12 Februari 2010

Salah paham soal mesin pintar*


Komputer memiliki kecepatan transfer sinyal lebih cepat daripada jaringan dalam otak manusia. Komputer juga memiliki kapasitas perhitungan yang lebih besar daripada otak manusia. Lalu, mengapa komputer tidak bisa benar-benar pintar seperti manusia?

Sebagai buktinya, manusia bisa dengan mudah mengenali wajah orang lain dengan seketika, dari mana pun dia memandang. Adapun komputer yang paling canggih sekali pun, butuh ribuan atau jutaan pola untuk mengenali wajah seseorang.

Manusia bisa langsung mengenali ada kerusakan di pintu rumahnya hanya dengan merasakan gesekan atau bunyi derait yang tidak biasa. Kalau hal itu dilakukan oleh komputer, benda itu akan melakukan proses yang sangat lama, mempertimbangkan ratusan atau ribuan variabel, dan hasil diagnosisnya tentang kerusakan pada pintu pun masih meragukan.

Jeff Hawkins berusaha menjelaskan masalah itu. Menurut dia, ada banyak paradigma yang salah tentang bagaimana membangun mesin pintar. Kesalahan paradigma itu termasuk pula dalam pengembangan artificial intelligence (AI), suatu bidang yang sangat populer selama beberapa dekade lalu.

Jeff Hawkins merupakan perancang PalmPilot dan telepon PDA Treo. PalmPilot merupakan komputer genggam yang pertama kali populer di pasar pada dekade 1990-an. Adapun Treo adalah merek bagi ponsel cerdas dengan sistem operasi Palm yang merajai pasar sebelum dikalahkan oleh Windows Mobile dan BlackBerry. Hawkins menulis buku On Intelligence dengan bantuan Sandra Blakeslee, seorang penulis ilmiah.

Menurut Hawkins, untuk bisa membangun mesin pintar, orang harus sungguh-sunguh belajar tentang otak dan cara kerjanya. Dia mengaku sudah tergila-gila dengan otak sejak remaja. Dia pernah bekerja di Intel Corp dan mengajukan usulan khusus kepada pendiri perusahaan pembuat chip itu, Gordon Moore, agar membentuk kelompok riset khusus tentang otak.

Namun usulan itu ditolak dan Hawkins patah hati. Dia pun mendaftarkan diri ke Massachusetts Institute of Technology untuk mewujudkan minatnya dalam mengembangkan penelitian mengenai otak. Namun dia kecewa karena tujuannya untuk memperlajari otak justru tidak mendapat tempat.

"Mereka tidak percaya Anda harus mempelejari otak betulan untuk memahami inteligensia dan membangun mesin pintar. Pada tahun 1981, universitas itu menolak saya," paparnya di halaman 5.

Akhirnya dia mempelajari sendiri segala macam jurnal ilmiah tentang otak. Dia juga menghadiri seminar, pembahasan, kajian tentang otak serta menemui para ahli.
Menurut dia, komputer dan otak dibuat dengan prinsip yang sangat berbeda. Yang satu deprogram, sedangkan satu lagi belajar sendiri. Yang satu bekerja dengan benar-benar sempurna dan tidak toleran atas kesalahan, sementara yang satu fleksibel dan toleran terhadap kegagalan. Yang satu memiliki prosesor sentral, sementara yang satu lagi tidak memiliki pengendali terpusat.

Komputer besar Deep Blue mampu mengalahkan juara dunia catur Gary Kasparov bukan karena lebih pintar. Deep Blue tidak memiliki indra tentang sejarah permainan itu, dan tidak apa pun tentang lawannya. Benda itu memainkan catur tapi tidak mengerti tentang catur, sama seperti kalkulator menghitung aritmatika tetapi tidak mengerti tentang matematika.

Menurut Hawkins, orang salah memahami masa depan mesin pintar karena menerima gambaran-gambaran keliru yang sering muncul dalam cerita fiksi. Orang takut mesin pintar akan menolak ‘diperbudak’ oleh manusia karena manusia tidak suka diperbudak. Mereka takut mesin pintar akan menguasai dunia karena orang pintar sepanjang sejarah mencoba menguasai dunia.

Namun ketakutan ini didasarkan pada analogi yang keliru. Mesin tidak akan memiliki ambisi pribadi. Dia tidak akan memiliki selera makan, kecanduan, atau ganguan emosional. Untuk meyakinkan pendapatnya, Hawkins membahas tentang apa itu intelegensia, apa makna kreativitas, peran memori, cara kerja otak, dan sebagainya.


Hawkins berpendapat mesin pintar layak dibuat karena alasan kecepatan, kapasitas, serta replikabilitas. Mesin pintar akan bisa berpikir jutaan kali lebih cepat daripada manusia. Pikiran seperti itu akan mampu membaca seluruh isi perpustakaan dan hal-hal lain yang bisa dilakukan manusia bertahun-tahun, menjadi beberapa menit saja.
Ini bukan suatu yang ajaib. Otak biologis mengalami dua hambatan yang terkait dengan waktu, sementara mesin pintar tidak mengalami masalah. Dua hambatan itu adalah kecepatan dalam berpikir, serta kecepatan dunia berubah.

Hawkins percaya bahwa umat manusia akan mendapatkan kegunaan yang belum pernah terpikirkan sebelumnya dari mesin pintar. Dia berpendapat sekarang adalah sata yang tepat untuk mengembangkan konsep baru mengenai mesin pintar.

*) Versi lebih ringkas dimuat di Bisnis Indonesia Minggu yang beredar pada 12 Februari, halaman Resensi, dgn judul: Mesin pintar yang disalahpahami

Tidak ada komentar: