08 Januari 2010

Mohon maaf & selamat jalan Pak Satjipto


Berita duka itu saya dengar tadi pagi. Pak Satjipto Rahardjo meninggal dunia. Secara personal saya tidak mengenal guru besar dari Universitas Diponegoro itu. Saya belum pernah berjumpa dengan beliau dan belum pernah pula membaca tulisan beliau secara jenak.

Saya tidak mengerti bidang keahlian yang beliau tekuni, tidak pula menyimak sepak terjang beliau. Akan tetapi, saya merasa perlu menulis catatan tentang beliau karena saya telah bertahun-tahun menempatkan gambar beliau pada salah satu posisi yang penting.

Ini juga semacam permohonan maaf kepada beliau beserta keluarga dan kerabatnya apabila kelakuan saya ini dipandang keliru atau tidak berkenan.

Pada Januari 1997 saya membeli sebuah buku tulis yang tebal. Saya tidak tahu persis berapa tebalnya, namun saya yakin lebih dari 100 lembar. Buku tulis bergaris ukuran setengah kwarto itu saya gunakan untuk mencatat hal-hal menarik yang saya baca di koran serta, terutama, buku-buku.

Waktu itu saya belum punya computer dan tentu saja alat tulis satu-satunya yang dapat diandalkan adalah buku tulis dan pena. Maka buku catatan itu menjadi perangkat yang penting bagi perkembangan intelektualitas saya.

Dalam buku itulah saya menulis kutipan novel-novel Dostoyevski, Albert Camus, Voltaire, Shakespiere, kumpulan tulisan Pakistan, Rusia, dan sebagainya. Di sana pula saya tulis kutipan dialog dari film di televisi, dari radio, dari ceramah orang penting, dari buku-buku tentang menulis, biografi, dan filsafat. Sebagian besar adalah buku pinjaman dari perpustakaan serta taman bacaan.

Di sana pula saya masih simpan beberapa kliping cerpen serta berita atau analisis dari koran-koran yang saya baca waktu itu. Pada intinya, buku itu mewakili penjelajahan intelektual saya pada periode 1997-1999, salah satu periode paling kritis dalam pembentukan pola pikir saya.

Lalu, apa hubungan dengan Pak Satjipto Rahardjo?
Dalam periode itu saya menemukan foto Pak Satjipto di sebuah majalah, kalau tidak salah Tempo. Foto itu diambil dari samping. Foto pria cukup sepuh berkacamata. Saya terkesan dengan foto itu. Saya berpikir bahwa suatu saat wajah saya, kalau dilihat dari samping, akan seperti wajah yang ada dalam foto itu.

Hidungnya, bentuk kepalanya, kacamatanya, struktur wajahnya, rasanya semua mewakili apa yang akan terjadi pada diri saya di kemudian hari. Maka saya tempellah gambar Pak Satjipto itu sebagai cover buku catatan saya itu. Di bawahnya saya tulis: “KeLIK waktu jadi Presiden”

Satu hal yang saya kira perlu memohon maaf adalah karena saya lancang menambahkan kumis dan jenggot pada gambar itu. Asumsinya, saya ini kan berkumis dan berjenggot.

Selamat jalan Pak Satjipto, semoga mendapat ampunan Allah serta keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. Saya mohon maaf atas segala keluputan dan kelancangan saya terhadap Pak Satjipto.

Foto: cover buku catatan saya bergambar Pak Satjipto