serta ada berbagai keajaiban.
Bagi saya yang tidak mengerti geograsi dan demografi India, cerita Rahuvana Tattwa ini amatlah menarik. Buku setebal 744 halaman terbitan LKiS yang dijual amat murah di pameran, Rp15 ribu, ini benar-benar menawarkan sudut pandang baru yang tidak linier.
27 November 2011
Si malang dan si sial (antara beruntung & bersyukur)
Membaca buku Luck Factor mengingatkan saya tentang cerita mengenai orang bernasib sengsara yang saya baca dalam majalah bahasa Jawa, Jaya Baya, sewaktu saya kecil.
Ceritanya kira-kira begini. Ada orang yang nasibnya dikenal malang terus menerus. Miskin dan banyak sial. Suatu ketika Raja ingin membantu orang tersebut, namun dengan cara terselubung.
Sang Raja menghadiahkan sebuah blewah (semacam semangka) yang di dalamnya telah diisi dengan emas dan barang berharga. Bukannya dibawa pulang, buah blewah itu malah dijual di pasar sehingga si orang malang itu tidak jadi menikmati emas yang semula ditujukan untuk dirinya.
Sang Raja pun mencoba cara lain. Kali ini si orang malang itu diberi sebatang bambu. Tentu saja di dalamnya juga diisi dengan emas, uang, dan barang berharga. Bukannya dibawa pulang, dipakai, atau dibuka, bambu itu malah diberikan pada orang lain karena si orang yang malang itu merasa bahwa batang bambu itu terlampau berat.
Kalau tidak salah, ada satu langkah lagi yang ditempuh Sang Raja untuk membantu si orang yang malang itu tanpa terlihat. Tapi lagi-lagi gagal. Lalu sampailah pada kesimpulan bahwa orang itu memang malang. Tidak kuat menerima kekayaan, kebahagiaan dan semacamnya.
***Kesempatan sama, hidup berbeda
Richard Wiseman, seorang psikolog dan pesulap, mencoba membuat eksperiman yang menyangkut keberuntungan. Dia telah membuat berbagai kuesioner lalu mendapatkan dua orang responden yang akan diuji.
Responden pertama diambil dari orang-orang yang mengaku bahwa dirinya dan hidupnya penuh keberuntungan, sedangkan responden kedua diambil dari orang yang merasa bahwa kehidupannya penuh kemalangan.
Dua orang itu diundang ke restoran yang sama dan dipasangi ‘jebakan’ yang sama. Ada uang yang diletakkan di dekat pintu masuk. Lalu ada empat meja yang masing-masing sudah diduduki oleh anggota tim Wiseman. Salah satu meja itu diduduki oleh anggota tim yang merupakan seorang pengusaha sukses, dan tiga lainnya diduduki orang biasa.
Hasilnya ternyata kok mirip cerita rakyat waktu saya kecil dulu. Yang beruntung enak terus, sementara orang yang merasa malang dapat sialnya terus.
Orang yang merasa hidupnya beruntung datang lebih awal dan menemukan ada uang tergeletak di dekat pintu. Dia lalu masuk dan duduk memilih kursi di sebelah pengusaha sukses. Bukannya diam, dia membuka percakapan lalu mengalirlah banyak informasi dan komunikasi yang menyenangkan.
Kesannya tentang acara yang dijalaninya pun serba menyenangkan.
Lain lagi dengan kondisi orang yang malang. Sebelum orang malang itu datang, seseorang yang di luar rencana ternyata melihat ada uang di depan pintu, lalu mengambilnya. Tim Wiseman menaruh kembali uang yang lain di tempat itu. Ketika orang malang itu datang, ternyata dia tidak melihat ada uang di sana. Dia terus saja masuk ke restoran.
Sama dengan orang yang beruntung, dia juga duduk satu meja dengan pengusaha sukses. Alih-alih membuka percakapan dan komunikasi, orang yang malang itu diam dan sibuk dengan dirinya sendiri. Waktu terus berlalu dan tidak ada komunikasi yang terjadi antara dirinya dengan si pengusaha sukses.
Ketika ditanya kesannya tentang acara yang dijalaninya, tidak ada hal menarik yang didapatkan.
