30 September 2009

Mencari buaya & cicak dalam Animal Farm*


Ini cerita tentang para binatang di (bekas) peternakan Pak Jones. Mereka berjuang memerdekakan diri dari tirani Pak Jones yang suka memukul, mengambil telur-telur, menyembelih ternak, serta melakukan perbuatan lain yang bertentangan dan perikebinatangan.

Para binatang di bawah kepemimpinan babi Snowball dan Napoleon berhasil mengambilalih kekuasaan dari Pak Jones. Untuk menegaskan ideologi pembebasan itu, mereka sepakat menetapkan tujuh peraturan.

Dua peraturan utama adalah: semua yang berjalan di atas 2 kaki adalah musuh; semua yang berjalan di atas 4 kaki (sayap dianggap kaki) adalah kawan. Aturan lainnya, semua binatang tidak boleh memakai busana, dilarang tidur di ranjang, dilarang minum alkohol, dilarang membunuh sesama binatang. Terakhir, semua binatang berderajat sama.

Berjalan di atas 2 kaki, memakai busana, tidur di ranjang, minum alkohol, membunuh binatang, serta memperlakukan secara tidak sama adalah ciri Pak Jones yang bertentangan dengan perikebinatangan.
Seiring berjalannya waktu, suasana berubah. Napoleon yang memimpin perjuangan menyingkirkan Snowball dan menuduhnya sebagai penghasut yang melawan cita-cita revolusi binatang.

Setelah Snowball tersingkir, Napoleon menjadi penguasa tunggal dan memerintah sebagai tiran, bahkan lebih sadis dan tidak berperikebinatangan dibandingkan Pak Jones.

Sedikit demi sedikit, satu per satu peraturan yang ditetapkan oleh para binatang itu dilanggar dan dimodifikasi. Napoleon, misalnya, mulai tidur di bekas ranjang Pak Jones dan mengubah peraturan menjadi: semua binatang dilarang tidur di ranjang dengan seprei. Alasannya, ranjang adalah buatan binatang. “Yang buatan manusia adalah sepreinya.”

Aturan lain juga diubah menjadi: semua binatang tidak boleh minum alkohol secara berlebihan, dilarang membunuh sesama binatang tanpa alasan. Kesetaraan sesama binatang diubah menjadi: semua binatang sederajat namun ada binatang yang lebih tinggi derajatnya.

Pada akhirnya, para binatang sadar bahwa perubahan yang diharapkan dari revolusi membebaskan diri dari Pak Jones gagal total. Penyebabnya adalah elite yang semula memimpin perjuangan justru korup, serakah, serta senang memodifikasi peraturan agar menguntungkan diri sendiri.

Pengorbanan Boxer, si kuda yang setiap menghadapi masalah selalu mengatakan: aku akan bekerja lebih keras lagi, menjadi sia-sia. Bahkan dia mati dijual ke tukang jagal ketika tenaganya sudah dianggap tidak berguna. Begitu pula dengan pengorbanan binatang lain untuk menghasilkan telur, susu, dan produk lain.

***Watak kekuasaan
Cerita mengenai peternakan Pak Jones dengan sangat memikat diuraikan oleh George Orwell, sastrawan besar Inggris, dalam bukunya Animal Farm. Novel yang pertama kali diterbitkan pada 1945 itu semula ditolak oleh para penerbit yang dihubungi. Ada yang bersedia menerbitkan karya Orwell itu namun memasukkannya dalam cerita dongeng.

Lama kelamaan orang mengerti bahwa yang ditulis Orwell bukanlah dongeng binatang biasa. Dia menulis sebuah satire politik yang menggambarkan bagaimana sebuah upaya mewujudkan cita-cita revolusioner yang mengagungkan persamaan dan kebebasan bisa berubah menjadi tiran kejam dan justru bertentang dengan cita-cita ideologisnya sendiri.

Melalui cerita itu, Orwell yang lahir di Bengali, India, pada 1903, sebenarnya berusaha menggambarkan bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi di Uni Soviet ketika itu (terutama di bawah Stalin) dengan caranya yang unik.

Siapa pun yang membaca Animal Farm pasti mengakui betapa pintar dan jelinya Orwell mengidentifikasi watak kekuasaan yang cenderung korup dan menjadi tiran. Dia mengingatkan bagaimana penumpukan kekuasaan tanpa penyeimbang dan tanpa kontrol dalam diri Napoleon menjadi pangkal bencana.

Sayangnya, cerita Orwell dalam Animal Farm hanya membahas hewan-hewan ternak seperti babi, sapi, kuda, keledai, ayam, unggas, burung. Tidak ada kisah tentang para reptil. Padahal, di sebuah "peternakan lain" sedang ada cerita yang meluas tentang pertengkaran antara buaya dengan cicak.

Alkisah, suatu pagi buaya yang suka minum kopi marah-marah. Dia kaget mendapati gelas kopinya diacak-acak cicak yang memang suka menyelinap di malam hari. Buaya menuduh cicak bukan hanya ingin meracuni kopinya, tetapi juga menyadap pembicaraan dengan memasang sesuatu pada gelas dan kopinya.

Sebenarnya, cicak dan buaya sama-sama reptil dengan bentuk tubuh yang mirip. Sama-sama memiliki ekor, empat kaki, berjalan merayap. Buaya yang mewarisi kekuatan purba zaman Dinosaurus bisa berbobot setengah ton, sedangkan cicak adalah binatang yang masih muda menurut evolusi Darwin dan beratnya hanya kurang dari 1 ons.

Kendati sama-sama reptil, kita memang sulit menemukan kisah kerja sama antara buaya dengan cicak baik dalam cerita dongeng (fabel) maupun kisah ilmiah flora dan fauna. Sejarah evolusi dan habitat keduanya memang sama sekali berlainan.

Ah, seandainya Orwell masih hidup, mungkin kita bisa bertanya bagaimana kiranya akhir kisah cicak dan buaya itu.

*)Tulisan ini dimuat di Bisnis Indonesia edisi 26 September 2009