Pernah mencoba mencari nama Anda sendiri di Google? Apakah yang ditemukan sesuai harapan? Apa yang akan dan harus kita lakukan kalau menemukan konten-konten yang tidak menyenangkan ketika mencari tentang diri kita pada mesin pencari Internet?
Dalam sebuah workshop jurnalistik tahun lalu, seorang wartawan mengajukan kasus yang menarik. Suatu ketika seorang nara sumber mengajukan keberatan karena ada berita yang dianggap keliru. Lalu pada edisi berikutnya berita itu diralat.
Akan tetapi, nara sumber tidak kunjung puas karena ketika dia mencari berita lewat Google maka yang muncul adalah berita sebelumnya, yang dianggapnya keliru. Ralatnya tidak muncul. Saat itu, tidak ditemukan solusi untuk masalah tersebut, kecuali harus menyerahkan semuanya pada ‘kekuasaan’ Google, si raksasa mesin pencari.
Hal di atas adalah gambaran sederhana mengenai keberatan akan cara kerja Google. Di samping banyak sekali manfaat utama, mesin pencari memang bisa menjadi persoalan. Dan agaknya, keberatan semacam itulah yang menjadi latar belakang sengketa Google dengan pemerintah China. Banyak konten Internet yang tidak menyenangkan pemerintah China. Jadi, Google diminta menyensor.
***Mudah ditemukan
Bagi orang-orang yang berkutat dalam bisnis berbasis Internet, mesin pencari adalah sahabat sejati. Maka muncullah SEO atau search engine optimization. Ini merupakan cara agar suatu produk atau konten mudah ditemukan oleh mesin pencari.
Beragam trik digunakan agar posisi produk atau konten berada pada urutan teratas ketika pengguna Internet mencari informasi yang relevan. Muncullah cara mengoptimalkan kata kunci, memilih key words, mengatur label yang tepat, mengatur sistem pengalamatan postingan, dan sebagainya.
Intinya, berupaya sebisa mungkin agar produk atau kontennya mudah ditemukan. Dengan demikian, peluang orang untuk mampir dan mengklik situsnya menjadi lebih besar.
Dan karena perekonomian berbasis klik ini menjadi andalan, SEO seolah menjadi rumus wajib. Konon, lebih 70% kunjungan ke situs-situs Internet bukan dilakukan oleh pengakses yang setia pada alamat tertentu, melainkan oleh orang yang 'kesasar' ketika menggali informasi lewat mesin pencari.
Kita bisa maklum begitu besarnya peran mesin pencari mengingat Internet berisi triliunan halaman informasi. Tanpa bantuan mesin pencari, alangkah repotnya kita memilah-milah informasi yang relevan. Betapa capeknya kita harus mengingat begitu banyak alamat atau situs yang berisi informasi relevan yang kita perlukan.
Mesin pencari telah menjadi alat yang luar biasa sakti di era ketergantungan terhadap Internet. Google Inc, sebagai mesin pencari terkuat dan terdepan dunia, memainkan posisi kunci bagi perkembangan ekonomi berbasis klik itu.
Teorinya sederhana saja: bila mudah dicari maka mudah ditemukan, lalu mudah diklik. Itulah rumus yang berlaku dalam ‘negara Google’. Rumus dan trik untuk ini banyak diajarkan. Akan tetapi, bagaimana jika kita butuh menyembunyikan sesuatu dari Google. Bagaimana triknya? Semudah cara untuk tampil menonjol kah?
***Pindah ke Hong Kong
China sudah sejak lama memberlakukan pembatasan di dunia maya. Ini tidak hanya berlaku bagi Google, namun juga bagi penyedia konten lainnya.
Dengan ratusan juta jumlah pengguna Internet, China adalah potensi pasar yang besar bagi Google kendati saat ini nilainya masih sangat kecil dibandingkan dengan keseluruhan bisnis Google. Apalagi, bisnis Google juga meluas ke area di luar mesin pencari.
Sebenarnya China juga memiliki mesin pencari lokal, Baidu Inc. Dengan jenis huruf non-Latin dan bahasa non-Inggris, kesempatan untuk mengembangkan konten dan mesin pencari sendiri memang terbuka di China. Ini juga bisa menjadi entry barrier tersendiri bagi pemain internasional seperti Google.
Konflik antara China, negara terbesar di dunia, dengan Google, ‘negeri’ terbesar di dunia maya, memanas sejak awla tahun. Semula Google yang beroperasi di China sejak 2006 itu tunduk dengan ketentuan tentang sensor.
Namun perusahaan yang didirikan oleh Sergey Brin dan Larry Page itu lalu menolak sensor setelah merasa bahwa hacker dari China berusaha mengganggu Google. Google lalu mengalihkan operasi mesin pencarinya ke Hong Kong, wilayah otonomi bekas koloni Inggris.
Pekan lalu, wartawan Associated Press mencoba mengetik ‘Falun Gong’ dalam bahasa China melalui Google di Beijing. Hasilnya, halaman tersebut akan menjadi error dalam waktu semenit. Ketika mengetik kata kunci yang sama dari Hong Kong, yang diperoleh adalah banyak link terkait gerakan spiritual yang dilarang oleh Pemerintah China tersebut.
Dalam sebuah percobaan yang dilakukan AP, pemerintah China menggunakan mekanisme “Great Firewall” yang rumit agar bisa membatasi hal apa yang bisa dilihat masyarakatnya.
Dalam pencarian untuk beberapa topik yang dianggap tabu oleh Beijing, akan tampak tulisan ‘halaman tidak dapat ditampilkan’. Kemudian situs akan eror sekitar satu menit, bahkan lebih, jika pengguna berusaha mengakses beberapa situs terlarang setelahnya. Dengan kata lain, tidak hanya link pada beberapa situs tersebut yang tidak bekerja, tapi hasil pencarian juga tidak ada.
Namun, situs berbahasa Inggris ternyata lebih mudah diakses mungkin karena pemerintah China lebih mencemaskan situs berbahasa China karena mayoritas penduduk masih berbahasa China.
Penemuan ini menggambarkan bagaimana pemerintah China menjalankan sebuah mekanisme penyaring situs. Great Firewall dipandang sebagai metode yang tidak tepat, namun ini dimaksudkan untuk menjauhkan mayoritas masyarakat China dari beberapa topik sensitif yang ada.
Orang-orang berlomba agar mudah ditemukan oleh Google dan pengguna Internet mampir ke sana. Caranya mudah. China, yang ingin menyembunyikan banyak hal dari Google, justru harus menempuh banyak cara sulit. Agaknya, di era maya ini, lebih mudah tampil di Google daripada bersembunyi darinya. (t02/t02)
*) Bisnis Indonesia, edisi 3 April 2010
1 komentar:
c6a94a0z43 o4h71x4m74 t0a61n1w89 g2s66j8n56 u8n51a1h08 i8o49x3x59
Posting Komentar