27 Januari 2010

Perbandingan pena & pedang menurut Sartre


Benarkah pena lebih tajam daripada pedang? Jeal Paul Sartre dalam Les Mots (Kata-Kata) menulis pandangannya tentang hidup, termasuk tentang kegiatan tulis menulis. Tentu saja ini tidak bisa dimaknai secara harfiah melainkan perlu dilihat dalam konteks kritik terhadap diri sendiri. Bagaimana pun, ungkapannya tentang kegiatan tulis menulis begitu memikat.

“Menulis adalah suatu kebiasaan sekaligus pekerjaan untukku. Lama sekali kuanggap penaku sebagai pedang. Kini aku sudah tahu para penulis tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi itu tidak penting. Yang penting aku menulis. Aku akan menulis buku-buku. Buku harus tetap ada, harus ada. Karena, bagaimana pun, buku punya faedah. Walaupun pengetahuan luas tidak menyelamatkan apa-apa dan siapa-siapa, itu bukanlah pembenaran (untuk berhenti menulis).
(Buku dan pengetahuan) itu adalah hasil usaha manusia. Manusia membangun citra di sekitar itu dan mencerminkan diri di sana. Pengetahuan memberikan kepada manusia suatu pantulan kritik.”


Prof Alex Lanur menulis bahwa salah satu inti dari Les Mots karya Sartre adalah sebagai berikut:

“Sartre mengakui bahwa seluruh karirnya sudah ditandai dengan keadaan tidak riil yang mendasar. Hal itu tampak dari komitmennya yang mendasar terhadap karya tulis, pengunduran dirinya dari dunia, dan khayalannya bahwa dia dapat menyelamatkan dirinya dengan menulis.

Sebagai seorang anak, dia disanjung dan dipuji banyak orang, namun dia tidak sungguh dimengerti. Dia terlepas dari hubungan dengan anak-anak lain, dan menjalani kehidupan dalam ruang belajar kakeknya.

Mula-mula dia merasa kagum akan buku yang begitu banyak dalam ruang belajar itu. Kemudian dia mulai mengambilnya dan belajar membaca. Sartre sungguh membacanya serta memerankan buku-buku itu. Dan akhirnya, dia menjadi penulis. Les Mots menelusuri pilihan mendasar yang diambilnya untuk hidup lebih dalam buku-buku daripada dalam kenyataan.”

Tidak ada komentar: