22 April 2008

Intel Solutions Summit 2008, bagian pertama: Naik taxi


Keberangkatan saya ke Bangkok ini dipenuhi dengan banyak kecemasan. Ini perjalanan yang jauh lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan perjalanan saya ke luar negeri sebelumnya. Salah satu yang terus membebani sebelum saya berangkat adalah jadwal kedatangan dan keberangkatan yang tengah malam.

Garuda GA 866 yang saya tumpangi harus take off pukul 22.00 dan tiba di bandara Suvarnabhumi Bangkok pada 01.30 (tidak ada perbedaan waktu antara Bangkok dan Jakarta). Berhubung sudah terlalu malam, tidak ada jemputan sehingga saya harus naik taxi malam itu atau menunggu matahari terbit di bandara.

Saya membayangkan Bangkok tidak berbeda terlalu jauh dengan Jakarta. Lha wong di Jakarta saja saya masih pikir-pikir untuk naik taxi dari bandara, lha kok ini di Bangkok. Sendirian pula, dhewe emple.

***
Taxi Bluebird yang saya pesan berangkat dari rumah jam 16.10, enam jam sebelum jadwal penerbangan untuk mengantisipasi kemacetan jalan ke bandara. Apalagi perjalanan dari Gunungputri, Bogor, ke bandara harus melewati pusat kota Jakarta pada saat jam bubaran kantor. Pasti muacet, pikirku.

Jam setengah lima lebih sedikit taxi sudah tiba di Kampung Rambutan. Tetapi aneh sekali, tidak ada bus Damri Bandara di terminal bus antarkota terbesar Jakarta itu. Beberapa orang yang juga mau ke bandara menghampiriku, mengajak untuk naik omprengan Carry ke bandara. Ya sudah aku ikut. Aku adalah penumpang ke-7 alias penumpang terakhir sehingga omprengan pun segera berangkat.

Saya tertawakecut dalam hati, berangkat keluar negeri kok naik omprengan Carry duduk berdesakan di kursi belakang. Tetapi omprengan ini berjalan sangat cepat. Menyusup kiri, kanan, melintas bahu jalan tol, menyalip dan mengerem dengan sangat berani. Hasilnya, pukul 18.00 aku sudah tiba di bandara. Empat jam sebelum jadwal penerbangan.

***
Penerbangan Garuda ke Thailand di tengah malam ini memang sepi. Hanya ada sekitar 30 penumpang di pesawat. Jadi sangat longgar. Tiap orang bisa duduk sendiri dalam baris tiga bangku. Bahkan masih banyak juga bangku yang kosong blong. Jadi, sebagian besar penumpang bisa beristirahat dengan baik.

Mendarat di Suvarnabhumi alhamdulillah tidak ada masalah dengan bagasi dan imigrasi. Semua berjalan lancar dan cepat.

Saat ke luar dari imigrasi ini saya hanya bawa uang dollah AS dan rupiah. Semula mau menukarkan uang di Jakarta untuk mengantisipasikemungkinan sulit mencari money changer di bandara Bangkok malam-malam, tetapi kursnya luar biasa rendah, 100 dollar AS hanya dapat 2.500 baht.

Maka saya pun mampir dulu ke money changer dekat pintu ke luar bandara Suvarnabhumi. Alhamdulillah 100 dollar AS masih dihargai 3.200 baht. Sangat berbeda dengan di Jakarta. Selisihnya hampir 25%.

Lalu saya pun pergi ke tempat pemesanan taxi. Di meja petugas ada tulisan meter + toll payment + 50baht. Artinya penumpang bisa membayar biaya taxi berdasarkan argometer, ditambah tarif toll (entah berapa), ditambah lagi dengan 50 baht. Ini sesuai dengan kata temanku, K, wartawan The Nation Thailand yang saya tanya soal taxi lewat SMS.

Tetapi begitu masuk ke taxi dan saya minta menghidupkan meter, si sopir bilang bayarnya 400 baht sudah semua termasuk toll dan biaya lainnya. Karena sebelumnya saya sudah dapat informasi dari penyelenggara acara dan dari Na, wartawan The Bangkok Post, soal biaya taxi dari bandara yang katanya sekitar itu, saya bilang okay.

Pak sopir ini cukup ramah. Dia berusaha mengajak bicara dan menjalin kontak. Ketika saya sebut Jakarta dan Indonesia, dia langsung bilang banyak muslim di sana ya? Tetapi saya tetap saja masih ketar-ketir dengan pak sopir ini.

Lalu ngobrollah ke sana ke mari, omong antah berantah. Dan tiba-tiba saya melihat di bagian kaca depan bagian atas taxi ada tulisan bismillahi- rrahmani- rrahim dalam huruf Arab (huruf Al Quran). Itu tulisan yang besar dan dibacanya dari depan taxi (bukan dari sisi penumpang).

Saya tanya, apakah dia muslim, dia jawab iya. Lalu dia tanya balik dan saya jawab iya. Tiba-tiba dia bilang assalamu alikum. Alhamdulillah, lega lah saya. Hilang semua kecemasan saya soal taxi, soal kesasar, dan sebagainya.

Pak sopir ini mengaku bernama Sulaiman. Dia punya dua anak lelaki dan satu anak perempuan. Sulaiman berasal dari daerah sekitar Pattaya (saya lupa nama tempat yang di sebut).

Sepanjang perjalanan dia juga menunjukkan ini masjid ini, ini masjid itu, ini kawasan muslim, dan sebagainya. Ternyata banyak juga masjid di Bangkok ini.

Perjalanan sekitar 30 menit ke Hotel Grand Hyatt Erawan itu jadi terasa menyenangkan. Masuk hotel ada pemeriksaan sedikit oleh satpam. Pemeriksaan ketika masuk ke hotel ini mirip dengan di Jakarta tetapi di Bangkok hotel-hotel tidak dipasangi portal, hanya pembatas yang bisa digeser-geser, diangkat dan dijinjing.

Uniknya, pak sopir ini memberi saya kuitansi yang nilainya 450 baht. Dia bilang saya kasih kamu 450 baht. Tetapi ketika saya bayar dengan uang 500 baht dia kembalikan 100 baht. Pak Sulaiman ini ada-ada saja.

***
Check in berjalan lancar. Kartu kredit yang belum pernah satu kali pun saya pakai untuk transaksi di Indonesia, ternyata diterima dengan baik di Bangkok.

Jadi saya tidak perlu diposit dengan uang cash seperti waktu ke Australia dua tahun lalu. Hari itu pun bisa kuakhiri dengan tidur nyenyak di kamar 0714 Grand Hyatt Erawan, Bangkok. Alhamdulillah.