***Prinsip keberuntungan
Wiseman menyimpulkan bahwa Martin dan Brenda, dua orang relawan yang ikut dalam eksperimen itu, mendapat kesempatan yang sama namun menjalani hidup yang berbeda.
Kira-kira, Martin si merasa beruntung, memiliki beberapa sifat yang kadarnya lebih besar daripada Brenda, si malang, dalam hal:
1. Bercakap-cakap dengan orang asing yang baru dikenal. Buktinya dia ngobrol dengan orang asing yang duduk di dekatnya di dalam restoran atau café itu.
2. Kecenderungan untuk khawatir dan merasa gelisah tentang hidup. Rileks menghadapi hidup itulah yang memungkinkan orang bisa menemukan uang di jalan dan melihat hal-hal yang tidak dilihat oleh orang yang cenderung ‘tegang’ menjalani hidup seperti Brenda.
3. Keterbukaan terbuka mencoba pengalaman baru.
Ada bermacam pengamatan dan percobaan yang diungkapkan Wiseman dalam mengenali ciri-ciri orang yang beruntung. Dia meringkasnya dalam 12 subprinsip yang tergabung dalam empat prinsip besar. Tiga subprinsip di atas merupakan bagian dari empat prinsip besar. Prinsip dan subprinsip keberuntungan menurut Wiseman sebagai berikut:
A. Memaksimalkan kesempatan keberuntungan
1. Orang yang beruntung menjaga jaringan keberuntungan yang kuat
2. Orang beruntung menjalani hidup lebih santai
3. Orang yang beruntung terbuka terhadap pengalaman baru
B. Mendengarkan prinsip keberuntungan
4. Orang yang beruntung mendengarkan insting dan perasaan mereka
5. Orang yang beruntung mengambil langkah untuk meningkatkan intuisi mereka
C. Harapan kemujuran
6. Orang beruntung berharap kemujuran mereka berlanjut pada masa mendatang.
7. Orang beruntung berusaha meraih sasaran mereka, bahkan ketika kemungkinannya tampak kecil.
8. Orang beruntung berharap interaksi mereka dengan orang lain akan berhasil dan menguntungkan.
D. Ubah kemalangan menjadi kemujuran
9. Orang beruntung melihat sisi positif dari kemalangan mereka.
10. Orang yang beruntung yakin kemalangan apa pun dalam hidup mereka, dalam jangka panjang, akan menjadi kebaikan.
11. Orang yang beruntung tidak lama-lama meratapi kemalangan mereka.
12. Orang yang beruntung mengambil langkah membangun untuk mencegah datangnya kemalangan pada masa mendatang.
***Bersyukur
Nah, dalam prinsip D (nomor 9-12), saya melihat yang dimaksud dengan orang beruntung dalam banyak hal adalah orang yang pandai bersyukur. Intinya, mereka menyadari bahwa ada hal lebih buruk yang bisa jadi menimpa mereka. Untungnya mereka kok cuma mendapat kemalangan segitu. Coba kalau tertimpa kemalangan yang lebih besar. Dari sanalah muncul perasaan merasa beruntung alias bersyukur itu.
Wiseman mencoba membuktikan itu dengan mewawancarai banyak orang dan membandingkan respons berbeda antara orang yang merasa beruntung dengan merasa sial atas suatu peristiwa yang mirip.
***Rileks
Pengarang buku ini juga mengungkapkan temuan menarik mengenai orang yang lebih rileks menghadapi hidup. Beberapa relawan ditanya mengenai jumlah foto yang dimuat dalam sebuah koran. Semua orang sibuk menghitung foto, dan tidak satupun yang menemukan bahwa di salah satu halaman termuat tulisan besar bahwa jumlah foto ada 43 buah. Juga, tidak ada yang menemukan tulisan yang bisa membuat mereka mendapatkan hadiah 100 pounsterling jika berhasil menemukannya.
Semua orang fokus pada sesuatu yang diperintahkan otak, kurang rileks, sehingga tidak melihat ada peluang lain yang lebih menguntungkan. Wiseman yang tukang sulap memperkuat dugaannya ini dengan permainan kartu yang memang khas tukang sulap.
