28 Maret 2010
Cerita tentang pencari berlian
Pria Persia itu bernama Ali Hafid. Dia memiliki lahan pertanian yang sangat luas yang dijadikan kebun buah, ladang gandum, serta kebun bunga. Dia juga memiliki banyak uang. Ali Hafid adalah orang kaya yang bahagia. Dia bahagia karena kaya dan dia kaya karena bahagia.
Suatu ketika datanglah pendeta Budha dari Timur singgah ke rumahnya. Pendeta itu bercerita tentang banyak hal, termasuk, yang istimewa, tentang berlian. Dia bilang kalau Ali Hafid punya sebutir berlian sebesar ibu jari, dia bisa membeli kota. Kalau dia punya tambang berlian, dia bisa membuat anak-anaknya menjadi raja.
Ali Hafid mendengar tentang berlian, sadar betapa tinggi nilai benda tersebut, dan malam itu dia tidur sebagai orang miskin. Dia tidak kehilangan apa pun, tetapi dia miskin karena tidak merasa bahagia dan dia merasa tidak bahagia karena miskin. "Aku harus punya tambang berlian."
Dan semalam suntuk dia tidak bisa tidur.
Esoknya, pagi-pagi sekali dia menemui pendeta dan bertanya di mana dia bisa menemukan tambang berlian. Pendeta menunjukkan tempat yang jauh, berada di antara gunung-gunung, beserta ciri-ciri suatu tambang berlian. Dia percaya kalau Ali Hafid mau mencari maka dia akan menemukannya.
Ali Hafid segera menjual seluruh kebunnya, membawa hasilnya, menitipkan keluarganya kepada tetangga, serta berangkat mencari tambang berlian. Dia menempuh banyak perjalanan, banyak negeri, mencari apa yang diimpikannya. Hasilnya nihil, sampai seluruh perbekalan dan hartanya habis. Akhirnya Ali Hafid menceburkan diri ke laut dan tidak pernah kembali lagi.
***
Suatu hari, orang yang membeli tanah Ali Hafid menuntun untanya ke sungai dangkal yang mengalir di kebun itu. Dia melihat sesuatu berkilat-kilat. Diambilnya. Sebuah batu yang bercahaya. Dia tidak tahu apa benda itu, namun dibawanya benda itu pulang dan disimpannya di ruang tamu.
Tak lama kemudian si pendeta kembali mampir ke rumah bekas Ali Hafid. Melihat benda cemerlang itu dia mengira Ali Hafid sudah kembali dengan membawa berlian. Tentu saja dugaannya keliru. Mereka berdua segera bergegas ke sungai kecil dan menemukan lebih banyak lagi batu-batu bercahaya yang tak lain adalah berlian.
Ternyata di kebun Ali Hafid itulah sebenarnya tersimpan berlian-berlian yang dia cari ke ujung dunia. Demikianlah cerita tentang ditemukannya tambang berlian Golcanda. Konon, berlian-berlian Kohinoor dan Orloff berasal dari tambang ini.
***
Cerita tentang Ali Hafid, serta beberapa cerita lain yang coraknya serupa, dapat kita temukan dalam buku tipis berjudul Acres of Diamonds (Meraih sukses di 'halaman' kita sendiri) karya Russell Conwell. Versi yang saya beli terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2010, tebal 94 halaman, harga Rp20.000 (masih tambah diskon 20%, hehehe).
Dalam buku ini ada cerita tentang anak muda dari Massachusetts yang sekolah pertambangan di Universitas Yale. Dia menjual lahan peninggalan orang tuanya untuk bekerja di perusahaan tambang tembaga. Padahal di tanah yang dia tinggalkan itulah akhirnya ditemukan bijih perak yang berlimpah ruah. Hal yang sama pernah terjadi pada pencari minyak bumi.
Conwell memberi saran agar orang mengoptimalkan lingkungannya sendiri untuk mencari kekayaan dan kebahagiaan. Dia mengajukan rumus sederhana dalam berbisnis: kenalilah apa yang dibutuhkan orang-orang sekitar Anda, sediakan, maka itu akan menjadi bisnis yang menguntungkan.
***
Rumus yang disajikan Conwell itu sederhana dan tepat. Cerita-ceritanya pun menggugah. Jika pemaknaannya diperluas, mungkin kita pernah punya pengalaman agak serupa dengan Ali Hafid dan orang-orang setipe dengannya.
Mungkin kita pernah mengabaikan berlian yang ada di halaman sendiri untuk mengejar mutiara yang belum jelas juntrungnya. Boleh jadi karena kebodohan, mungkin karena kemalasan, mungkin pula karena keserakahan (mungkin juga karena takdir?).
Atau bisa jadi saat ini kita sedang menyia-nyiakan mutiara yang ada di gudang dan kampung halaman (tanpa sadar kalau mutiara itu ada) untuk mengejar mutiara lain yang belum jelas keberadaannya di Ibukota.
Mungkin kita merasa miskin bukan karena miskin absolut, melainkan hanya karena menyadari ada berlian yang begitu berharga yang membuat seluruh kekayaan kita seolah-olah tak berharga. Banyak pelajaran lain yang barangkali bisa kita tangkap dari uraian pendek pendeta kelahiran 1842 itu.
Catatan:
*) Kalau suatu saat terbukti bahwa cerita Conwell tentang Ali Hafid dan orang Massachusetts serta pencari minyak itu keliru, maka tidak berlakulah semua premis utama buku ini. Dan mungkin, ternyata, bahwa berlian itu harus dicari nun jauh di sana. Di pelosok-pelosok yang sepi, di antara hutan, gunung, lautan, serta padang pasir. Jangan menyesal mereka yang mencari. Kalaupun gagal menemukan, setidaknya sudah pernah atau sedang berusaha. Tak perlu menyesal mereka yang 'ditakdirkan' gagal menemukan berlian. Wallahu alam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Persoalannya, saya belum punya ladang untuk saya yakini bahwa itu ada berliannya. Jadi, saya harus mengembara ke ibukota dulu demi membeli ladang itu. (Anyway, kalo premis itu benar, berarti kita sebaiknya tidak berpikir untuk pindah kerja karena siapa tahu saja ada berliannya di sana, setidaknya ada Berliana :p
Posting Komentar