Bagi siapa pun ynag pernah ikut kegiatan Pramuka di sekolah tentu mengenal Morse. Dialah orang yang mempelopori transmisi pesan jarak jauh menggunakan kode yang sangat sederhana.
Dalam kode Morse, pesan dikirimkan per huruf menggunakan tiga komponen dasar yaitu bunyi tombol (dering) panjang, bunyi tombol (dering) pendek, serta spasi (hening). Basis dasar komunikasi ini adalah huruf yang berarti teks. Karena basisnya huruf, maka setiap huruf memiliki bentuk Morsenya sendiri (terdiri atas susunan bunyi panjang dan pendek tertentu).
Mengirimkan pesan Morse itu seperti menulis dengan bebunyian. Bunyi yang tersedia itu unik, mudah dikenali, dan mudah ditangkap oleh siapa saja yang bisa mengubah bunyi itu kembali menjadi huruf.
Dalam Morse, tidak ada logat dan dialek. Tetapi Morse juga tidak bisa digunakan untuk membunyikan suara yang tidak bisa dituliskan (misalnya suara binatang, benda jatuh, dan sebagainya).
***
Di sisi lain, ada teknologi text to speech yang diterapkan pada perangkat komputasi. Manfaat terbesar dari aplikasi ini adalah memberikan peluang bagi orang yang tidak bisa membaca teks (misalnya karena buta).
Text to speech memiliki persoalan serius yang terkait dengan perbedaan cara membaca huruf pada setiap bahasa (misalnya vokal dalam bahasa Indonesia tidak sama dibandingkan dengan bahasa Inggris). Belum lagi faktor logat dan dialek.
Nah, saya berpikir bahwa Morse bisa menjadi jalan keluar atas persoalan logat dan dialek. Speech dalam bentuk signal Morse kan hanya ada dua (panjang dan pendek. Adapun diam berarti tidak ada signal). Berarti langkah pemrosesannya tidak terlalu rumit. Morse mungkin bisa menjadi salah satu bentuk, atau pengantar bentuk, yang paling sederhana bagi aplikasi text to speech. Paling tidak ya text to voice lah, hehehe.
Persoalan lain yang masih mengganjal adalah orang harus belajar Morse dahulu untuk bisa memahami pesan yang dikirimkan. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar