Sekitar lima atau enam tahun lalu, saat ada diskusi hangat mengenai kenaikan tarif telepon (Telkom), muncul beragam alternatif 'aneh' cara perhitungan tarif telepon yang diajukan masyarakat melalui berbagai mailing list.
Saat itu jumlah sambungan telepon saluran tetap (yang tidak banyak beranjak dari 8 juta itu) masih lebih besar dibandingkan dengan jumlah pengguna seluler. Skema tarif yang umum diterapkan masih berbasis pulsa. Tarif seluler yang berbasis detik, apalagi dengan cara perhitungan berdasarkan menit ke sekian dan semacamnya, belum dikenal.
Salah satu usulan yang saya ingat ketika itu adalah biaya akses Internet yang tidak didasarkan pada durasi waktu maupun volume data. Ada yang usul, dalam sebuah milis, agar tarif Internet itu sekali akses sekian rupiah, tidak peduli berapa lama mengakses dan berapa data yang diakses. Saya yakin kala itu tidak ada yang menganggap serius ide semacam itu.
Belakangan sistem tarif operator seluler sangat beragam. Hal tersebut tidak lepas dari kecanggihan billing system yang mereka pakai yang memungkinkan operator membuat beraneka ragam sistem perhitungan tanpa mengganggu pendapatan secara keseluruhan.
Salah satu skema yang sangat menarik adalah tarif yang ditetapkan XL untuk panggilan kartu Bebas ke sesama XL yaitu sebesar Rp600 sampai puas.
“Sampai baterainya habis hanya Rp600,” kata salah satu pejabat XL dalam sebuah diskusi pagi hari di televisi.
Nah, ini dia. Menelepon sampai puas dengan Rp600. Apakah ini mungkin diadopsi untuk tarif Internet? Mungkinkah kita mengakses Internet dengan biaya Rp600 sampai puass?
Secara teoritis mestinya bisa. Misalnya kita pakai sambungan dial up dengan server yang juga menggunakan kartu XL.
Memang mesti disadari bahwa akses dial up GSM itu kan kecepatan teoritisnya sangat rendah, sekitar 14kbps (lebih rendah dari GPRS yang lambat itu). Toh kecepatan segitu sudah memadai kalau sekadar chatting.
Masyarakat bisa menghemat sangat banyak kalau ada layanan semacam ini. Tentu dengan catatan koneksi tidak drop alias disconnected. Untuk menghindari terputusnya sambungan, pengakses sebisa mungkin berada di satu tempat, tidak bergerak atau berpindah dengan kecepatan tinggi.
Katakanlah tarif Rp600 sekali akses itu terlalu murah. Apalagi akan banyak yang berusaha 'mantheng' sambungan terus menerus selama berjam-jam, bahkan puluhan jam. Maka, bisa saja dibuat kebijakan tarif yang lebih masuk akal, misalnya Rp10.000 sampai puas, atau Rp5.000 selama dua jam (hampir sama dengan tarif warnet).
Kalau akses dia up dipandang kurang manusiawi (masak zaman 3G kok masih pakai dial up GSM, hehe), mungkin operator seluler bisa membuka jalur GPRS-nya. Pengguna tinggal REG, dipotong Rp5.000, dapat username dan password yang berlaku selama 2 jam, misalnya.
Atau bahkan tidak perlu username dan password, pokoknya pengguna bisa login ke Internet dalam periode dua jam sejak pertama kali memasukkan registrasinya. (Dalam hal ini tetap harus ada cara perlindungan bagi konsumen untuk mengatasi kemungkinan pembayaran ganda gara-gara disconnected sebelum batas dua jam terlampaui yang disebabkan kualitas jaringan yang buruk).
Masuk akalkah hal semacam itu diterapkan? Kita tunggu saja. Wallahu 'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar