22 Maret 2010
'Mengeksploitasi' beta
Beta adalah huruf kedua dalam alfabet Yunani. Dalam jagad teknologi informasi, versi beta biasa digunakan untuk menyebut produk yang belum sepenuhnya jadi. Versi beta merupakan penyempurnaan dari versi alfa yang berupa bentuk awal sebuah produk. Versi beta adalah perbaikan dari versi alfa namun masih mengandung berbagai kelemahan.
Produk versi beta sudah siap digunakan tetapi dalam skala terbatas. Fungsinya dapat bekerja namun belum maksimal. Versi alfa dan beta merupakan tahap menuju produk final.
Google Inc, salah satu perusahaan global yang berkembang paling pesat dalam 12 tahun kehadirannya, memiliki hubungan sangat erat dengan huruf kedua abjad Yunani itu.
Perusahaan yang didirikan Larry Page dan Sergey Brin itu, secara khas, selalu meluncurkan produknya dalam versi beta. Produk hebatnya yang mengguncang dunia, termasuk Google Maps dan Google Mail, dilepas ke pasar dalam versi beta. Dan uniknya, tidak jelas kapan status beta dari produk-produk itu dicabut untuk diganti dengan versi final.
Oleh sebab itu, di Silicon Valley berkembang guyonan tentang Google dan versi beta ini: Produk Google akan selalu beta untuk selamanya.
Kita bisa tengok Google Maps dan Google Earth yang diperkenalkan pertama pada 2005 dan kini digunakan sangat luas dan mencakup hampir seluruh permukaan bumi. Sudah banyak sekali aplikasi yang dibangun oleh orang dan perusahaan di luar Google memanfaatkan Google Maps. Tidak jelas kapan status beta pada produk ini dihapuskan.
Begitu pula dengan Google Mail yang diperkenalkan kepada publik pada 1 April 2004. Produk web mail gratis itu awalnya hanya dapat dinikmati mereka yang mendapat undangan. Kehadirannya yang disertai kapasitas penyimpanan pesan hingga ratusan kali lipat di atas penyelenggara lainnya ketika itu, mengguncang pasar web mail. Belakangan, fitur ini dapat dinikmati tanpa undangan.
“Beta adalah cara Google untuk mengatakan bahwa mereka perlu meminta maaf. Itu cara Google untuk mengatakan: pasti ada kesalahan di sini, tolonglah kami dalam menemukan dan memperbaiki untuk meningkatkan kualitas produk,” papar Jeff Jarvis dalam buku What Would Google Do.
Belakangan ini kita dikejutkan oleh Buzz, sebuah beta baru dari Google. Fitur yang dalam beberapa hal mirip dengan Twitter dan dalam hal lain mirip Facebook ini otomatis dapat dinikmati oleh pengguna Gmail dan Gtalk. Tidak banyak gembar-gembor di sekitar hadirnya Buzz, akan tetapi banyak harapan dan kecemasan terhadap fungsinya sebagai microblog maupun jejaring sosial.
***Kesalahan dan inovasi
Izin untuk membuat sesuatu yang keliru adalah rumus inovasi. Tanpa keberanian berbuat salah, tak akan ada inovasi yang dapat dihasilkan. Kultur inovatif itulah agaknya yang ingin dibangun Google di kantor pusatnya, Googleplex.
Google, yang sering menjadi kata pertama bagi banyak orang yang baru mengenal Internet, memiliki aturan yang unik dalam mengelola inovasi. Mereka menyebutnya sebagai Aturan 20%. Para insinyur Google diberi keleluasaan untuk menyisihkan 20% waktunya untuk proyek pribadi yang bebas.
Krisna Bharat, seorang insinyur Google yang memang sejak kuliah keranjingan berita dan terobsesi membuat surat kabar gaya baru, berusaha mengembangkan gagasan memanfaatkan 20% waktu kerjanya. Ternyata konsepnya menarik minat Page dan Brin sehingga mendapat dukungan untuk menjadi salah satu produk unggulan yaitu Google News.
“Jatah waktu 20% sejak awal ditujukan untuk eksplorasi. Orang jadi produktif saat mengerjakan sesuatu yang menurut mereka penting, temuan mereka sendiri, atau sesuatu yang mereka untungkan,” papar Bharat seperti dikutip The Google Story karya David A Vise dan Mark Malseed.
Dan terbukti, Google memperoleh banyak keuntungan dari aturan ini. Suatu ketika, CEO Google Eric Schmidt berkata bahwa dia sudah tidak punya ide lagi untuk pengembangan produk baru. “Tampaknya semua gagasan produk Google berasal dari aturan 20% itu,” ujarnya seperti dikutip Don Tapscott dalam Wikinomics.
Di tengah kompetisi yang kian kuat, time to market menjadi masalah penting, Alih-alih menanti kesempurnaan suatu produk yang entah kapan terwujud, Google lebih suka melemparkan ke pasar, memanfaatkan wisdom of the crowd untuk mendapatkan produk yang baik.
Ada kata-kata legendaris dari pemimpin Google soal kesempatan untuk mencoba dan salah. “Tolong gagallah dengan cepat, agar kamu dapat segera mencoba lagi,” papar Schmidt suatu ketika.
Jadi, seperti nasihat Jarvis, Google adalah contoh bagaimana mengelola sebuah kesalahan secara tepat. “Hidup adalah sebuah beta,” tandasnya.
*) Dimuat di Bisnis Indonesia edisi Minggu, 21 Maret 2010, hal 11: Korporasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Visit This Link from this source YOURURL.com why not look here Visit Your URL Get More Information
Posting Komentar