02 Juni 2009

Kekuatan konteks dalam epidemi gagasan


Suatu ketika di New York, seorang peserta kontes kecantikan bernama Ketty Genovese dikejar-kejar oleh para pembunuh bayaran. Dia dianiaya sampai tiga kali di jalanan selama setengah jam, sementara 38 tetangganya menyaksikan kejadian itu dari jendela masing-masing. Tidak seorang pun dari 38 saksi itu mengangkat telepon untuk menghubungi polisi.

Penjelasan paling umum mengenai kejadian semacam ini adalah ketidakpedulian orang kota terhadap tetangganya. Ini cermin dari gaya hidup individualis khas kota besar.

Akan tetapi, ada penjelasan lain yang dapat kita baca dalam buku Tipping Point karya Malcolm Gladwell. Mengutip sebuah penelitian, hal semacam ini terkait erat dengan kekuatan konteks: sejauh mana para saksi mengerti konteks kejadian dan memperkirakan tindakan saksi-saksi lain.

Dalam sebuah penelitian, Bibb Latane dan John Darley mengatur agar seorang mahasiswa di sebuah apartemen berpura-pura mengalami epilepsi.

Hasilnya:
1. Apabila tetangga mahasiswa itu hanya satu orang dan orang itu tidak tahu bahwa ada orang lain di tempat kejadian, peluang orang itu untuk memberikan bantuan adalah 85%.
2. Akan tetapi, jika orang itu tahu ada 4 tetangganya lain yang menurut perkiraannya mendengar gejala serangan epilepsy, peluang untuk menolong turun menjadi 31%

Dalam eksperimen lain, orang yang melihat asap mengepul dari sebuah pintu mempunyai peluang 75% untuk melaporkan kejadian itu ketika dia sendirian. Peluangnya tinggal 38% ketika saksi mata tahu bahwa di sekitarnya ada banyak saksi mata yang lain.

Dengan kata lain, ketika para saksi mata tidak sendirian, tanggung jawab untuk mengambil tindakan menyebar. Masing-masing mengandalkan orang lain untuk mengambil tindakan pertolongan.

Kembali ke kasus Ketty Genovese, psikolog berpendapat kalau saja dia diserang di jalanan sepi dan seseorang menyaksikan atau mendengar kejadian itu, sang gadis mungkin justru mendapat pertolongan.

Dengan kata lain, agar peduli dengan musibah tetangganya, barangkali orang perlu informasi sesedikit mungkin tentang situasi yang sesungguhnya. Informasi yang terlalu banyak, kadangkala justru membuat orang menempatkan diri pada konteks yang tidak tepat.

***
Bagitulah salah satu paparan menarik dari buku Tipping Point karya Malcolm Gladwell. Dalam buku ini, Gladwell berupaya menjelaskan bagaimana sebuah gagasan, produk, dan pesan berkembang menjadi epidemi. Epidemi itu bisa berwujud tren fesyen, transformasi buku menjadi sangat laris, meredanya gelombang kejahatan, penyebaran kebiasaan merokok, dan sebagainya.

Penulis buku Outliers itu mencermati ada tiga karakteristis epidemi. Pertama, sifat menular. Kedua, perubahan kecil dapat bermakna besar. Ketiga, perubahan berlangsung dramatis, tidak bertahap.

Semua epidemi memiliki tipping point. Tipping point adalah istilah yang digunakan untuk menyebut massa kritis, saat tercapainya ambang batas atau titik pergolakan dari suatu gagasan, produk, maupun pesan. Fokus dari pembahasan dalam buku ini dalah penyebaran melalui gethok tular atau word of mouth.

Ada tiga kaidah dasar bagi menjalarnya epidemi yaitu hukum tentang yang sedikit, faktor kelekatan, serta kekuatan konteks. Bagian paling awal dalam tulisan ini, cerita mengenai kematian tragis Ketty Genovese, merupakan salah satu uraian dalam menjelaskan peran kekuatan konteks terhadap penerimaan orang atas suatu gagasan. (Mudah-mudahan bisa bersambung)