18 Februari 2008

Setelah satu setengah bulan bersama Blackberry

Saya mendengar dan menginginkan mesin e-mail semacam Blackberry sudah lama sekali. Mungkin lebih dari lima tahun yang lalu. Desain Blackberry yang kelihatan kokoh, dengan papan kunci QWERTY yang sudah tersedia, merupakan desain ideal sebuah mesin e-mail dalam pandangan saya ketika itu.

Tetapi saat Blackbery pertama kali masuk ke Indonesia, tarifnya mahal sekali. Jauh di atas jangkauan saya. Apalagi saya belum punya kesempatan merasakan langsung kehebatan Si Blackberry itu. Saya berasumsi bahwa push e-mail pada Blackberry tidak berbeda dengan akses pull e-mail pada smartphone dan PDA yang saya punya, hanya ditambah dengan penyetelan jadwal pengambilan e-mail, misalnya 15 menit sekali.

Karena sudah terlanjur terpatri dengan imej Blackberry seperti itu, saya jadi tidak tertarik. Sampai, pada November 2007, Mbak Ve dari XL memberi kesempatan saya menggunakan Blackberry Cuve 8300 berserta aksesnya selama dua pekan.

Saya pun berusaha browsing dan googling Internet untuk tahu lebih banyak bagaimana mengoptimalkan Blackberry itu.

Ketika menggunakan Blackberry, hal pertama yang mengejutkan adalah bahwa e-mail Yahoo saya bisa diakses melalui perangkat itu. Semua e-mail baru langsung di-push ke Blackberry.

Dan, tidak seperti saat saya mengeset e-mail POP3 pada PDA di mana semua e-mail dalam inbox (yang jumlahnya ribuan itu) mengelontor memenuhi kotak masuk, e-mail pada Blackberry ini hanya menerima yang baru-baru saja.

Saya bahkan bisa memasukkan dua account Yahoo dalam satu handset. Lalu saya masukkan pula account e-mail kantor dan account Gmail. Semua beroperasi dengan baik.

Saya mencoba download aplikasi untuk Yahoo Messenger dan Gtalk. Semua bisa berjalan dengan mudah dan beroperasi dengan baik. Kebetulan waktu itu YM di PC saya di kantor diblokir, sehingga Blackberry menjadi alternatif untuk tetap bisa berkomunikasi dengan kawan-kawan lain penguna YM.


***Pulang kampung
Pada November itu saya harus pulang kampung ke Kutoarjo, Jawa Tengah, untuk suatu keperluan. Blackberry ini sempat menemani perjalanan saya naik kereta api Taksaka jurusan Gambir-Yogyakarta berhenti Kutoarjo, serta sebaliknya.
Sepanjang perjalanan saya bisa menggunakan Blackberry Curve itu untuk chatting melalui YM dan Gtalk. Nyaris tanpa putus.

Kalau di saat-saat yang lalu saya mengakses menggunakan PDA ada kekhawatiran mengenai baterai yang habis (tidak cukup untuk koneksi terus menerus pada perjalanan yang lebih dari tujuh jam itu), sekarang tidak lagi. Baterai Blackberry lebih dari cukup untuk sebuah perjalanan 500-an km itu.

Bahkan di desa saya (Tulusrejo, Grabag) yang berada sekitar 8 km sebelah selatan Kutoarjo pun, Blackberry masih dapat saya gunakan untuk chatting maupun akses e-mail dengan lancar, siang maupun malam. Sesekali akses terputus tetapi secara umum masih bisa diandalkan sebagai sarana komunikasi berbasis Internet.

Perkenalan pertama dengan Blackberry itu membuat saya ‘kecanduan’. Mesin e-mail semacam inilah yang sudah lama saya dambakan: always connected dengan papan kunci QWERTY. Sekadar informasi, saya penggemar ponsel dengan papan kunci QWERTY sehingga saya pernah memakai Nokia 6800, 6820, Treo 600, PDA Ipaq 4350. Saya juga pernah mengoleksi foldable keyboard untuk PDA/smartphone baik yang memakai bluetooth maupun infrared. (Ketika saya tidak memakai ponsel QWERTY, saya mengupayakan untuk bisa pairing dengan PDA yang ber-QWERTY melalui Running Voice GSM agar bisa kirim SMS tetap denan keyboard QWERTY).