Buku ini memang menarik. Kalau mau beli, harga normalnya Rp48 ribu. Kalau di pameran buku atau toko buku diskon harganya tentu lebih murah. Wallahu a’lam.
21 November 2011
Penumpang nan mencurigakan
Saya naik bus dari terminal sekitar jam 12 malam. Saya duduk di baris kedua dari depan, posisi pinggir gang lajur sebelah kiri. Sebelah kiri saya, kursi yang dekat kaca, kosong. Bus juga tidak padat. Banyak kursi jejer dua yang cuma diisi satu orang. Kabin gelap dan saya tidur.
Saya terbangun karena ada orang yang mau duduk di sebelah. Agak kaget karena kurasa sebelumnya bus tidak berhenti untuk menaikkan penumpang. Jadi kemungkinan besar penumpang itu berasal dari kursi lain. Dua kursi di kanan belakang saya kosong melompong.
Keanehan pertama bapak di sebelah itu bertanya: berapa, tiket? Saya jawab dengan nada heran: sekian ribu. (Mungkin dia ingin mengesankan diri baru naik ke bus dan tidak biasa naik kendaraan itu?)
Lalu dia mulai melakukan gerakan aneh. Meletakkan tas di depan agak menyodok ke arah saya. Lalu tidurnya menghadap ke kaca, muter ke depan, balik lagi ke belakang. Pokoknya heboh. Ada bau minyak yang agak menyengat. Dia juga menengok-nengok ke arah kanan belakang saya yang kursinya kosong. (Seolah-olah dia ingin saya pindah ke sana. Saya pikir kenapa tidak dia saja yang ke sana)
Terakhir dia (pura-pura) tidur dan ambruk ke arah saya. Saya kan mangkel. Saya bangunkan dia. Habis saya bangunkan, dia seperti mau pindah ke kursi lain. Saya kasih jalan. Eh begitu sampai gang, dia balik lagi lalu tanpa ngomong apa-apa, mendesak saya supaya pindah ke kursi pinggir kaca.
Saya mangkel banget. Tapi daripada repot, saya pindah saja ke pinggir kaca. Saya tidak bisa tidur. Kursi di pinggir itu tidak bisa diatur kemiringannya.
Setelah duduk di bekas tempat duduk saya, orang itu agak tenang. Tapi posisi tidurnya agak aneh. Badannya menempel ke kursi di depannya, di kursi baris pertama.
Mungkin sekitar seperempat jam kemudian dia pindah ke kursi yang kosong di kanan belakang. Saya pun kembali ke kursi saya semula. Eh, baru dua menit, dia balik lagi sambil memencet tombol AC. Saya marah, kubilang: Bapak ini maunya apa sih?
“Saya mau turun.”
Saya kembali ke pinggir kaca. Dia duduk lagi di bekas kursiku, sekitar 2 menit. Lalu dia kasih aba-aba ke sopir untuk berhenti. Caranya memberi aba-aba tanpa suara.
Dia pun turun di tengah jalan tol. Saya cek semua barang saya aman.
Saya pun duduk kembali dengan tenang di tempat semula. Sekitar lima menit kemudian bapak-bapak yang duduk di depan saya, baris pertama, terkaget-kaget menyadari laptopnya hilang. Tas laptopnya robek.
Waduh. Bapak yang kehilangan laptop memang tidurnya nyenyak. Tapi tas laptop itu dikempit lho di dadanya. Jadi tidak ditaruh di tempat lain. Jadi yang merobek tas dan mengambilnya pasti lihai.
Kasihan banget Si Bapak yang kehilangan laptop itu. Dia Cuma tanya: tadi ada yang turun, ya Pak? Awak bus menjawab iya.
Saya terbangun karena ada orang yang mau duduk di sebelah. Agak kaget karena kurasa sebelumnya bus tidak berhenti untuk menaikkan penumpang. Jadi kemungkinan besar penumpang itu berasal dari kursi lain. Dua kursi di kanan belakang saya kosong melompong.
Keanehan pertama bapak di sebelah itu bertanya: berapa, tiket? Saya jawab dengan nada heran: sekian ribu. (Mungkin dia ingin mengesankan diri baru naik ke bus dan tidak biasa naik kendaraan itu?)
