14 Maret 2012

Sekilas tentang Nokia Asha 200


Saya beli Nokia Asha 200 sekitar sebulan yang lalu. Saya beli dua buah di tempat yang berbeda. Harga dan bonusnya ternyata juga berbeda. Di BEC Bandung harganya Rp750.000 (sudah paling murah setelah muter-muter di berbagai tempat). Dapat bonus kartu Simpati baru.

Beberapa hari kemudian saya bel dii Depok harganya Rp730.000 sudah dapat bonus kartu memori 2GB dengan isi ratusan lagu (lagunya band baru-baru, kebanyakan saya enggak ngerti).

Nokia itu satu untukku, satu untuk istriku. Kebetulan hapeku dan hape istriku rusak hampir bersamaan. Sama-sama Nokia pula. Jadi saya beli hape Nokia lagi. Nokia terbukti bandel, baterai dan charger penggantinya mudah didapat dan murah.

Saya pilih ponsel yang dual SIM karena di satu sisi harus mempertahankan nomor lama, di sisi lain ingin mencoba SIM card baru yang menawarkan berbagai bonus seperti yang sering muncul di iklan. Ini dual SIM namun SIM pertama harus dipasang agar SIM kedua bisa aktif. SIM kedua bersifat hot swap, artinya bisa dilepas pasang tanpa mematikan ponsel.

Saya juga pilih ponsel dengan keyboard QWERTY karena saya lebih suka menulis SMS daripada menelepon. Sudah lama saya tidak akrab dengan ponsel non-QWERTY, jadi pasti menyiksa kalau memasrahkan diri pada keypad numerik atau layar sentuh murahan.

Nah, Nokia Asha 200 itu adalah produk termurah yang memenuhi syarat di atas: Nokia, dual SIM, keyboard QWERTY.

Maka begitulah, saya memilih Nokia Asha 200. Asha berasal dari bahasa India (Sanskrit??) yang artinya harapan. Ini line up baru yang cukup menarik dari Nokia.

Hal yang agak mengecewakan dari ponsel ini antara lain
*Tingkat terang layar tidak bisa disetel. Terlalu menyilaukan buatku. Solusinya ya pasang pelindung layar plastik gelap, Rp35.000.

*Keypadnya lebih kecil dari keypad Blackberry Huron, dan tidak terlalu empuk. Capek buat mengetik pesan agak panjang. Dalam hal ini saya masih mengagumi kualitas keyboard Blackberry jadoel yang jauh lebih empuk dan nyaman untuk mengetik.

*Beberapa menu tidak sehebat handphone dengan software Nokia40 versi terdahulu. Agaknya beberapa fitur dihilangkan untuk meminimalkan biaya atau dianggap tidak penting.

*Browsernya terasa lelet. Mungkin termasuk wajar untuk handset yang belum mendukung 3G.

*Banyak ponsel China/lokal yang lebih murah dengan fitur yang serupa. Bahkan belakangan Samsung juga mengeluarkan ponsel lebih murah dengan fitur yang tak jauh beda dengan Nokia Asha 200.

Begitulah review sekilasan.
Terima kasih

Kredit foto: GSMArena