Saya mulai berlangganan XL Blackberry pada Januari 2008. Dengan akses unlimited quota itu saya tidak lagi dicemaskan dengan besarnya tagihan yang mungkin membengkak. Pengalaman saya sebelumnya mengakses GPRS dengan kartu pascabayar, tagihan tidak terkendali.

Berhubung kesempatan untuk mengakses e-mail suda terbuka lebar, saya mulai menambah jumlah mailing list yang saya ikuti.

Kesempatan untuk mengakses YM dan Gtalk juga memicu saya untuk terus menambah daftar kontak. Tujuannya tentu saja untuk menghemat biaya SMS. Teman-teman yang sudah ada dalam daftar kontak YM atau Gtalk, dan tampak sering aktif, bisa dikontak melalui jalur itu. Praktis gratis (bukan gratis total sebenarnya, tetapi tidak ada biaya tambahan lagi selain biaya langganan pokok Blackberry).



***Jakarta-Bandung
Barangkali juga kebetulan, bahwa pada Januari keluarga saya pindah ke Bandung. Anak dan istri pindah ke Kota Kembang itu, sementara saya masih di Jakata (dan Bogor). Hal itu memaksa saya untuk wira-wiri Bogor-Jakarta-Bandung, setiap pekan. Bahkan, pada awal Februari ketika anak saya sakit, saya nglaju Jakarta-Bandung pp hampir tiap hari naik travel.

Dan sepanjang jalan itu, kalau tidak tidur, ya ngotak-atik Blackberry. Membuka e-mail, chatting, serta browsing bisa dilakukan dengan mudah.

Akses sepanjang Jakarta-Bandung via tol nyaris tanpa putus. YM yang sudah on tetap on, Gtalk yang menyala juga tetap connected. Sesekali, misalnya di daerah Halim, sempat muncul sinyal EDGE (bukan GPRS), walaupun secara umum sih yang muncul GPRS.

Tetapi saya punya beberapa keluhan terkait dengan layanan Blackbery dari XL.
Pertama, proses validasi data saat registrasi dan aktivasi awal terlalu lama. Mungkin itu pengalaman karena saya mengurus di saat akhir tahun dan awal tahun yang banyak tanggal merah dan cuti besama. Tetapi dalam logika saya, mestinya proses semacam itu bisa jauh lebih cepat.

Kedua, kadang-kadang ada masalah saat browsing. Akses e-mail dan chatting berjalan normal, tetapi browsing tidak lancar. Mungkin bandwidth yang tersedia saat itu terlalu kecil?
Masalah lain yang paling mengganggu saat browsing adalah selalu gagal mengakses data base kantor, padahal bisa mengakses situs lain. Padahal (lagi) pada saat bersamaan saya bisa mengakses data base itu menggunakan browser pada PDA saya yang berbasis Windows Mobile. Apakah ini masalah kompatibilitas?

Ketiga, ada beberapa e-mail yang sudah saya kirim tetapi orang yang saya tuju merasa tidak menerima e-mail tersebut. Entahlah, ngumpet di mana. Saya tidak tahu persis apakah masalahnya ada pada Blackberry, atau pada mail server yang saya gunakan, atau mail server yang saya tuju. Problem ini sebenarnya sering saya alami pada pengiriman via PC atau yang lain, hanya saja ketika tejadi pada Blackberry, kok kesannya beda. Blackberry gitu lho. Saya piker, masalahnya, mostly ada pada mail server.

Terakhir, soal kebiasaan. Karena sejak lama saya mengimpikan perangkat yang always connected, saya hampir tidak pernah mematikan Blackberry (baik ketika tidur, nyetir, maupun naik angkutan umum).
Masalah timbul karena hal ini membuat saya sering tergoda untuk menjawab pesan instan saat nyetir. Mau pasang status ‘lagi nyetir’ kok kesannya norak. Mau matiin, kok sayang. Apalagi tidak selalu mudah mengetik menggunakan Blackberry Pearl 8100 ini. Memang enak sekali kalau mengetik dalam bahasa Inggris karena sudah dilengkapi penebak kata in English. Tetapi begitu mengetik pesan atau chatting dalam bahasa Indonesia, perlu kesabaran tersendiri.
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: