17 Februari 2010
Mengapa kutukan lebih makbul?
Secara kebetulan, ketika lihat-lihat rak buku, saya menemukan kembali buku lama berjudul Narsisus. Ini buku karya Sunindyo, terbitan Pustaka Jaya, 1975. Saya sudah lupa kapan dan di tukang loak yang mana membeli buku ini. Mungkin di loak buku sekitar Cikapundung, atau Alun-alun, atau sekitar Kebon Kalapa, Bandung.
Buku ini tipis, hanya 88 halaman. Narsisus yang dijadikan judul buku hanyalah satu dari 12 cerita Yunani yang dimuat. Buku jadul ini menggunakan struktur model lama. Tidak ada pengantar. Daftar isi diletakkan di halaman paling belakang. Tidak disebutkan latar belakang pengarangnya dan dari mana cerita-cerita Yunani itu dihimpun.
***
Ada beberapa hal menarik yang saya dapatkan dari buku tipis ini. Ketika membaca cerita berjudul Seres dan Proserpine, rasanya ada déjà vu dengan membaca cerita lain.
Alkisah, Pluto sedang berjalan-jalan. Lalu Venus si dewi cinta memerintahkan anaknya, Kupido, untuk melepaskan panah cinta ke jantung Venus.
“Kalau engkau ingin menambah kekuasaanku dan kekuasaanmu, buatlah agar Pluto jatuh cinta kepada Proserpine, anak Seres,” kata Venus pada Kupido.
Maka demikianlah. Panah cinta tepat mengenai jantung Pluto. Dalam perjalanan ke Sisilia, ketika melihat Proserpine, Pluto pun jatuh cinta. Segera dibawanya Proserpine lari. Ikat pinggang Proserpine tertinggal di danau.
Begitu menyadari anak perempuannya hilang dan hanya menemukan ikat pinggang, Seres menjadi sangat marah. Dia mengutuk negeri Sisilia karena dianggap tidak mau menolong anaknya. Maka berubahkan Sisilia dari negara makmur dengan buah dan tumbuhan menjadi negeri tandus dengan tumbuhan ilalang.
Adapun Proserpine yang diculik kini ditempatkan di istana Pluto. Meskipun sedih, dia dilimpahi kekuasaan. Proserpine menjadi isteri dari dewa yang paling berkuasa. Karena sudah menikmati buah-buahan dari istana Pluto, Proserpine tidak bisa lagi dikembalikan ke bumi.
Nah, saya jadi ingat tentang cerita penculikan Ken Dedes oleh raja kecil Tumapel bernama Tunggul Ametung. Kebetulan saya belum lama membaca cerita itu melalui Pelangi di Langit Singasari karya SH Mintardja (http://pelangisingosari.wordpress.com).
Dalam cerita Pelangi di Langit Singasari itu, Tunggul Ametung terbujuk mendukung upaya Kuda Sempana menculik Ken Dedes dari desa Panawijen. Akan tetapi, sesampai di istana Tumapel, Tunggul Ametung justru merebut Ken Dedes. Istilah diplomatis yang digunakan adalah “membebaskan dari tangan Kuda Sempana”.
Lalu diangkatlah Ken Dedes sebagai permaisuri dan bahkan diberi kekuasaan untuk memerintah. Semua dilakukan demi “menghibur” Ken Dedes yang berduka cita sangat mendalam karena diculik. (Di kemudian hari, Ken Arok yang saling terpikat dengan Ken Dedes “membebaskan” si jelita itu dari tangan Tunggul Ametung sekaligus merebut kekuasaannya.)
Mpu Purwo, ayah Ken Dedes, ketika tahu anaknya hilang, marah besar. Dia merasa orang-orang Panawijen tidak mau menolong anaknya. Mereka tidak tahu berterima kasih. Maka dirusaklah bendungan yang puluhan tahun lalu dia bangun untuk rakyat Panawijen. Dengan demikian, desa itu berubah, kembali menjadi desa gersang.
Nah, alangkah miripnya dua cerita di atas. Senjata-senjata yang digunakan oleh Tunggul Ametung dan pengawalnya dalam cerita itu adalah panah, mirip dengan senjata Kupido.
***
Hal lain yang saya amati dari cerita-cerita Yunani itu adalah tentang doa dan kutukan. Cerita Yunani kuno itu dihiasi dengan banyak sekali kutukan. Dan tampaknya begitu mudah terkabul.
Di sisi lain, permohonan kebaikan, tidak mudah terkabul. Ada semacam “trade off” alias pertukaran atau imbalan untuk keberhasilan permohonan yang baik.
Contohnya ya Seres yang mudah mengutuk Sisilia menjadi tanah tandus itu. Kutukan lain terjadi pada Narsisus. Narsisus yang sangat tampan jatuh cinta pada dirinya sendiri karena dikutuk oleh Ekho (gema) yang begitu mencintai Nersisus namun selalu ditolaknya.
Contoh permintaan baik yang sulit adalah Orpheus. Dia kehilangan istrinya, Eridise, yang mati dipatuk ular. Karena kasihan, para dewa mengizinkan Orpheus menjemput istrinya di negeri orang mati.
Akan tetapi ada syaratnya. Selama perjalanan membawa kembali Eridise, dia dilarang menoleh ke belakang. Padahal Eridise berjalan di belakangnya. Karena begitu sayangnya Orpheus akan Eridise, suatu ketika menolehnya dia ke belakang. Lalu lenyaplah kembali belahan jiwanya itu. Alangkah kejamnya para dewa, ngasih kok pakai syarat-syarat aneh, hehehe.
Begitu pula dengan cerita Hipomenes dan Atalanta. Hipomenes berdoa meminta kepada dewi cinta Venus membantunya memenangi sayembara yang digelar Atalanta agar bisa memperistrinya. Venus memberikan bantuan. Tetapi begitu harapan Hipomenes tercapai, dia lupa berterima kasih kepada Venus. Lalu marahlah Venus dan mengutuk pasangan itu menjadi sepasang singa. Lha, dewa kok mudah dendam dan menuntut terima kasih.
Begitulah, permintaan baik diberi syarat, sedangkan kutukan terkabul begitu saja. Hampir semua cerita dalam buku diwarnai kutukan yang terkabul dengan mudah (baik kutukan besar maupun kecil), permintaan baik yang dibebani syarat, serta penyesalan atas tragedi yang memilukan.
***
Sewaktu kecil hingga remaja, saya sangat benci cerita-cerita Yunani (dan cerita-cerita Eropa kuno). Entah mengapa perut saya terasa mual dan kepala agak pening kalau melihat gambar yang bergaya Romawi dan Yunani itu. Juga kalau membacai nama-nama dengan akhiran us, ius, es dan nama-nama lain khas Eropa kuno. Lha saya dari dulu sukanya wayang dan cerita sejarah Jawa.
Tetapi belakangan saya kok jadi suka membaca tragedi Yunan kuno ini. Rasanya cerita-cerita itu menjadi lebih hidup. Terasa benar bahwa kehidupan itu absurd, seperti yang dipaparkan Albert Camus. Dan cerita-cerita Yunani itu menjadi gambaran yang paling menarik mengenai absurditas, kendati nama-namanya makin sulit diingat oleh otak saya yang sudah dijejali dengan nama tokoh wayang dan kethoprak Jawa ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Saya dulu pernah punya buku itu, yang saya baca sewaktu saya SD. Tapi kisah2nya sangat menyentuh hati, tentang Eridise dan Orpheus, tentang Narsisus...
Cari buku itu di mana yach???
*pingin nostalgia*
Posting Komentar