04 Januari 2010

Enaknya berada di ketinggian


Ketinggian memang memberi perspektif yang lebih luas, jelas, dan menyeluruh. Posisi yang tinggi memudahkan orang mengerti 'gambar besar'.

***
Melihat bumi dari ketinggian. Itulah salah satu yang ditawarkan kereta gantung. Dan itu pula yang saya alami di Taman Mini Indonesia Indah pada liburan jelang akhir tahun 2009.

Rombongan kami tiba di TMII siang hari, sekitar jam 11. Kami menyusuri sisi utara taman sehingga melewati terminal kereta gantung barat laut, lalu snow bay yang sangat ramai, beberapa rumah tradisional Sumatra hingga sampai di taman burung pada sisi timur laut.

Kami naik kereta gantung dari sisi ini. Sisi timur laut. Kondisinya sangat sepi, nyaris tidak antre. Ini berbeda sekali dengan naik kereta gantung dari sisi barat (barat laut maupun barat daya) yang dari luar saja sudah tampak ramai.

Maka demikianlah. Dari kotak yang tergantung itu kami bisa melihat gelaran TMII, khsususnya sisi sebelah utara. Tampak danau buatan, pulau-pulau Indonesia, pesawat di sekitar rumah-rumah Aceh, dan seterusnya. Lalu sampailah saya pada kesimpulan di awal tulisan yaitu bahwa ketinggian memberi perspektif yang lebih luas, jelas, dan menyeluruh. Posisi yang tinggi memudahkan orang mengerti 'gambar besar'.

Posisi yang tinggi baik baik secara harfiah maupun maknawiyah memang menguntungkan dalam hal kesempatan memperoleh pandangan yang lebih luas.

Posisi tinggi dalam organisasi, dalam institusi, atau dalam birokrasi memang banyak memberi keuntungan. Begitu pun dengan pendidikan yang tinggi, sekolah yang lebih tinggi, serta salary yang lebih tinggi.

Mungkin itulah sebabnya semua orang berlomba-lomba meraih posisi yang tinggi. Agar dapat memahami dunia dan hiruk pikuknya ini dengan lebih baik. Serpihan-serpihan yang terlihat di daratan seperti puzzle yang terserak akan mudah direkonstruksi jika dilihat secara menyeluruh dari ketinggian.

Naik kereta gantung di TMII merupakan kesempatan kedua bagi saya berada dalam kotak tergantung yang disebut sebagai sky lift itu. Saya naik kereta gantung pertama di Genting High Land, Malaysia, pada 2003.

***
Waktu remaja, salah satu impian saya adalah melihat bumi dari atas. Sebagai orang dusun, saya tidak pernah naik pesawat (saya naik pesawat pertama kali pada usia 25 tahun, setelah jadi wartawan). Jadi yang sering saya bayangkan adalah menempatkan suatu kamera pengintip pada layang-layang yang saya terbangkan ke berbagai penjuru.

Gambaran nyata tentang melihat bumi dari atas paling-paling saya alami kalau memanjat pohon, itupun hanya lima meter dari tanah. Saya dibesarkan di daerah dekat pantai yang datar, tanpa bukit tanpa gunung sama sekali, jadi tidak bisa melihat bagian tanah lain dari ketinggian.

Impian melihat bumi dari atas ini pula yang membuat saya sangat menyukai pesawat terbang. Dulu, waktu saya SD dan SMP, koran Suara Karya yang jadi langganan wajib bagi SD tempat ayah dan ibu saya mengajar, menyajikan ulasan mengenai penerbangan setiap Senin.

Ada satu atau dua halaman penuh tentang penerbangan, umumnya tentang pesawat tempur. Salah satu penulis yang saya ingat adalah Mei Kartyono. Waktu saya SMP, saya juga sering membaca tulisan Mei Kartyono ini melalui Tarik, majalah teknologi serba guna terbitan Yogyakarta yang sering saya baca (beli di toko buku Succcess Kutoarjo).

Selama SMP dan SMA saya membuat kliping tentang pesawat terbang (sampai sekarang kliping masih ada, tapi sebagian sudah dimakan rayap). Rasanya semua buku tentang pesawat terbang di perpustakaan SMA pernah saya pinjam. Adapun majalah yang sangat menarik adalah Tarik, TSM (Teknologi dan Strategi Militer), Sigma, serta Mekatronika.

Ketika SMP saya sering membuat miniatur pesawat. Belakangan saya baru tahu kalau itu disebut origami, seni lipat dan mengelem kertas.

Waktu SMA saya ingin membuat karya tulis akhir tentang pesawat terbang. Saya sudah buat kerangkanya. Tapi karena pak guru waktu itu meminta tulisan hal yang biasa saja, yang konkret-konkret saja, saya membatalkan rencana menulis soal itu. Sayang sekali. Sampai sekarang saya kadang masih menyesali hal ini. (Tetapi saya tidak menyesal memilih TF, bukan PN)

Sebenarnya sata ini ada fasilitas gratis yang mewakili impian saya untuk melihat bumi dari atas. Itu diwujudkan oleh Google melalui Google Maps. Dengan fitur satellite view, kita bisa melihat hampir seluruh bagian bumi ini dengan resolusi yang memadai.

Mungkin karena keinginan untuk melihat bumi dari atas itu saya suka menunjukkan arah atau ditunjuki arah dalam bentuk peta. Salah satu yang saya beli pertama kali ketika datang ke Jakarta adalah peta.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Memang mengasyikkan berada diketinggian (fisik) asal tentunya tidak mengidap penyakit acrophobia (takut ketinggian).

Jika yang dimaksud dengan ketinggian itu adalah jabatan maka setiap orang pasti mengalami "acrophobia" karena semakin tinggi dianak tangga maka akan semakin sepi dan tiupan angin makin kencang.

Fly high but never forget the ground !
KK