18 Januari 2010

Antara hotel prodeo dan penjera*


Rubashov dijebloskan ke dalam penjara. Dia dimasukkan ke sel nomor 404. Sendirian dan tidak kenal siapa-siapa. Mantan pejabat negara itu menyebut tetangganya berdasarkan nomor sel seperti si-406, si-402. Tentu saja dia pun hanya disebut sebagai si-404. Dalam penjara itu, nama sudah berubah menjadi nomor.

Mengikuti hasrat alamiahnya untuk berkomunikasi dan bersosialisasi, pria dengan nama lengkap Nicolas Salmanovitch Rubashov itu berusaha menjalin kontak dengan penghuni kamar sebelahnya.

Caranya, mereka mengembangkan komunikasi dengan ketokan pada tembok yang tebal. Rubashov menyebutnya sebagai abjad persegi.

Mereka membagi dinding dalam lima baris. Jika diketok baris ke paling atas, artinya antara huruf A sampai E. Satu kali ketok artinya A, dua kali artinya B, tiga kali artinya C, dan seterusnya. Dan itu berlaku untuk baris-baris selanjutnya hingga 26 huruf.

Komunikasi dilakukan bergantian dan tentu saja lambat. Pengiriman dan penerimaan harus dilakukan dengan cermat agar tidak salah mengerti atau salah tebak.

Begitulah cerita tentang salah satu kerepotan hidup di penjara dalam novel Gerhana Tengah Hari karya Arthur Koestler. Dalam cerita itu, Rubashov adalah seorang mantan Komisaris Rakyat. Ini sebuah jabatan sangat tinggi di negara komunis. Dia dibui karena konflik politik, sesuatu yang lazim pada pertengahan abad XX.

Dalam novel yang edisi Indonesia-nya setebal 306 halaman itu, Koestler bercerita tentang hari-hari yang dilalui oleh Rubashov sejak pertama masuk penjara hingga dia diadili dan dihukum mati.

Cerita klasik lain yang dramatik tentang bagaimana hari-hari dilalui oleh seorang narapidana dapat kita baca dalam Hari Terakhir Seorang Terpidana Mati karya Victor Hugo.

Hugo bercerita tentang tokoh utama yang disebut sebagai Aku. Tokoh dalam cerita itu adalah seorang penjahat sejak muda. Pernah dihukum 15 tahun, lalu dibebaskan tetapi tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Jadilah dia penjahat lagi, ditangkap kembali, melarikan diri lagi, lalu ditangkap dan dihukum mati.

Baik cerita Hugo maupun Koestler sama-sama bercerita tentang pergulatan batin seseorang yang dipenjara dan akan dihukum mati. Bedanya, Rubashov dalam cerita Koestler banyak menyoal kebijakan politik, sedangkan Aku dalam cerita Hugo lebih banyak berkutat dengan persoalan psikologis sebagai orang yang akan dihukum mati-orang yang harus menyiapkan kepalanya untuk dipenggal demi hukum.

Keduanya bercerita tentang betapa orang menderita batiniah ketika badannya dikurung. Terasing, sulit berkomunikasi, dan dipisahkan dari orang-orang dekat yang selama bertahun-tahun sebelumnya menjadi kawan akrab.

Dalam perspektif mana pun, penjara selalu dipandang sebagai tempat yang tidak menyenangkan. Terisolasi dan segala hal dibatasi. Kondisi riilnya tentu saja berbeda-beda di setiap zaman dan tiap lokasi. Apa yang terungkap dalam novel di atas hanyalah fiksi yang didasarkan pada kenyataan di zaman dan tempat yang diamati sang penulis cerita.

***Penjara dunia

Data dari Pemerintah AS (Bureau of Prison) menyatakan saat ini ada 9 juta orang yang sedang dipenjara di seluruh dunia dan tersebar di 211 negara. Sebanyak 50% dari pesakitan itu berada di AS, Rusia, serta China.

Tingkat populasi penghuni penjara di AS merupakan yang tertinggi di dunia yaitu 714 orang setiap 100.000 penduduk. Posisi di bawahnya ditempati Rusia dengan 532 orang untuk setiap 100.000 penduduk. Sebanyak 58% negara yang ditinjau menunjukkan tingkat populasi penghuni penjara berada pada level 150 per 100.000 penduduk atau di bawah itu. Data lain menyatakan sekitar 70% penghuni penjara AS berasal dari kasus narkoba.

Di Indonesia, penjara sering disebut pula sebagai hotel prodeo yang artinya hotel gratis atau cuma-cuma. Nama resmi penjara yang dilekatkan pemerintah Indonesia adalah lembaga pemasyarakatan. Sebutan ini dicetuskan oleh Rahardjo, Menteri Kehakiman pada dekade 1960-an.

Data dari laman situs Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (ditjenpas.go.id) mengungkapkan jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan saat ini lebih dari 105.700 orang. Jumlah ini terdiri dari tahanan dewasa lebih dari 46.200 orang, tahanan anak lebih dari 1.900 anak, narapidana lebih dari 54.900 orang dan anak didik lebih dari 2.500 anak.

Kendati jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan meningkat dari 92.497 pada 2005 menjadi di atas 105.700 pada 2009, kapasitasnya tetap bertahan pada angka 76.550 orang.

Penjara berkonotasi dengan kurungan dan hilangnya kebebasan, sebagai bentuk lain hukuman dera. Konon, akar kata penjara sama dengan penjera, artinya sesuatu yang membuat orang jera alias kapok melanggar hukum.

Temuan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam inspeksi mendadak awal pekan ini mengingatkan kembali tentang makna lembaga pemasyarakatan. Selain menegaskan kesan terkurung dan suasana berjejal-jejal yang melampaui daya tampung, penjara tertentu juga memiliki sisi-sisi mewah di dalamnya. Sebuah cermin kesenjangan seperti yang ada pula di luar penjara.

Para pejabat dan tokoh publik menyatakan banyak hal perlu dibenahi dalam penyelenggaraan lembaga pemasyarakatan sebagai salah satu muara dari proses penegakan hukum yang panjang. Apakah perlu pula dipakai istilah baru untuk penjara agar lebih sesuai dengan kenyataan dan cita-cita pembentukannya? Wallahualam.

*) Dimuat di Bisnis Indonesia edisi 14 Januari 2010

Tidak ada komentar: