17 Juni 2008

Haruskah wartawan seperti peneliti?

Dalam proses menulis sesuatu menjadi bermakna dibutuhkan pengetahuan dan penguasaan masalah yang memadai. Semakin mendalam sebuah tulisan, semakin mendalam juga pengetahuan yang diperlukan. Terlebih lagi jika tulisan itu ditujukan kepada publik, masyarakat luas.

Lalu, apakah itu berarti seorang wartawan, yang tiap hari memproduksi tulisan untuk publik, harus punya pengetahuan mendalam seperti halnya peneliti? Saya kira ada perbedaan mendasar antara peneliti dengan wartawan.

Peneliti menangkap sebuah masalah atau ide, kemudian berusaha mencari pemecahan/ solusi/ jalan ke luar sendiri. Untuk itu, dia harus belajar statistika, membuat alat untuk menghasilkan data, kemudian mempersenjatai diri dengan pisau analisis.

Wartawan juga memulai karyanya dengan menangkap masalah atau ide. Tetapi dia tidak perlu berusaha memecahkan sendiri persoalan itu. Dia mencari nara sumber/peneliti dan sebagainya untuk membantunya memecahkan masalah.

Jadi, bagi wartawan, punya pengetahuan mendalam adalah nilai tambah. Ini akan membantunya mudah memahami dan tidak salah interpretasi terhadap paparan peneliti. Bagaimana pun, ada pengetahuan menimal yang perlu diketahui wartawan agar bisa membuat analisis dengan tepat. Ini berlaku untuk pendalaman. Adapun untuk sekadar isu-isu umum, yang diperlukan adalah akal sehat, logika yang lurus, pengetahuan angka, dan alur berpikir yang cukup.


***
Khusus mengenai kewartawanan di dunia TI –khususnya ekonomi TI-- saya ingin mengusulkan semacam workshop untuk pembekalan. Beberapa materi yang hendaknya perlu diberikan kepada wartawan baru di dunia TI setidaknya meliputi.

1. Faktor-faktor dalam bisnis telekomunikasi. (Undang saja orang Mastel atau pengamat untuk berbicara mengenai isu investasi, regulasi, kompetisi, serta faktor-faktor kunci yang menentukan kondisi makro bisnis telekomunikasi)

2. Perkembangan/ evolusi teknologi telekomunikasi.
-Undang vendor, misalnya Ericsson, untuk bicara mengenai evolusi teknologi seluler dari generasi pertama sampai keempat. Mengapa disebut cellular, bagaimana sambungan antara pengguna ke sentral dan kembali lagi ke pengguna, penggunaan frekuensi dan alokasinya.
- Vendor juga diharapkan bisa menjelaskan evolusi teknologi sambungan kabel (dari telepon tembaga, DSL, hingga serat optik. Aplikasi-aplikasi yang berjalan di atasnya dan semacamnya)

3. Faktor-faktor dalam bisnis peranti lunak
Undang akademisi untuk bicara mengenai industri peranti lunak secara umum, pembagiannya, siapa yang dominan, perkembangan dari masa ke masa. Apa arti open source, propreitary, mengapa ada pembajakan. Peranti lunak korporasi, perannya dalam proses produksi, dsb.

4. Faktor-faktor dalam bisnis peranti keras
Undang akademisi untuk bicara mengenai unsur-unsur peranti keras pada komputer dan bagaimana alat itu bekerja. Bagaimana standardisasi peranti keras dibuat. Bagaimana peran perakit lokal, OEM, pabrikan besar dalam industri ini. Bagaimana tren peranti keras ke depannya.

6. Memahami bisnis Internet (minta orang APJII untuk bicara)
- sejarah Internet dunia dan sejarah Internet Indonesia
- faktor-faktor dalam menentukan biaya akses Internet, sewa jaringan dan akses
- nama domain, hosting, content, warnet, game online, dan bisnis yang terkait dengan Internet
- aplikasi di atas Internet, web 2.0, masa depan Internet

7. Riset dan sumber daya TI
Undang akademisi/peneliti untuk berbicara mengenai hal ini.

***
Masalahnya, untuk menggelar sebuah workshop, peserta satu desk dari satu saja perusahaan koran pasti sangat sedikit.

Jalan keluarnya, pengelola rubrik atau desk editor mungkin bisa mulai membuat tulisan mengenai masing-masing item yang diperlukan seperti di atas, sebagai modul-modul pembelajaran bagi wartawan pemula.

Cara yang lebih gampang, cari situs-situs Internet yang bisa memberikan pencerahan seperti di atas. Catat link-link itu, lalu diskusikan secara berkala sesuai target kurikulum (hehehe, kayak sekolah saja….)

Wallahu a’lam.