Lalu dia mulai melakukan gerakan aneh. Meletakkan tas di depan agak menyodok ke arah saya. Lalu tidurnya menghadap ke kaca, muter ke depan, balik lagi ke belakang. Pokoknya heboh. Ada bau minyak yang agak menyengat. Dia juga menengok-nengok ke arah kanan belakang saya yang kursinya kosong. (Seolah-olah dia ingin saya pindah ke sana. Saya pikir kenapa tidak dia saja yang ke sana)
Terakhir dia (pura-pura) tidur dan ambruk ke arah saya. Saya kan mangkel. Saya bangunkan dia. Habis saya bangunkan, dia seperti mau pindah ke kursi lain. Saya kasih jalan. Eh begitu sampai gang, dia balik lagi lalu tanpa ngomong apa-apa, mendesak saya supaya pindah ke kursi pinggir kaca.
Saya mangkel banget. Tapi daripada repot, saya pindah saja ke pinggir kaca. Saya tidak bisa tidur. Kursi di pinggir itu tidak bisa diatur kemiringannya.
Setelah duduk di bekas tempat duduk saya, orang itu agak tenang. Tapi posisi tidurnya agak aneh. Badannya menempel ke kursi di depannya, di kursi baris pertama.
Mungkin sekitar seperempat jam kemudian dia pindah ke kursi yang kosong di kanan belakang. Saya pun kembali ke kursi saya semula. Eh, baru dua menit, dia balik lagi sambil memencet tombol AC. Saya marah, kubilang: Bapak ini maunya apa sih?
“Saya mau turun.”
Saya kembali ke pinggir kaca. Dia duduk lagi di bekas kursiku, sekitar 2 menit. Lalu dia kasih aba-aba ke sopir untuk berhenti. Caranya memberi aba-aba tanpa suara.
Dia pun turun di tengah jalan tol. Saya cek semua barang saya aman.
Saya pun duduk kembali dengan tenang di tempat semula. Sekitar lima menit kemudian bapak-bapak yang duduk di depan saya, baris pertama, terkaget-kaget menyadari laptopnya hilang. Tas laptopnya robek.
Waduh. Bapak yang kehilangan laptop memang tidurnya nyenyak. Tapi tas laptop itu dikempit lho di dadanya. Jadi tidak ditaruh di tempat lain. Jadi yang merobek tas dan mengambilnya pasti lihai.
Kasihan banget Si Bapak yang kehilangan laptop itu. Dia Cuma tanya: tadi ada yang turun, ya Pak? Awak bus menjawab iya.
15 November 2011
Hawaii adalah Jawa kecil
Tidak banyak yang tahu hubungan erat antara Hawaii dengan Indonesia, khususnya Jawa. Padahal, menurut George Armitage dalam A Brief History of Hawaii, ada hubungan yang khusus antara dua tempat yang berjarak 14 jam penerbangan itu.
Hawaii terdiri atas beberapa pulau yang oleh para ahli diduga terjadi karena peristiwa vulkanik. Pulau-pulau di itu seolah puncak gunung yang menjulang dari dasar laut hingga menyembul ke permukaan.
Tanahnya berbatu-batu dan relatif tandus. Ada sedikit kandungan bahan mineral namun tidak ditemukan minyak maupun batu bara. Diperkirakan penduduk asli masih hidup seperti “zaman batu” ketika peradaban Barat mulai menyentuhnya.
Tanaman asli di sana pun tak banyak. Paling terkenal adalah nanas dan pisang. Hewan liar juga nyaris tidak ada. Lalu pertanyaan muncul mengenai asal usul orang Hawaii. Dari mana datangnya para penghuni pulau yang berada jauh dari benua Amerika, jauh dari Asia maupun Australia itu?
Ada bermacam jawaban untuk pertanyaan ini. Salah satu versi menyatakan bahwa asal mula orang Hawaii haruslah dari peradaban yang sesuai untuk bertahan hidup dalam keterbatasan alam Hawaii.
Salah satu jawaban paling masuk akal adalah orang India atau bagian lain dari sisi selatan benua Asia. Dugaan ini didukung adanya nama-nama khas Hawaii seperti Oahu konon juga masih ditemukan di India Timur.
Lalu dari mana nama Hawaii? Masih menurut versi yang sama, Hawaii berasal dari kata Jawa-i’i yang berarti Jawa kecil. Nah, disinilah kita menemukan hubungan yang erat antara Jawa dan Hawaii.
Banyak yang ragu dengan pandangan di atas. Muncul pula hipotesis bahwa Hawaii berasal dari Havaii di dekat Tahiti. Meskipun dua tempat itu berjarak 2.000 km, ada hal di Hawaii diperkirakan berasal dari Tahiti. Contohnya, nama Kealaikahiki Channel yang berada di antara Lanai dan Kahoolawe, memiliki arti jalan ke Tahiti.
Tidak ada yang bisa memastikan bagaimana sejarah Hawaii di masa lalu sebelum orang Barat masuk. Apalagi karena budaya tulis menulis tidak ditemukan di sana.
Sejarah baru mulai jelas ketika masuknya peradaban barat. Salah satu tokoh yang paling terkenal dalam menaklukkan Hawaii adalah Kapten James Cook, penjelajah asal Inggris yang tiba di sana pada 1778.
Sampai kini bendera Kapten Cook masih mudah ditemui di berbagai tempat penjualan souvenir di Hawaii. Dengan hal-hal ajaib yang dimilikinya seperti kapal besar yang dianggap pulau mengapung, mulut yang menyemburkan asap (rokok), menyatukan tangan ke tubuh (dengan cara memasukkan ke saku baju), serta senapan kuno, dia bisa menguasai orang Hawaii.
Kepulauan di tengah Samudra Pasifik itu menjadi perhatian dunia pada era perang Dunia II ketika Jepang menyerbu Pearl Harbour. Sampai saat ini masih banyak warga keturunan Jepang tinggal di sana.
Apa pun asal-usul Hawaii dan orangnya, dan bagaimana pun sejarahnya, yang jelas semua orang sepakat bahwa Hawaii memang indah. Keindahan itu relatif terjaga oleh kesadaran akan ketertiban serta kebersihan.
*) Selengkapnya bisa dibaca di Bisnis Indonesia Weekend edisi 13 November 2011 halaman 30-31, TRIP
09 November 2011
Persiapan untuk bepergian
Bepergian ke negeri yang jauh, kadang membawa kejutan tersendiri, bahkan untuk orang yang sudah berkali-kali ke luar negeri. Hal-hal kecil seperti charger yang mati, colokan listrik yang tidak cocok, sampai dengan koneksi Wi-Fi, Internet serta seluler yang tidak sesuai perkiraan bisa menjadi masalah.
Kesempatan charging yang singkat sementara perjalanan luar ruang yang lama perlu menjadi perhatian. Demikian pula dengan kemungkinan masalah peranti lunak serta kompatibilitas perangkat.
Berikut ini beberapa hal yang menurut saya perlu disiapkan dengan baik. Persiapan yang relatif mudah dan murah di Indonesia, namun harganya ketika di sana (baik harga harfiah maupun harga sosialnya) bisa sangat tinggi.
1. Baterai cadangan untuk telepon seluler. Baterai sebaiknya bisa dicharge secara terpisah. Bisa benar-benar berupa baterai yang tinggal dipasangkan, bisa juga dengan power bank. Alangkah baiknya jika peralatan ini bisa juga menjadi alternatif opsi charging untuk mengantisipasi kemungkinan sewaktu-waktu charger mati di sana. Beberapa kali ke luar negeri, baru kali terakhir bulan lalu lah saya mengalami charger ponsel mati dan tidak ada serepnya. Untung bisa ngecharge lewat televisi di kamar hotel yang memiliki colokan USB.
2. Colokan universal untuk mengantisipasi bentuk-bentuk colokan yang tidak sesuai dengan charger hape atau charger laptop.
3. Pembagi sambungan agar bisa ngecharge hape, baterai cadangan, serta laptop dalam waktu bersamaan terutama pada malam hari ketika tidur. Kegiatan di luar kota atau di luar negeri biasanya padat dan kesempatan charging hanya pada malam hari. Kalau colokan cuma satu sementara perangkat yang harus discharge cukup banyak maka harus berkali-kali bangun di malam hari untuk nyolok listrik.
