30 Agustus 2009
Jebakan bagi para teknolog (ITB)
Beberapa tahun lalu saya membaca buku Bentang Ego, Alunkan Simfoni (BEAS) yang bercerita bagaimana kiprah Pak Kusmayanto Kadiman sebagai dosen di Teknik Fisika ITB dan (terutama) sebagai Rektor ITB.
Banyak hal menggugah yang saya dapatkan dari buku itu. Belakangan saya menjadi tergoda untuk membaca kembali buku itu terutama karena dalam perbincangan, baik lisan maupun tertulis, Pak Kus yang sekarang jadi Menristek itu sering merujuk pada ide yang tertuang dalam buku BEAS.
Sulit untuk meringkas buku yang sudah sangat padat dan kaya itu. Tapi saya akan fokus pada tiga ide yang terasa paling mengena sejak pertama kali membaca buku BEAS. (Bagi saya, buku itu solah-olah berjudul: Bentangkan Egomu, Alunkan Sinfonimu).
Membaca ulang buku ini sekarang –setelah agak sering berinteraksi secara langsung--juga menjadi lebih mudah karena saya bisa membayangkan bagaimana kira-kira intonasi dan tekanan Pak Kus ketika berbicara tentang apa yang tertuang dalam buku itu.
Tiga ide yang saya maksud meliputi: perangkap business as usual, jebakan kaum nerdish, serta kriteria insinyur. Berikut ini kutipan paparan Pak Kus mengenai tiga bidang di atas dalam buku BEAS.
***Business as usual
Perangkap terbesar yang ada dalah orang itu suka sekali dengan yang disebut business as usual, entah dalam aturan-aturan atau dalam apa. Orang itu maunya melakukan hal yang sama. Seperti yang sudah-sudah, seperti yang kemarin-kemarin saja. Kalau dia junior saya, ya sudah, lakukan seperti yang senior saya lakukan. Itu perangkap yang terbesar.
Saya mengatakan bahwa kita sudah lama bahagia memerangkap diri, diperangkap oleh diri kita sendiri. Tidak ada yang mau melakukan evaluasi. Mereka memandang bahwa itulah dunia mereka, dan tidak mau sebentar keluar dari dunia itu.
Selain itu, dalam business as usual, senoritas menjadi sangat penting. Kaidah yang berlaku do what I say, tetapi don’t do what I do. Kita mengajar begitu saja apa-apa yang sudah kita baca, tetapi tidak pernah mempersoalkan apakah cara mengajarnya sudah benar. Mendasar sekali sebenarnya pertanyaan how can I perform today better than yesterday.
Padahal, feed back is very important element of life. Kalau sesorang pergi ke lapangan, ketika balik ke kantor, dia menulis apa yang kita sebut back to office report. Itu dilakukan sebagai bentuk kontrak Anda. Apa yang Anda janjikan Anda tulis di situ. Sesudah itu, Anda mendapatkan feed back dari orang-orang lain. Nah, ketika tidak ada ukuran-ukuran, kita tidak peduli dengan evaluasi.
Kutipan:
Insanity: doing the same thing over and over again, and expecting different results. (Albert Einstein)
What gets measured gets done, what gets measured and feed back gets done well, what gets rewarded gets repeated. (John E. Jones)
***Nerd dan gaul
Membangun relasi merupakan satu aspek kehidupan yang menarik. Saya merasa bahwa manusia diciptakan tidak untuk sendirian. Jadi saya mengindahkan betul apa yang disebut nerd. Makna asli kata ini adalah cicak. Dalam Kamus Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “kutu buku”.
Jadi “kutu buku” itu orang yang tidak peduli dengan lingkungannya, yang merasa serba cukup dengan hidup sendirian. Saya percaya sikap ini bukan sebab, melainkan akibat. Saya tidak percaya orang dilahirkan untuk menjadi seorang nerd. Dia menjadi nerdish itu, salah satu sebabnya, karena faktor pengalaman masa kecil sehingga dia berkaya, “I don’t trust society.”
Dia merasa lebih aman dengan being alone, bergumul dengan buku, bergumul dengan alat, dia membuat dunianya sendiri. Kemudian, mengapa dia memilih menjadi nerd? Itu karena dia tidak percaya lagi akan society. Dia merasa akan lebih bermanfaat kalau tidak mengendalikan atau dikendalikan society. Hal itu membuat dia memilih hidup sendirian, tidak bersosialisasi dengan manusia lain.
