22 Desember 2009

Ancaman (China) di balik kepalsuan*


Ajiek Tarmidzi sudah tidak sabar untuk segera berkunjung ke Lou Hu. Kunjungan ke salah satu sudut kota Shenzhen untuk mengamati batu giok, kain sutra, serta obat-obatan tradisional selama dua jam terasa begitu menyiksa baginya.

Ada apa di Lou Hu? Lou Hu adalah sebuah pusat perbelanjaan lima lantai di salah satu sisi kota Shenzhen. Di dalam pusat berbelanjaan itu kita bisa menemukan banyak sekali barang dagangan baik berupa barang elektronika, pakaian, sepatu, sepeda, hingga tas dan makanan.

Akan tetapi, barang yang paling menarik bagi Ajiek, yang membuatnya ingin segera sampai ke tempat belanja itu adalah 'iPhone' China. Dia sudah tidak sabar untuk membeli telepon seluler unik itu dengan harga sangat murah.

Ajiek hanyalah salah satu dari beberapa anggota rombongan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi)--yang sedang berkunjung ke China dalam rangka pertemuan Asean-China Young Entrepreneur Association Forum 2009--yang kebelet untuk memborong 'iPhone'.

Sebab, malam sebelumnya, beberapa anggota rombongan itu berhasil membeli iPhone, di Dong Men, sebuah pusat perbelanjaan lain di kota Shenzhen, dengan harga antara 260 yuan dan 300 yuan per buah atau Rp390.000--Rp450.000 per unit.

Fitur yang disediakan juga sangat menarik. Tampilan persis seperti iPhone buatan Apple, dan mampu menyediakan menu serta navigasi geser dan goyang yang mirip dengan iPhone kebanggaan Steve Jobs.

Ponsel 'iPhone' itu bahkan sudah dilengkapi pula dengan fitur Bahasa Indonesia dan bahasa lain di negara-negara Asia Tenggara.

Maka tak heran jika Ajiek dan beberapa anggota rombongan lain membeli beberapa unit 'iPhone' model China itu. Ternyata hasil tawar menawar Senin siang, 14 Desember, itu lebih 'sadis' dari pada tawar menawar hari sebelumnya. Pedagang di Lou Hu bersedia menjual dengan harga 250 yuan, lebih murah 10 yuan dibandingkan pedagang yang ditemui di Dong Men.

"Sebagai oleh-oleh untuk anak buah, kerabat, dan saudara ini sudah bagus sekali," ujar Jhonson Simbolon, pengurus Hipmi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang juga membeli beberapa unit 'iPhone' itu seperti halnya Ajiek.

Saking memesonanya 'iPhone' itu hingga menit-menit terakhir sebelum meninggalkan Shenzhen pun masih ada beberapa anggota rombongan menyempatkan diri membeli iPhone tiruan itu.

Selain menjual iPhone, para pedagang di Dong Men dan Lou Hu juga menjual ponsel berkelas seperti BlackBerry dan Vertu. 'BlackBerry Javelin' dengan tambahan fitur televisi analog bisa didapat dengan harga 460 yuan (sekitar Rp700.000), dan Vertu dapat dibawa pulang dengan 500 yuan (sekitar Rp750.000).

Fenomena 'iPhone' di atas memberi gambaran yang sangat jelas mengenai kemampuan China dalam meniru dan memasarkan produk tiruan itu dengan harga yang sangat rendah. Dalam kasus 'iPhone', konsumen bisa memperoleh produk dengan harga hanya 10% dari harga iPhone asli buatan Apple.

Kecepatan dan daya tiru China memang sudah diakui di segala penjuru. Kadangkala hanya diperlukan waktu seminggu untuk memalsu produk-produk dengan tingkat kerumitan tinggi.

Produk palsu pun seringkali sulit dibedakan dengan produk asli, seperti kata Alexander Theil, Direktur Investigasi General Motors Asia Pasifik. "Kami harus membongkarnya atau melakukan analisis kimia untuk mengetahui bahwa produk itu bukan produk asli," paparnya seperti dikutip Pete Engardio dalam bukunya Chindia.

Pemalsuan bukan hanya terjadi pada produk sederhana. Bahkan juga untuk antarmuka router buatan Cisco Systems. "Jika Anda bisa membuatnya, mereka bisa memalsukannya," kata David Fernyhough, Diretur Perlindungan Merek Hill & Associates Ltd Hong Kong, dalam buku tersebut.



***Terkait ACFTA

David Tampubolon, Wakil Ketua Panitia Hipmi Goes To China, mencoba mengaitkan fenomena 'iPhone' tadi dengan perjanjian perdagangan bebas Asean-China.

FTA Asean-China ini akan berlaku pada 2010 bagi China, Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunei, Singapura, dan Filipina. Adapun bagi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam, perjanjajian itu dijadwalkan berlaku 2015.

David mengkhawatirkan membanjirkan produk murah dari China yang akan memukul para produsen di Indonesia. "Bayangkan, kalau mereka bisa menjual 'iPhone' dengan harga 300 yuan berarti biaya produksinya jauh lebih rendah lagi. Bagaimana kita bisa bersaing dengan produsen seperti itu?" tanyanya retoris.

Bagi negara-negara Asean termasuk Indonesia, FTA Asean-China bisa menjadi ancaman yang luar biasa. Di pusat perbelanjaan Lou Hu kita memang tidak hanya bisa melihat iPhone dan BlackBerry tiruan, melainkan juga bermacam produk bermerek palsu.

Daya tiru yang tinggi, digabungkan dengan kecepatan produksi yang luar biasa serta harga yang sangat murah, merupakan senjata ampuh bagi China.

Rasanya sangat mudah untuk memahami logika sederhana di atas. Repotnya lagi, ancaman itu menjadi lebih serius karena daya tiru, kecepatan produksi (time to market), serta harga murah itu juga kadang diiringi banyak kecurangan. Setidaknya itu yang tercermin dalam proses jual beli beberapa unit 'iPhone' yang saya amati di Lou Hu.

Membeli barang di sana haruslah sangat hati-hati. Bahkan pemandu kami, seorang wanita kelahiran Pulau Alor yang menetap di China sejak 1960, mewanti-wanti agar mencatat nomor seri uang yang diserahkan serta memastikan barang yang benar yang dimasukkan ke kemasan.

"Kadang mereka suka bohong soal jumlah uang yang sudah dibayarkan atau menuduh uang itu palsu," ujarnya.

Soal kecurangan bahkan juga sempat menimbulkan insiden kecil persis di depan konter check in penerbangan dari Shenzhen menuju Nanning, ketika seorang penjual 'iPhone' berupaya menipu salah satu anggota rombongan Hipmi.

Tampaknya fenomena 'iPhone' beserta liku-liku cara penjualannya benar-benar mewakili ancaman serius yang dibawa China. Siapa sanggup melawan?

*) Dimuat di Bisnis Indonesia edisi 21 Desember 2009
**) Foto: 'BlackBerry' China dan 'iPhone' China