4. Bawa ponsel lebih dari satu mungkin termasuk salah satu opsi. Meskipun jarang sekali ada orang mengalami masalah serius dengan hape ketika dalam perjalanan singkat, namun bagi orang-orang yang harus selalu online, membawa cadangan hape termasuk hal yang perlu dipertimbangkan. Tidak harus yang sama, yang amat murah juga tak apa. Sebaiknya yang baterai atau colokannya bisa sharing sehingga tidak memperberat beban.
5. Bagi wartawan yang perlu banyak menulis namun terlalu berat membawa laptop, maka tablet atau ponsel dengan fitur USB on the go bisa jadi pilihan. Membawa ponsel USB on the go plus keyboard PC kayaknya lebih ringan daripada membawa laptop.
02 November 2011
Menyoal utang piutang
*Zaman sekarang, mencari utang adalah hal mudah. Iklan, SMS, dan penawaran begitu banyak. Akan tetapi tidak mudah mencari utang dengan provisi murah, bunga amat rendah, serta tanpa biaya ini itu yang memberatkan.
*Utang piutang telah menjadi industri. Bahkan, barangkali, utang piutang itulah salah satu inti dari industri keuangan.
*Selain menjadi industri, utang juga telah menjadi gaya hidup. Orang punya rumah baru di zaman kini, bukan berarti punya harta senilai rumah itu. Yang lebih tepat: utangnya hampir pasti lebih besar dari setengah nilai rumah baru itu. Demikian pula dengan pemilik kendaraan baru: utangnya hampir pasti lebih dari setengah nilai kendaraan itu.
*Pada dasarnya, fitur para penyedia utangan hanyalah permainan matematika. Semua hanya permainan variabel antara bagian yang dibayar di muka, bagian yang dicicil, besarnya cicilan, serta besarnya penalti dan biaya penggantian bila utang dijadwal ulang. Ada yang provisinya kecil, tetapi bunga tinggi. Ada yang bunga rendah, namun kalau melunasi di tengah jalan jatuhnya jadi lebih mahal.
*Ternyata, mencari utang senilai X untuk pembelian kendaraan bisa lebih susah daripada mencari utang senilai 2X untuk membeli rumah. Mungkin karena kendaraan adalah barang bergerak sementara rumah adalah barang yang tidak bergerak.
*Kadangkala, jika posisi tak setara, pemberi utang bisa menekan si pengutang. Tekanan bisa berupa persyaratan yang mengada-ada, penambahan syarat pada last minute ketika sudah tidak ada opsi lain atau tak mungkin dibatalkan, atau penambahan biaya seperti asuransi, proteksi, atau istilah apa lainnya.
*Utang piutang telah menjadi industri. Bahkan, barangkali, utang piutang itulah salah satu inti dari industri keuangan.
*Selain menjadi industri, utang juga telah menjadi gaya hidup. Orang punya rumah baru di zaman kini, bukan berarti punya harta senilai rumah itu. Yang lebih tepat: utangnya hampir pasti lebih besar dari setengah nilai rumah baru itu. Demikian pula dengan pemilik kendaraan baru: utangnya hampir pasti lebih dari setengah nilai kendaraan itu.
*Pada dasarnya, fitur para penyedia utangan hanyalah permainan matematika. Semua hanya permainan variabel antara bagian yang dibayar di muka, bagian yang dicicil, besarnya cicilan, serta besarnya penalti dan biaya penggantian bila utang dijadwal ulang. Ada yang provisinya kecil, tetapi bunga tinggi. Ada yang bunga rendah, namun kalau melunasi di tengah jalan jatuhnya jadi lebih mahal.
*Ternyata, mencari utang senilai X untuk pembelian kendaraan bisa lebih susah daripada mencari utang senilai 2X untuk membeli rumah. Mungkin karena kendaraan adalah barang bergerak sementara rumah adalah barang yang tidak bergerak.
*Kadangkala, jika posisi tak setara, pemberi utang bisa menekan si pengutang. Tekanan bisa berupa persyaratan yang mengada-ada, penambahan syarat pada last minute ketika sudah tidak ada opsi lain atau tak mungkin dibatalkan, atau penambahan biaya seperti asuransi, proteksi, atau istilah apa lainnya.
Langganan:
Postingan (Atom)