Pilihan itu dia pilih karena merasa tidak punya kendali, atau tidak mau dikendalikan. Sementara itu, kalau dia bermain dengan buku, atau dengan alat-alat tidak bernyawa, dia merasa, “I have control.” Hal yang dia tidak dapatkan dari manusia, dia dapatkan dari situ.
Nah, saya ingin menjadi pelengkap dari para nerd ini. Saya percaya menjadi anggota society itu penting sekali. Bahkan dalam pernyataan yang sering saya lontarkan, saya sampaikan bahwa meskipun dari sudut pandang uang saya jauh di bawah orang yang paling kaya, tetapi dalam soal pertemanan saya boleh merasa bangga. Dan saya mengucapkan puji syukur. Saya adalah salah satu orang “terkaya” di dunia ini dalam hal kebertemanan.
Kebertemanan ini, kata kuncinya adalah interrelasi. Untuk saya, saya bentuk yang namanya interpersonal skill. Ini adalah soft skill yang mesti saya punya.
Lalu apa yang menjadi modal? Pertama adalah melihat sesuatu apa adanya, bukan dari kacamata saya. To see things as they are, not as the way I want. Itu yang menjadi falsafah.
Seorang yang “gaul” itu kalau saya kasih kertas dan pena, saya minta menuliskan 1.000 orang temannya, maka dalam orde menit dia akan bisa menulis 1.000 nama teman. Bagi mahasiswa ITB, mengenali 1.000 orang mestinya tidak sulit, oleh karena populasi total ITB kan mendekati 20.000 orang. Seribu orang itu kan hanya 5% dari 20.000 orang.
Kutipan:
Loving is the only sure road out of darkness, the only serum known that cures self-centeredness. (Roger M’Ckuen)
One of the most valuable things we can do to heal one another is: listen to each other’s stories. (Rebecca Falls)
***Kriteria insinyur
Saya memilih jurusan Teknik Fisika karena saya tidak tahu apa itu bidang Teknik Fisika. Sampai sekarang saya merasa kalau “salah jurusan”. Sebabnya saya tidak tahu sekarang bisa apa. Saya tidak tahu kekuatan saya sekarang ini dalam bidang apa. Namun, saya yakin, apa pun jurusan yang saya pilih pada waktu itu, tetap saja akan merasa “salah jurusan”.
Mestinya bidang Teknik Fisika adalah yang benar-benar bisa mencapai frontier dari bidang engineering. Sebenarnya sudah lama saya mengerti apa itu Teknik Fisika. Namun sampai sekarang saya merasa tidak mampu menjadi seroang engineering physicist. Menurut saya, ilmu seperti instrumentasi dan kontrol yang saya geluti sudah tidak cocok lagi di Departemen Teknik Fisika.
Kalau seseorang itu mengatakan dirinya insinyur, maka dia harus tahu apa sih kemampuan minimum yang harus dipunyi seorang insinyur. Menurut saya, seseorang hanya boleh menyebut dirinya insinyur kalau dia mempunyai kemampuan untuk merancang sesuatu.
“To design” adalah kata kunci yang tidak pernah lepas dari keinsinyuran. Nah, kalau kita bicara tentang Teknik Fisika, insinyur Teknik Fisika itu merancang apa? Kalau insiyur Teknik Sipil merancang konstruksi bangunan, insinyur Teknik Kimia merancang pabrik, jelas.
Bagaimana dengan Teknik Fisika? What kind of design yang bisa menjadi ciri khas seorang insiyur Teknik Fisika? Itulah yang menyebabkan sampai saat ini saya mengatakan bahwa saya salah jurunan.
Namun, kalau dikatakan saya insinyur instrumentasi dan kontrol, Im very proud of it. Namun menurut saya, it just a fraction dari spectrum Teknik Fisika yang begitu luas. Akan sangat takabur kalau saya yang hanya tahu sedikit tentang Teknik Fisika mengaku sebagai “insinyur Teknik Fisika”.
Jadi saya berani mengatakan “I'm an engineer in instrumentation and control, not in engineering physics. Not yet.”
Kutipan:
Engineering is not merely knowing and being knowledgeable. Engineers operate at the interface between science and society. (Dean Gordon Brown)
To educate a man in mind and not in morals is to educate a menace society. (Theodore Roosevelt)
Label:
alunkan simfoni,
beas,
bentang ego,
KK,
kusmayanto kadiman,
menristek,
rektor itb,
teknik fisika
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar