19 Januari 2010

Sulitnya menghentikan e-gethok tular


Maraknya penggunaan jejaring sosial sebagai salah satu elemen penting dalam mempengaruhi kebijakan public menjadi tonggak keberadaan gethok tular electronic atau e-gethok tular. Kasus Bibit-Chandra serta Prita Mulyasari menegaskan hadirnya fenomena itu.

Gethok tular adalah kosa kata Bahasa Jawa yang artinya kira-kira setara dengan penyebaran informasi dari mulut ke mulut alias word of mouth.

Jejaring sosial seperti Facebook awalnya berkembang melalui gethok tular. Seseorang tergoda menggunakan Facebook, terpesona, lalu mengajak kawan yang kemudian terpesona pula, lalu mengajak rekan yang lain lagi. Begitu seterusnya.

Kini jumlah pengguna jejaring sosial buatan Mark Zuckerberg itu di Indonesia, menurut CheckFacebook.com, sudah melampaui 11,7 juta akun.

Uniknya, selain tumbuh melalui gethok tular, jejaring sosial juga menjadi alat penghubung bagi suatu gethok tular. Jika semula berkembang dari mulut ke mulut, menjadi informasi dari satu akun ke akun lain, dari satu status ke status lain, satu catatan ke catatan lain. Barangkali bolehlah kita sebuat word of electronic-mouth.

Berdasarkan pengamatan, sebagai suatu gethok tular, gerakan yang berbasis Facebook hanya sukses apabila mendapat dukungan pula dari media massa arus utama.

Selain itu, sebagaimana rumus gethok tular pada umumnya, formulasi yang disebarkan bersifat sederhana dan mudah dicerna. Ide sederhana itu, misalnya, copot si X, bebaskan si Y, atau dukung si Z.

Kalau kasus kompleks dengan jalinan banyak pihak yang juga ruwet, sulit di-gethok tular-kan. Sebab, salah satu sifat alamiah gethok tular adalah distorsi. Jika informasinya kompleks, distorsi bisa mengacaukan segala sesuatunya.

***Biarkan saja
Ada beberapa gagasan generik yang dianggap mudah menyebar seperti wabah. Gagasan itu di antaranya adalah ide mengenai bunuh diri, merokok, narkoba, serta tren fesyen. Barangkali sekarang bisa ditambahkan satu lagi: tren pemanfaatan fitur tertentu di dunia Internet.

Dalam soal bunuh diri, dikenal istilah Werther Effect. Werther adalah sebuah karakter dalam novel karya Johann Wolfgang von Goethe. Dalam cerita Penderitaan Pemuda Werther, Goethe berkisah mengenai seorang pria cerdas, lembut, mudah terharu, yang mengalami kehidupan tragis.

Setelah kegagalannya dalam karir, Werther yang muda mengalami kegagalan cinta. Begitu dalam penderitaannya sehingga Werther memilih bunuh diri sebagai upaya mengakhiri tekanan batiniah.

Cerita mengenai Werther ini dipublikasikan lebih dari 200 tahun yang lalu dan menjadi karya yang sangat digandrungi banyak orang. Namun, cerita yang sangat memikat ini juga dipersalahkan sebagai pemicu bagi sekitar 2.000 bunuh diri di kalangan remaja di Eropa.

Begitu kuatnya pengaruh tulisan Goethe itu sehingga Werther Effect digunakan untuk menyebut bunuh diri ikutan. Agaknya, hal serupa belakangan ini sedang terjadi di Indonesia.

Malcolm Gladwell dalam bukunya Tipping Point menyebut bagaimana mudahnya gagasan tentang bunuh diri menyebar di kalangan generasi muda. Ada banyak pola kemiripan antara penyebaran gagasan sebagai wabah dan penyebaran wabah penyakit. Begitulah pendapat Gladwell.

Tipping Point memberikan penjelasan bagaimana gagasan bisa menyebar seperti wabah. Adapun ulasan bagaimana wabah bisa berhenti, barangkali bisa kita simak pada Sampar karya Albert Camus. Kendati bukan buku ilmiah mengenai wabah penyakit, Sampar memberikan perspektif lain. Sebab, buku ini membahas bagaimana wabah datang secara tiba-tiba dan terhenti dengan sendirinya.

“Sampar mungkin berhenti karena sampar tidak memiliki khayalan,” papar salah satu tokoh dalam novel itu.

Agaknya, upaya menghentikan sesuatu yang berkembang lewat e-gethok tular adalah sesuatu yang jauh lebih sulit, karena hal itu dikendalikan oleh imajinasi manusia. Mengacu pada Sampar, salah satu cara manjur mengatasinya adalah membiarkannya berhenti dengan sendirinya, secara alamiah.

Jumlah akun pengguna jejaring sosial di Indonesia terus meningkat. Di sisi lain mulai muncul pula kebosanan para pengguna lama. Sebagai sebuah gagasan, penjalaran jejaring sosial melalui gethok tular mungkin bisa saja terhenti. Akan tetapi sulit untuk menghilangkan perannya sebagai penghubung suatu e-gethok tular.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Penasaran dan kebosanan. Mungkin itu jawabannya.

Sifat dasar manusia yang penasaran, ingin mencoba dan selalu bertanya. Sesuatu yang membuat orang penasaran akan menjadikan orang ingin mencoba. Pada satu titik tertentu, orang akan menjadi bosan. Adalah juga sifat dasar manusia yang juga cepat bosan.

toose mengatakan...

find more bag replica high quality click high quality replica bags read what he said gucci replica bags

Anonim mengatakan...

mon site Web jetez un œil sur ce site Web Regardez ceci dolabuy louis vuitton aller sur mon blog Dolabuy Chloe